Langsung ke konten utama

PEMANGKASAN ANGGARAN DAN LANGKAH MENUTUPI KEBOCORAN ANGGARAN

PEMANGKASAN ANGGARAN DAN LANGKAH MENUTUPI KEBOCORAN ANGGARAN

Bahwa Presiden Prabowo Soebianto telah meminta agar anggaran pemerintah pada APBN dan APBD TA 2025 dipangkas sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, anggaran K/L diminta untuk diefisiensikan sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun. 
(https://www.tempo.co/ekonomi/prabowo-pangkas-anggaran-berikut-respons-beberapa-kementerian)

Tidak sedikit yang mengkritik kebijakan Prabowo ini, namun terlepas dari pro dan kontra kebijakan ini tentunya apa yang sudah diputuskan oleh Presiden telah melalui kajian dan pemikiran yang matang. 

PRESIDEN Prabowo Subianto melakukan Pemotongan anggaran kementerian bukan tanpa alasan. Beban APBN dalam membayar utang semakin berat. Karena itu pemerintah mengambil Langkah untuk berhemat sementara waktu. Anggaran yang dipotong pun umumnya adalah anggaran yang rawan pemborosan dan korupsi seperti rapat, seremoni dan perjalanan dinas. proyek-proyek yang tidak mendesak atau proyek-proyek yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat itulah yang dipangkas.

Diharapkan dengan kebijakan ini, pemerintah bisa berhemat lebih dari Rp500 triliun, yang akan dialokasikan kembali untuk pembangunan infrastruktur vital seperti sekolah, jembatan, jalan raya, dan sarana umum yang selama puluhan tahun terbengkalai. Prabowo tampaknya menginginkan seluruh pejabat melakukan penghematan, antikorupsi, dan kerja keras untuk rakyat. Kebijakan pemangkasan anggaran ini mungkin tidak populer bagi seorang politisi tapi itu adalah Langkah membawa Indonesia ke arah yang lebih maju dan berdaulat.

Prabowo lebih memilih melakukan penghematan anggaran daripada mengambil kebijakan pintas dengan cara berutang yang selama ini menjadi kebiasaan presiden-presiden terdahulu. Langkah yang diambil Prabowo bukan tanpa dasar. setiap tahun melalui APBN dan APBD pemerintah terus melakukan Pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam konstitusi, namun demikian Pembangunan belum memberikan kesejahteraan kepada mayoritas rakyat Indonesia, jumlah penduduk miskin masih tinggi, pengangguran masih banyak, Pendidikan semakin mahal dan Kesehatan semakin tidak terjangkau. Salah satu penyebabnya disinyalir karena penggunaan APBN dan APBD selama ini tidak menyentuh langsung kepada kepentingan Masyarakat banyak. Belanja APBN/APBD belum memberikan dampak optimal bagi kesejahteraan rakyat dan pemenuhan hak-hak dasar warga negara. tidak sedikit proyek-proyek besar yang menelan biaya besar yang dibiayai oleh pemerintah pusat melalui APBN maupun pemerintah daerah melalui APBD hanya memboroskan anggaran sedangkan manfaatnya justru tidak dirasakan oleh Masyarakat atau tidak menguntungkan bagi negara. salah satu penyebab terbesar disinyalir karena adanya kebocoran di dalam APBN dan APBD. Belanja APBN dan APBN  selama ini boros, kurang efektif, tidak akuntabel, dan  kurang transparan. 

Riset dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap fakta terkait pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). menunjukkan bahwa sekitar 40% dari total APBN mengalami kebocoran setiap tahun dan mengalir ke kantong para koruptor.

Hal yang sama pernah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto sebelumnya, yang pernah mengungkap bahwa sekitar 40-45 persen anggaran APBN mengalami kebocoran. (https://www.suara.com/bisnis/2024/10/23/103215/pr-berat-prabowo-40-duit-apbn-bocor-dan-mengalir-ke-kantong-koruptor)

Bahwa Kalau setiap tahun APBN kita yang nilainya ribuan triliun itu bocor 40% maka sudah belasan ribu triliun uang negara yang hilang percuma. Uang negara yang hilang itu bisa untuk membayar utang seluruh negara kita saat ini.

Masalah kebocoran anggaran ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama namun kurang mendapat perhatian dari pemerintah dalam bentuk kebijakan politik dan hukum yang sungguh-sungguh untuk menghentikan kebocoran anggaran ini. Di sini kita bisa melihat bagaimana pemerintah begitu lemah dalam manajemen pengelolaan negara maupun penegakan hukum.

Bahwa kalau kita mau menelusuri dimana letak kebocoran anggaran negara tersebut ataupun berapa banyak dana-dana Pembangunan yang hilang begitu saja, maka disini ada beberapa contoh kasus yang pernah diberitakan namun sampai saat ini dibiarkan begitu saja dan tidak terjamah oleh hukum.  

PERTAMA, Mega skandal transaksi Rp 300 Triliun (tepatnya sekitar 349 T) di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai yang diungkap Menkopolhukam Machfud MD pada 8 Maret 2023 di Universitas Gajah Mada. PPATK membenarkan mega skandal ini dan awalnya menyebut ada unsur korupsi disitu. 69 pegawai depkeu di duga terlibat dalam skandal ini dan Jumlahnya kemudian membengkak menjadi 460 pegawai. Ketua PPATK Ivan Yustiavananda mencoba berkilah bahwa unsur korupsinya sangat kecil disitu. Yang besar justru pencucian uang.

Namun terlepas apakah itu korupsi atau pencucian uang, kasus ini kemudian menguap begitu saja tanpa proses hukum dan media tidak lagi meliput dan menelusuri mega skandal ini.  Pertanyaannya ada berapa banyak duit pajak dan beacukai yang hilang dan seharusnya bisa digunakan untuk Pembangunan atau membayar utang-utang kita supaya bisa lepas dari jerat utang kepada Lembaga asing. 
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230315113737-12-925287/jejak-transaksi-janggal-rp300-triliun-yang-diungkap-mahfud-md)

KEDUA, dugaan korupsi yang di duga dilakukan oleh Menneg BUMN Erick Thohir bersama dengan abangnya Garibaldy ‘Boy’ Tohir. kasus ini dilaporkan LSM Konsumen Cerdas Hukum (KCH) kepada KPK.  Dia dilaporkan telah menggangsir duit Telkomsel sekitar Rp 3,2 T. 
Caranya? Dia mengarahkan Telkomsel untuk membeli saham GoTo, yang secara akumulatif bernilai Rp 6,3 T.  Setelah pembelian saham tersebut harga saham GoTo terus merosot, sehingga Telkomsel merugi sekitar Rp 3,2 T. Di sisi lain GoTo diuntungkan sebesar itu atau Rp 3,2 T. Para pengamat, pelaku dan pakar bisnis mensinyalir ada permainan di situ. 
(https://rmol.id/publika/read/2023/02/27/564890/skandal-goto-cara-mudah-menggangsir-duit-negara)

KETIGA, adanya bisnis  PCR yang dilakukan oleh Erick Tohir  bersama Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan di tengah pandemi Covid yang membuat hidup rakyat makin susah. bisnis PCR tersebut konon berhasil meraup duit Rp 10 T lebih. bisnis PCR tersebut dianggap tak pantas dilakukan kedua menteri tersebut karena berada dalam kewenangannya, dan karena itu dana Rp 10 T harus disita masuk kas negara. 
(https://nasional.kompas.com/read/2021/11/04/14110671/luhut-dilaporkan-ke-kpk-soal-bisnis-pcr-ubir-kita-tak-khawatir

KEEMPAT. Kasus dugaan kebocoran dana bantuan sosial (bansos) yang nilainya mencapai Rp 250 triliun. Kasus ini diungkap oleh Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut bahwa dari total anggaran bansos sebesar Rp500 triliun, hanya separuhnya yang benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak. Lalu kemana yang lainnya ?
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman,telah  meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut namun sampai saat ini kita belum melihat tindaklanjutnya.
https://fajar-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/fajar.co.id/2025/02/10/luhut-bongkar-hanya-separuh-dari-rp500-t-bansos-yang-sampai-ke-rakyat-kpk-di

KELIMA. Kasus dugaan korupsi dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyebutkan bahwa 36,67% dari proyek PSN diduga di korupsi.
Jika laporan ini benar, maka antara tahun 2016 hingga 2023 terdapat 190 PSN dengan total nilai Rp 1.515 triliun. Artinya, lebih dari Rp 500 triliun diduga telah dikorupsi. 

Bahwa sebagaimana diketahui PSN adalah proyek nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak swasta, namun anggarannya disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah juga membantu dalam penyediaan dan pembebasan tanah yang diperlukan dengan tujuan mempercepat proses pembangunan yang strategis. 
(https://nasionalnews.co.id/proyek-strategis-nasional-quo-vadis/)

KEENAM, Banyak Perusahaan Perkebunan kelapa sawit tidak membayar pajak kepada negara padahal telah menggunakan Kawasan hutan lindung secara illegal. Namun dugaan korupsi tersebut tidak diusut karena adanya kebijakan pemerintah yang akan memutihkan 3,3 juta hektare lahan sawit yang berada di kawasan hutan milik para pengusaha besar tersebut. Maksudnya lahan sawit illegal yang sudah terlanjur dibuka dan berjalan itu akan dibuat legal supaya mereka bayar pajak. Jadi selama ini ternyata mereka tidak pernah bayar pajak. 
(https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230626124431-92-966622/luhut-sebut-pemerintah-terpaksa-akan-memutihkan-33-juta-hektare-lahan

Kebijakan pemerintah ini sekali lagi menandakan pemerintah lemah dalam penegakan hukum Ketika berhadapan dengan korporasi besar. Bandingkan dengan kasus Duta Palma Group yang kasusnya diusut dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena menyerobot kawasan hutan lindung sehingga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 100 triliun. 
https://nasional.kompas.com/read/2024/10/04/07364651/fakta-seputar-kasus-korupsi-duta-palma-group-perusahaan-surya-darmadi?page=all.

Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang merugikan keuangan negara yang bisa diburu untuk menambah pendapatan negara seperti Perusahaan batu bara yang belum bayar atau kurang bayar royalty kepada negara yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah. Potensi pendapatan inilah yang seharusnya dikejar oleh negara. Bahkan kalau bisa ancam mereka untuk diproses secara hukum kalau tidak mau membayar.

Bahwa bila pemerintah tidak membenahi sektor-sektor yang membuat negara kehilangan kekayaannya seperti kebocoran pajak, hilangnya dana Pembangunan dan sebagainya maka segala upaya yang dilakukan seperti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum akan kurang berarti untuk memperbaiki negara ini.  Nasib rakyat tidak akan berubah tetap saja miskin, pengangguran banyak, biaya hidup, pendidikan, dan harga sembako semakin sulit dijangkau oleh rakyat.
Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel Pemerintah Jokowi-JK untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sesuai dengan janjinya, berencana   membelanjakan 5000 triliun lebih selama lima tahun untuk infrastruktur. Dengan proyek-proyek infrastruktur, biaya logistik nasional dapat lebih rendah, lapangan kerja yang tersedia dapat mengurangi pengangguran, volume BBM bisa ditekan. Proyek infrastruktur ini tersebar di berbagai Kementerian dan di Pemerintah Daerah. masalah utama yang dihadapi ada dua yaitu pembebasan tanah dan masalah hukum. Pembebasan tanah akan diupayakan dengan mengundang partisipasi masyarakat. Namun masalah hukum, khususnya kekhawatiran Pimpinan Proyek (Pimpro) untuk mengambil keputusan, akan membuat seluruh proyek itu akan berjalan lambat. Keterlambatan proyek akan membuat konsekuensi besar ke eskalasi biaya, kualitas pekerjaan dan pelayanan publik. Presiden Jokowi dan JK i...

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD 1945). BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 6 ayat (2) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan ,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuang...