Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

PEMBENTUKAN DENSUS TIPIKOR DAN KEPERCAYAAN PUBLIK

PEMBENTUKAN DENSUS TIPIKOR DAN KEPERCAYAAN PUBLIK Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Adanya wacana  pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri menuai berbagai pendapat. Banyak yang mendukung pembentukan Densus Tipikor tapi tak sedikit pula yang beranggapan Densus Tipikor tidak perlu dibentuk. Saya sendiri prihatin melihat cara-cara pemerintah dan DPR bereaksi terhadap permasalahan bangsa khususnya dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi. Setiap permasalahan solusinya selalu membuat badan/lembaga baru mulai dari KPK dimana pembentukannya karena polisi dan Jaksa dianggap tidak mampu memberantas korupsi, lalu komisi yudisial, komisi Kejaksaan dan komisi Kepolisian dibentuk  karena lembaga pengawas internal masing-masing institusi penegak hukum tersebut dianggap gagal dalam melakukan pengawasan. padahal kalau dianggap lemah seharusnya fungsi masing-masing lembaga tersebut diperkuat saja dengan memberikan kewenangan lebih dan anggaran yang lebih besa

Catatan untuk Hisbut Tahrir

CATATAN UNTUK HISBUT TAHRIR (HT) Menyaksikan acara ILC semalam dengan tema “PERPPU ORMAS”, ada beberapa catatan yang perlu saya sampaikan kepada pendukung HT. Menurut Hisbut Tahrir Indonesia harus menjadi negara yang bersyariat atau berideologi Islam secara total. Mereka mengatakan bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem atau bentuk pemerintahan yang Islami. Selainnya itu Kufur. Mereka berpandangan akibat sistem sekuler negara bangsa, umat Islam terpecah belah dan terpisah karena batas-batas negara. Intinya mereka bercita-cita menyatukan semua umat Islam di seluruh dunia dalam satu naungan yang namanya Khilafah dan dipimpin oleh seorang yang disebut Khalifah, konsekuensinya adalah menghapus negara bangsa seperti Indonesia, Malaysia, Mesir dan seterusnya. Kalau ini diterapkan, pasti akan ditentang oleh seluruh negara-negara yang mayoritasnya Islam sebut saja Arab Saudi, Yordania, Qatar yang sistemnya adalah kerajaan atau negara yang mayoritasnya Islam tapi adalah negara ban

SIAPAKAH GOLONGAN YANG SELAMAT ITU

SIAPAKAH  GOLONGAN YANG SELAMAT  ITU? Di katakan dalam sebuah Hadist - ini sering disampaikan oleh Khatib dan penceramah - bahwa Yahudi terpecah menjadi  71 golongan, Nashrani  terpecah menjadi 72 golongan, sementara umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu yang selamat yaitu Al-Jama’ah. Siapakah Al-Jamaah itu? Di dalam tubuh umat Islam saat ini berdiri begitu banyak jamaah dan atau organisasi, yang masing-masing memiliki metode dakwah yang beragam, dan tentunya semuanya mengklaim bahwa mereka mengikuti manhaj Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. wahabi mengatakan golongan itu kami , NU dan Muhammadiyah juga berkata demikian. Kelompok mutazilah juga meriwayatkan hadist ini dan mengklaim bahwa hanya kelompoknya saja yang selamat. Syiah juga begitu dan seterusnya. Setiap kelompok tentunya mengklaim bahwa jamaah atau golongannya adalah kelompok yang selamat. Terlepas dari perdebatan apakah hadist tentang pecahnya umat Islam menjadi 73 g

TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA PEMBUKTIAN TERBALIK, ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DAN HAK ASASI MANUSIA

TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA PEMBUKTIAN TERBALIK, ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Masyarakat sempat heboh Ketika KPK menerapkan pembuktian terbalik Tindak pidana pencucian uang terhadap beberapa kasus tindak pidana korupsi tertentu seperti dalam kasus Bahasyim, Laode Nurhayati dan Joko Susilo. Banyak pihak yang mendukung langkah KPK tersebut terutama LSM Pegiat anti korupsi, tapi tidak sedikit yang menentang dengan menganggap KPK telah melanggar Undang-undang karena penerapan pembuktian terbalik murni belum ada dasar hukumnya di dalam perundang-undangan kita. Langkah KPK yang menerapkan pembuktian terbalik secara murni terhadap perkara korupsi dianggap bertentangan dengan beberapa asas yaitu asas praduga tak bersalah, sistem pembuktian negatif/wettelijk negatif, asas tidak mempersalahkan diri sendiri (non-self incrimination) dan asas hak untuk diam (right to remain silent) dan   didalam pasal 66 KUHAP diatur bahwa “tersangka atau