BAGAIMANA PEMILIHAN PEMIMPIN DALAM ISLAM
(sekilas sejarah kekuasaan Islam)
Pada awalnya ketika di Mekkah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak memiliki kekuasaan. Namun setelah umat Islam hijrah ke Madinah maka mereka telah memiliki kekuasan di Madinah dan Nabi Muhammad saw kemudian menjadi pemimpin negara. Bahwa setelah Nabi Muhammad saw wafat maka umat Islam kemudian terpecah menjadi dua golongan yaitu sunni dan syiah. konflik sunni dan syiah terjadi akibat perbedaan politik tentang siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw setelah wafat.
Syiah menganggap bahwa sewaktu Nabi saw masih hidup beliau telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya, sementara Sunni menganggap bahwa karena Rasulullah tidak pernah berwasiat tentang siapa pengganti beliau sebagai kepala negara maka kepemimpinan haruslah melalui musyawarah kaum muslimin (QS. As syura ayat 38).
Jadi munculnya kelompok Sunni dan Syiah dalam Islam pada pokoknya karena perbedaan politik bukan perbedaan agama, karena mereka semua adalah para sahabat Nabi saw.
Dalam pertarungan politik tentang siapa yang menggantikan Nabi Muhammad saw maka terpilihlah Abu Bakar dalam sebuah musyawarah antara pemuka kaum ansar dan Muhajirin di sebuah tempat di Saqifah Bani Sa'idah, tempat pertemuan warga Madinah.
Bahwa sewaktu Abu Bakar hendak meninggal dunia karena sakit, dia mewasiatkan dengan menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya, sementara Umar sewaktu terbaring sakit menjelang kematiannya karena ditikam, dia membentuk majelis syura yang beranggotakan enam orang sahabat besar yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf, untuk bermusyawarah dan memilih siapa diantara mereka sendiri, maka terpilihlah Usman Bin Affan. lalu saat Usman bin Affan meninggal karena dibunuh maka penggantinya adalah Ali Bin Abi Thalib melalui baiat kaum muslimin.
Jadi terpilihnya 4 (empat) orang khalifah Islam adalah melalui proses yang semuanya tidak sama. Ada yang melalui musyawarah pemuka kaum muslimin, penunjukkan, formatur dalam bentuk majelis syura yang beranggotakan 6 orang dan melalui baiat langsung kaum muslimin.
Setelah Imam Ali bin Abi Thalib meninggal terbunuh maka penggantinya adalah muawiyah yang sejak awal ingin merebut kekuasaan dari Imam Ali Bin Abi Thalib maka sejak saat itu sistem khilafah berubah menjadi kerajaan atau monarki dan ini berlangsung dari masa Bani Umayah, Bani Abbasiyah, sampai jatuhnya kekhilafahan Islam Turki tahun 1924. Pada zaman itu kepemimpinan adalah melalui pewarisan yang didasarkan pada keturunan atau kekerabatan.
Bahwa setelah runtuhnya kekhalifahan Islam Ustmaniyah Turki tahun 1924 maka negara-negara Islam (yang mayoritas penduduknya beragama Islam) kemudian berubah menjadi negara bangsa yang dilandasi oleh nasionalisme.
Saat ini seluruh negara Islam adalah negara bangsa dimana bentuk negaranya masing-masing berbeda, karena berbeda maka beda pula cara memilih pemimpinnya. Ada yang masih memilih pemimpinya melalui keturunan seperti Arab Saudi, Yordania, Qatar, UEA Brunei Darussalam namun Sebagian besar pemimpinnya dipilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat berkat masuknya paham demokrasi dari barat.
jadi berdasarkan tinjauan singkat tentang pemilihan kepemimpinan pemerintahan di dalam Islam maka tidak ada sistem yang baku dimana proses pergantian kepemimpinan mengikuti dinamika politik kekuasaan saat itu.
Memang di dalam alquran dan hadis tidak ada yang mengatur secara tegas tentang bagaimana memilih pemimpin, siapa yang dipilih, dan berapa lama ia berkuasa. Hal ini tampaknya memang merupakan kebijaksanaan Tuhan bahwa masalah kepemimpinan adalah diserahkan kepada kesepakatan umat Islam sendiri melalui proses yang disebut dengan musyawarah (QS. As syura ayat 38).
Namun demikian Islam menekankan bahwa yang paling utama adalah siapapun yang terpilih sebagai pemimpin pemerintahan maka mewajibkan kepada pemimpin itu agar dalam memerintah untuk mengikuti petunjuk Tuhan yaitu menegakkan keadilan dan mengharamkan apa yang Allah haramkan, dan menghalalkan apa yang Allah halalkan.
Pertanyaannya adalah apakah pemimpin yang berkarakter seperti itu dapat terpilih di dalam sebuah negara demokrasi.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar