MEMAHAMI ALQURAN DAN HADIS
(Antara Teks dan Konteks)
Ulama memandu kita bahwa untuk memahami ajaran Islam tidak cukup hanya lewat teks tetapi juga harus memahami konteksnya. Dengan cara ini kita dapat membedakan mana nilai lama yang harus tetap dipertahankan dan mana yang kita dapat membuka diri untuk menerima ide dan gagasan baru yang lebih baik. Inilah jalan tengah untuk menjembatani agar umat Islam tidak semata berpikir literal dan tidak juga liberal. Kita tetap menerima dan berpegang pada wahyu namun juga tidak mengabaikan akal.
Bahwa orang yang pemahamanya melulu literal, hanya terpaku pada teks maka sama saja ingin selalu Kembali ke zaman unta dan menutup diri dengan perkembangan zaman. Tipikal kelompok orang seperti ini maka kecenderungannya hanya akan menuduh orang lain bidah yang mengikuti cara Nabi saw secara kontekstual.
misalnya pada jaman Nabi saw, beliau menggunakan siwak untuk membersihkan mulut dan gigi. Nah orang yang pemahamannya literal, semata tekstual maka orang yang membersihkan mulut dan gigi dengan menggunakan sikat gigi disebut bidah (sesat). Bidah adalah Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat.
Sebaliknya orang yang mengikuti cara Nabi saw secara kontekstual maka yang dilihat adalah sunnahnya itu yaitu membersihkan mulut dan gigi, bukan siwaknya dan untuk itu maka siwak bisa diganti dengan sikat gigi.
Untuk memahami alquran dan hadis secara kontekstual maka kita harus mempelajari sebab turunnya alquran (asbabun nuzul) dan sebab turunnya hadis (Asbabul wurud). Hadis yang diucapkan oleh Nabi saw. harus dipahami konteksnya yaitu bagaimana dan mengapa Nabi saw mengeluarkan perkataan itu. Begitu pula dengan para ulama ketika menafsirkan alquran dipengaruhi konteks saat mereka berada dan berkiprah. Memahami konteks akan membantu kita memahami teks.
Tidak sedikit kaum muslim yang salah memahami ayat alquran dan hadis karena mereka tidak memahami konteks ayat dan hadis tersebut. Mereka hanya membaca teks (terjemahan) semata. Mereka tidak membaca tafsir atau syarah dari hadis tersebut.
Tulisan ini memberikan beberapa contoh ayat alquran dan hadis yang harus dipahami konteksnya
PERTAMA
QS. At Taubah ayat 36 yang berbunyi,“Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusirmu. (QS. Al baqarah ayat 191) ATAU Perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka memerangimu semuanya, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang yang bertaqwa (QS. At taubah ayat 36).
Ayat ini konteksnya adalah dalam kondisi perang. Jadi jika terjadi perang melawan orang-orang kafir dan musyrik maka kita boleh menggunakan ayat tersebut. Namun jika dalam kondisi damai maka umat Islam tidak boleh membunuh atau memerangi orang kafir/musyrik karena hal tersebut justru dilarang oleh alquran yaitu ,” barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (QS. Al Maidah ayat 32) dan "Jikalau mereka cenderung kepada perdamaian, maka sambutlah kecenderungan itu, dan berserah dirilah kepada Allah (QS Al-Anfal ayat 61).
Teroris yang mengatasnamakan agama (islam) tidak memahami bahwa Allah SWT. mengharamkan membunuh manusia tanpa alasan yang benar (QS. Al Isra ayat 33). Namun mereka atas nama jihad melakukan bom bunuh diri di tempat keramaian tanpa membedakan siapa saja orang yang akan menjadi korban apakah dia muslim, kafir, orang tua, wanita ataupun anak-anak.
Tingkah laku teroris ini mirip dengan kelompok khawarij dalam sejarah Islam. Nabi saw memang pernah meramalkan bahwa di akhir zaman akan muncul suatu kaum yang perilaku mereka seperti khawarij, dimana ciri mereka adalah umumnya berusia muda namun akal mereka bodoh yaitu sempit cara berpikirnya. pemahaman kaum Khawarij ini dalam memahami alquran cenderung tekstual. Kisah kaum khawarij mengajarkan kepada umat Islam bahwa kesalehan ritual tanpa pemahaman agama yang benar justru bisa membahayakan.
KEDUA
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda, “janganlah kalian mendahului orang-orang yahudi dan nasrani memberi salam. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang diantara mereka, desaklah dia ke jalan yang paling sempit (HR. Muslim)
Apakah hadis diatas dipahami apa adanya sehingga orang-orang kafir dipaksa minggir ketika bertemu dengan kita dijalan. Tentu ini bukan yang dimaksud oleh Nabi sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta.
Secara konteks sosiohistoris, Abu Hurairah yang meriwayatkan hadis diatas baru bergabung dengan Islam setelah perang Khaibar melawan yahudi.
Bahwa Nabi ketika hendak pergi berperang dengan menaiki kendaraan beliau ke tempat perkampungan yahudi dan mengatakan jangan memulai salam pada mereka. Tentu saja, mau perang dengan musuh kok mengucapkan salam. Dan tentu saja dalam suasana mau berangkat perang, kalau ketemu musuh harus menunjukkan kebesaran dengan menguasai jalan hingga mereka terdesak ke pinggir. Jadi hadis diatas diucapkan Nabi dalam konteks perang bukan suasana normal sehari-hari.
KETIGA
Nabi saw bersabda “ aku diperintahkan untuk memerangi (bukan membunuh) manusia hingga mereka mengucapkan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan itu, mereka telah menjaga darah dan harta dariku kecuali dengan hak islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah (HR. Bukhari Muslim)
Bagaimana memahami hadis diatas ?
Benarkah Nabi memaksa setiap orang agar mereka tunduk, takluk dan masuk Islam. Benarkah Islam disebarkan dengan pedang dan memaksa setiap orang masuk Islam?
Tentu tidak karena alquran mengatakan “tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al baqarah ayat 256). Hadis yang bertentangan dengan alquran maka hadis itu harus dipinggirkan.
Menurut Ibnu Hajar dalam fathul bari bahwa “Hadis diatas muncul setelah turunnya perintah perang dalam QS.At taubah yang ditujukan kepada musyrikin. Dengan demikian konteks hadis ini dalam suasana peperangan, bukan dalam suasana normal.
Dengan demikian hadis diatas digunakan untuk menafsirkan surat at taubah ayat 5 “apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, bunuhlah orang-orang musyrik itu dimana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang .
KEEMPAT
Nabi saw bersabda “barang siapa menyerupai suatu kaum,maka dia termasuk bagian dari mereka (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Kalau hadis diatas dipahami tekstual, maka kalau kita makan dengan menggunakan sumpit maka kita sama dengan cina, kita bukan lagi muslim.
Konteks hadist diatas adalah pada masa nabi identitas keislaman menjadi sesuatu yang sangat penting. Lalu bagaimana membedakan antara muslim dan non muslim saat itu ? bukankah mereka sama-sama orang arab yang punya tradisi, bahasa dan pakaian yang sama.
Maka Nabi melakukan politik identitas sebagai tanda loyalitas dan untuk membedakan kaum muslim dan bukan maka umat Islam dilarang menyerupai kaum yahudi, nasrani, musyrik bahkan majusi. maka keluarlah aturan pembeda identitas dari soal kumis, jenggot, sepatu, sandal dan warna pakaian.
Pesannya jelas : berbedalah dengan mereka, jangan menyerupai mereka, karena barang siapa menyerupai mereka, maka kalian sudah sama dengan mereka.
Itulah konteks hadis diatas. Politik identitas dari nabi untuk komunitas Islam saat itu
Kita sekarang menjadi warga dunia. Kondisi sudah berubah. Identitas keislaman tidak akan tergerus oleh asesoris semata. Identitas sekarang adalah akhlak mulia.
Ada hadis lagi. Nabi saw bersabda “berbedalah kalian dengan yahudi, karena mereka shalat tidak pakai sandal dan sepatu (HR. Abu Daud)
Bahwa kondisi masjid di zaman nabi itu tidak pakai lantai hanya beralaskan tanah atau pasir. Maka kita paham konteksnya. Kalau hadis diatas kita pakai sekarang lalu kita masuk masjid pakai sepatu atau sandal ?
Yang dulunya boleh tapi sekarang malah dilarang ketika konteksnya berubah.
Itulah beberapa contoh mengenai beberapa ajaran agama yang tidak harus dipahami secara tekstual tapi juga harus melihat kepada konteksnya supaya kita tidak salah dalam memahami. Namun demikian perlu ditekankan disini bahwa tidak semua ajaran atau petunjuk agama itu harus dikontekskan. misalnya bagaimana cara kita shalat, puasa, zakat dan Haji maka kita tetap harus berpegang sesuai denga napa yang dicontohkan oleh Nabi Saw.. Nabi saw bersabda, “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari)
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar