WAJAH KITA YANG SEBENARNYA
Kalau kita ingin menggambarkan Wajah kita sebagai manusia maka pada umumnya itu ada dua yaitu wajah impian dan wajah yang sebenarnya. Wajah impian adalah wajah yang ideal. Konon wajah manusia Indonesia adalah berkarakter pancasila yang digali atau diambil dari karakter asli manusia Indonesia yaitu beragama, memanusiakan manusia, suka berkumpul/bersatu, bermusyawarah dan selalu berbuat adil. Namun ketika ditanyakan siapa dan seperti apa manusia pancasila itu ? kita sulit menjawabnya karena ada jurang yang besar antara manusia yang disebut pancasilais itu dengan karakter yang ditampilkan oleh orang Indonesia yang sebenarnya.
Ketika dikatakan bahwa manusia pancasila itu adalah berani bertanggungjawab namun dalam kenyataannya banyak orang Indonesia yang enggan bertanggungjawab ketika melakukan kesalahan, baik pejabat maupun bawahannya. Di Pemerintahan misalnya ketika terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan Negara maka atasan menggeser tanggung jawab suatu kesalahan itu kepada bawahannya sementara sang bawahan mengatakan “saya hanya melaksanakan perintah dari atasan”. Masing-masing berusaha mengelak dari tanggung jawab.
Kita memakai topeng di muka umum. wajah kita sebenarnya muncul dalam perilaku perbuatan kita sehari-hari yang tidak mencerminkan ciri sebagai manusia pancasila seperti tidak memegang teguh perjanjian alias berkhianat, tidak jujur, suka korupsi, iri hati, dengki dan bahkan suka menfitnah. .
Ketika pengaruh dari luar masuk seperti ajaran demokrasi, sosialisme, kapitalisme, komunisme dan sebagainya masuk dalam pikiran masyarakat Indonesia, kita semakin kehilangan jati diri sebagai manusia asli Indonesia. Semua yang lama dan baru kita terima dan memenuhi pikiran dan jiwa kita.
Slogan kita adalah setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum tapi faktanya orang kecil begitu gampang dihukum sementara penjahat besar dilindungi.
Orang Indonesia juga gampang cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia yaitu lebih maju, lebih kaya, lebih berpangkat, lebih berkuasa dan lebih pintar darinya. Itulah ketika ada pejabat yang ditangkap KPK karena korupsi mereka berama-ramai menghujatnya. Padahal mereka sendiri ketika mendapat kesempatan untuk menjabat juga melakukan korupsi. Banyak yang sebelum menjabat terkenal idealis tapi pada saat menjabat justru rakusnya bukan main.
Banyak orang masuk pegawai negeri dengan dalih untuk mengabdi kepada bangsa dan Negara namun mereka selalu bicara tempat basah atau kering, tempat kurus atau gemuk yang menandakan bidang-bidang yang bisa mendatangkan uang banyak.
Dulu ada istilah ABS (asal bapak senang) yaitu suatu sikap munafik dimana orang menyembunyikan hal-hal yang diketahuinya demi menyenangkan hati sang bapak yang merupakan atasannya. Mereka melakukan ABS adalah untuk menyelamatkan diri agar tetap survive.
Sikap ABS tersebut sampai sekarang tetap bertahan. Orang menyembunyikan kata hatinya, pikirannya dan perasaannya yang sebenarnya hanya untuk menyenangkan atasannya, bossnnya, atau pimpinannya. Mereka takut untuk berbicara yang sebenarnya, takut mengkritik dan takut penampakkan ketidaksetujuannya karena mereka takut dengan atasannya tersebut. Sikap ABS tumbuh subur karena yang berkuasa senang di –ABS- kan oleh bawahannya dan yang bawahan senang meng-ABS-kan atasannya.
Sandiwara kemunafikan ini terus tumbuh subur di negeri ini bahkan menjalar ke berbagai lini kehidupan. Yang berkuasa sangat tidak suka mendengar kritik sehingga bawahan amat segan untuk melontarkan kritik terhadap atasan. Ini sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebijakan pejabat pemerintah yang salah dan menyengsarakan rakyat akan terus terjadi karena tidak ada orang yang dilingkungan kekuasaan yang berani mengingatkan kesalahan pejabat tersebut.
Masing-masing diri kita punya dua wajah.wajah yang kita perlihatkan kepada orang lain adalah wajah yang baik sementara wajah yang tidak baik itu kita sembunyikan. Seorang politisi yang ingin menjadi kepala daerah akan menampilkan dirinya yang baik-baik supaya bisa menarik simpati orang banyak namun ketika terpilih dan menjabat maka wajah yang sebenarnya muncul, apa yang dijanjikan dan diperbuat ternyata bertolak belakang. Mereka mengatakan akan menegakkan hukum tetapi pada waktu yang sama mereka juga yang memperkosa hukum.
Islam menganggap setiap manusia ketika dilahirkan adalah ibarat kertas putih bersih, suci.
Didalam diri manusia ada sifat-sifat baik seperti penyayang, jujur, bertanggungjawab, amanah, ikhlas, kerja keras, dan sebagainya Namun ada juga sifat-sifat buruk dimana manusia bisa menjadi kejam, bisa ngamuk, membunuh, membakar, khianat, memeras, menipu, mencuri, korupsi, dengki, hipokrit. Sifat-sifat buruk ini ada pada semua manusia, tidak hanya manusia Indonesia tapi juga seluruh bangsa di dunia ini (QS. AS Syams ayat 8)
Ketika manusia dewasa maka dia dibentuk oleh lingkungannya, masyarakatnya, alam hidupnya , pendidikan dan teladan yang didapatnya.
Awalnya dia baik namun ketika dihadapkan dengan berbagai macam pengaruh, rayuan dunia fana seperti cukong yang menawarkan uang berpeti-peti, mobil mewah, main golf dan berbagai fasilitas lain, sementara setiap hari dia menerima propaganda hidup hedonisme dan komsumerisme, pendidikan yang semakin mahal dan sebagainya maka apakah dia akan berubah atau tetap bertahan menjadi manusia ideal sebagaimana yang diajarkan oleh agama,dan filsafat hidupnya. Mungkinkah dia bisa bertahan sementara lingkungan masyarakat sudah berubah.
Dulu semboyan masyarakat kita adalah berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing yang melambangkan kebersamaan, semangat tolong menolong, bantu membantu namun kini telah pudar dan sirna dan berganti dengan saling prasangka buruk dan mereka berlomba-lomba untuk berkuasa akibat kerakusan untuk mengumpulkan harta benda sebanyak mungkin dan sesingkat mungkin. Manusia sekarang tidak cukup hanya sekedar naik mobil tapi dia harus naik mobil mewah, dan liburan ketempat-tempat lain untuk mengangkat citra dirinya
Kita menganggap wajar elit kita kaya raya dan semakin bertambah kaya raya dari tahun ketahun karena mereka berkuasa. Itu yang mendorong kita juga ingin berkuasa supaya bisa kaya raya seperti mereka. Jabatan bukan lagi digunakan untuk mengabdi tapi untuk memperkaya diri. Kita menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya dengan topeng, karena kita takut dan khawatir menampilkan wajah kita yang asli karena buruk dan menakutkan sehingga kemudian kita berlagak santun dan terus menebarkan senyum.
Kitab suci mengatakan bahwa tujuan utama dan terakhir manusia adalah untuk mengabdi kepada Tuhan (QS. Ad Zariyat ayat 56) tapi kini manusia melupakan itu karena kehilangan nilai spiritual di dalam dirinya akibat serbuan paham hedonisme dan konsumerisme. Mereka punya mata tapi tidak melihat, punya telinga tapi tidak mendengar dan punya hati tapi tidak memahami (QS. Al a’raf ayat 179)
Komentar
Posting Komentar