Langsung ke konten utama

MELEPASKAN DIRI DARI JEBAKAN UTANG

MELEPASKAN DIRI DARI JEBAKAN UTANG 

Dalam ilmu kedokteran diagnosa adalah hal yang paling penting dalam penyembuhan penyakit pasien. Sehebat apapun ilmu dan pengetahuan seorang dokter bila dia tidak melakukan diagnosa yang benar dan jujur tentu penyakit pasien itu tidak akan sembuh-sembuh. Malah penyakitnya akan bertambah parah akibat salah obat atau overdosis.

Inilah yang terjadi pada Indonesia pada saat terkena krisis ekonomi pada tahun 1997. Indonesia menjadi pasien International Monetary Fund (IMF) untuk memulihkan ekonomi yang sedang krisis akibat jatuhnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar. IMF kemudian memberikan resep agar indonesia bisa keluar dari krisis yaitu pertama penerapan kurs mengambang, kedua menaikkan suku bunga untuk mencegah inflasi dan pelarian modal, ketiga menghilangkan hambatan perdagangan dan liberalisasi system finansial, keempat tigh money policy atau kebijakan uang ketat dengan mengurangi belanja pemerintah.

Saran IMF tersebut ternyata tidak membuat indonesia keluar dari krisis tetapi malah membuat krisis ekonomi Indonesia semakin parah dan menyeluruh. Penerapan kurs mengambang justru membuat nilai rupiah semakin jatuh dari Rp. 2.130/US$ menjadi Rp. 16.000/US$. Ini memicu naiknya harga-harga dan utang luar negeri membengkak dan gagal bayar. Lalu kebijakan menaikkan suku bunga membuat sektor riil banyak yang jatuh sehingga pengangguran membengkak akibat PHK massal. Sedangkan kebijakan menghilangkan hambatan perdagangan dan liberalisasi finansial menyebabkan aset-aset negara yang bagus-bagus berpindah ke asing. Sedangkan kebijakan uang ketat dengan mengurangi belanja negara mengakibatkan hilangnya berbagai subsidi buat rakyat, termasuk Pendidikan dan Kesehatan akibatnya Pendidikan dan Kesehatan makin mahal pada saat rakyat kesulitan uang.

Namun meskipun demikian kita tidak pernah belajar dari pengalaman. pemerintah sejak masa orde baru yang berkuasa selama 32 tahun sampai sekarang masih terus bergantung dengan resep-resep dari IMF untuk menentukan arah dan kebijakan ekonomi nasional yang sebenarnya hanya menguntungkan kepentingan globalis. Menyerahkan masa depan negara kepada IMF dan patnernya bank dunia melalui resep-resep Pembangunan yang mereka berikan  adalah sangat berisiko dan ini terbukti kemudian ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. Bahwa kalau memang resep-resep ekonomi yang diberikan IMF itu efektif maka tentunya Indonesia sekarang sudah menjadi negara maju dan bebas hutang tetapi yang terjadi justru sebaliknya, negara semakin jatuh dalam jebakan hutang dan ekonomi Indonesia semakin liberal. 
Bandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang menolak mengikuti IMF Ketika menghadapi krisis 1997, umumnya mereka lebih cepat berhasil keluar dari krisis ekonomi seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Pemimpin Malaysia Dr. Mahathir dengan percaya diri menolak resep IMF untuk ikut campur dalam gejolak ekonomi dan politik di Malaysia. Hasilnya Malaysia cepat memulihkan stabilitas ekonomi dan finansialnya.  

Bahwa sementara Indonesia, sejak Presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY dan Joko Widodo kita terus bergantung dengan IMF untuk menata ekonomi Indonesia. Di bawah IMF dan Bank Dunia Indonesia semakin dibawa memasuki liberalisasi ekonomi tanpa batas. Tidak sedikit Solusi IMF yang dipaksakan kepada pemerintah justru membuat Indonesia semakin dikuasai asing. Melalui deregulasi dan Privatisasi Perusahaan-perusahaan asing bisa masuk ke segala sektor ekonomi mulai dari perbankan, Perkebunan, pertambangan, perikanan, kelistrikan,pengadaan air bersih sampai ke bisnis hotel, restoran, property, otomotif, televisi dan ritel (eceran). Kepemilikannya bisa sampai 100% padahal negara-negara umumnya membatasi kepemilikan asing hanya sampai 30%.

IMF bersama bank dunia dan WTO telah menyebabkan banyak penderitaan di banyak negara di dunia ketiga termasuk Indonesia. Akibat terus mengikuti saran IMF maka hutang Indonesia terutama pada masa Presiden Joko Widodo yang berkuasa selama 10 tahun itu terus bertambah.  hingga saat ini hutang Indonesia  telah mencapai Rp 8.680,13 triliun (https://www.tempo.co/ekonomi/menjelang-akhir-tahun-2024-utang-pemerintah-tembus-rp-8-680-13-triliun-) 

Akibat hutang yang semakin sulit dibayar itu maka kita semakin jauh dari tujuan bernegara.  Masa depan negara semakin suram. Bangsa Indonesia jatuh dalam jebakan hutang sehingga pemerintah mudah didikte. Berapa banyak industry strategis akhirnya tidak bisa berkembang karena tekanan IMF seperti pada Industri pesawat terbang Indonesia (IPTN) dan grup Texmaco. IPTN lumpuh dan Texmaco mangkrak karena dihentikan dananya oleh pemerintah sebagai persyaratan hutang yang diberikan oleh IMF pada saat krisis 1998. 

Mengapa IMF ingin dua industry strategis Indonesia ini diamputasi sebagai resep yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia ? 
Jawabannya sederhana, sebab baik IPTN maupun Texmaco sama-sama mengembangkan potensi industry manufactur. IPTN berupaya mengembangkan potensi dirgantara, sehingga Indonesia bisa menjaga kedaulatan udaranya dengan pesawat-pesawat buatan sendiri, sekaligus memudahkan penduduknya untuk menjelajahi tanah airnya yang luas lewat penetrasi udara. Sedang texmaco, dengan kemampuan teknologinya yang advance bisa menyediakan mesin apa saja yang dibutuhkan negeri ini untuk industrialisasi mulai dari mesin tekstil, tractor tangan, mesin bubut, pengolah padi, kedelai, jagung sampai pembangkit Listrik, mesin kapal dan tentu saja otomotif. Texmaco mempunyai potensi besar untuk mengembangkan teknologi Indonesia di darat dan di laut. Bahkan dia telah membuat mobil dengan kandungan lokal diatas 85% termasuk blok mesinnya sebelum krisis menghantam Indonesia tahun 1997. Tanpa disadari, pelan tapi pasti, IMF mengembalikan Indonesia ke titik nol lewat krisis dan mengarahkannya sekedar menjadi pasar. Itu sedikit gambaran bagaimana Indonesia tidak bisa lagi mandiri dalam menentukan arah dan strategi kebijakan ekonomi sendiri. 

Bahwa akibat liberalisme pula, kebijakan Pembangunan ekonomi pemerintah juga lebih banyak berpihak kepada pengusaha-pengusaha besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Padahal penyumbang terbesar dari perekonomian Indonesia adalah dari sektor usaha kecil dan menengah (UKM) ini. 
Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha. UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68% dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89%. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%. 
(https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13317/umkm-bangkit-ekonomi-indonesia-terungkit.html)

Dari data diatas seharusnya pemerintah lebih berpihak kepada UMKM karena lebih memiliki peluang untuk memperbesar kesempatan kerja sementara modal besar yang masuk sangat kecil fungsinya dalam pengadaan kesempatan kerja. Bukankah persoalan dasar bangsa ini adalah kemiskinan absolut dan pengangguran.

Ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak inilah yang sebenarnya ingin diwujudkan oleh rakyat indonesia yang dulu memperjuangkan kemerdekaan bukan dengan memanjakan pengusaha besar dengan memberikan mereka jutaan hektar lahan untuk Perkebunan dan kehutanan.
Ekonomi kerakyatan itu pada intinya adalah  pemberdayaan para pengusaha kecil. Nah titik tolak pemberdayaan itu hanya ada dua yaitu pertama SDM yang menggerakkan bisnis itu. Kedua menyangkut aspek permodalan. Dalam hal ini adalah bagaimana perbankan menyalurkan dananya kepada pengusaha kecil.

Jadi dalam pembangunan Jangan hanya pengusaha besar yang dimanjakan. Kita harus memberi kesempatan yang adil kepada semua pelaku ekonomi untuk membangkitan pertumbuhan ekonomi rakyat termasuk kepada UMKN ini. UMKN harus diberdayakan dengan mengucurkan modal usaha kepada mereka. Ekonomi harus mencerminkan persamaan dan keadilan. Kebijakan ekonomi jangan hanya menguntungkan pengusaha besar saja tapi juga memperhatikan kepentingan Masyarakat. Alquran menegaskan ... agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu (QS. Al Hasyr ayat 7)

Bahwa pemerintah Presiden Prabowo saat ini tampaknya berada di jalur yang benar dalam menata negara kedepan supaya lebih mandiri dan berdaulat. Ditengah kesulitan APBN dalam membiayai Pembangunan, beliau lebih memilih berhemat dan efisien dalam pembelanjaan Pembangunan daripada harus berutang lagi. 
(https://news.detik.com/berita/d-7777545/di-world-government-summit-prabowo-sebut-efisiensi-anggaran-hemat-usd-20-m)

Kita berharap beliau lebih mengembangkan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat. Ini bisa dilakukan dengan memudahkan mereka dalam mendapatkan kredit. Bahkan kalau bisa pemberian kredit  kepada UKM dilakukan tanpa agunan. kekhawatiran bahwa mereka tidak bayar utang adalah tidak benar karena fakta selama ini pengusaha kecil dan menengah lebih taat bayar utang daripada pengusaha besar. Sebagai bukti kredit untuk pengusaha besar yang jumlahnya triliunan rupiah itu lebih banyak yang macet (https://www.merdeka.com/uang/menkop-ukm-kredit-macet-lebih-banyak-dilakukan-pengusaha-besar.html)

Bahwa tim ekonomi neolib yang selama ini menukangi kabinet ekonomi banyak presiden Indonesia sebenarnya telah gagal menata ekonomi Indonesia yang mandiri. Modal mereka hanya terus berutang dan pada saat yang sama memaksa untuk menghemat Pembangunan dalam bentuk mengurangi subsidi untuk rakyat.
Ilmu yang mereka pelajari di kampus-kampus hebat di luar negeri, di AS dan negara-negara besar lainnya tidaklah berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Ilmu mereka hanya berguna untuk kaum pemodal (kapitalis) yang dapat julukan mulia, investor. Sementara di sisi lain keberpihakan kepada rakyat banyak sangat lemah.

Pemerintah seharusnya memberikan kesempatan kepada tim ekonomi yang lebih kreatif dalam mencari dana Pembangunan tanpa harus mengandalkan hutang, yang berani berjibaku dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka yang berani mengatur ulang pembagian kontrak-kontrak penjualan sumber daya alam dan mineral yang selama ini merugikan negara serta mencegah penyelundupan dan kebocoran anggaran negara. Bila pemerintah tidak membenahi sektor-sektor yang membuat negara kehilangan kekayaannya seperti kebocoran pajak, renegoisasi kontrak bagi hasil tambang yang merugikan negara maka segala upaya yang dilakukan seperti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum akan kurang berarti untuk memperbaiki negara ini.  Nasib rakyat tidak akan berubah tetap saja miskin, pengangguran banyak, biaya hidup, pendidikan, dan harga sembako semakin sulit dijangkau oleh rakyat.

Bahwa sudah saatnya pemerintah secara perlahan melepaskan diri dari jerat IMF, Bank dunia dan WTO. Semua Lembaga itu sebenarnya adalah kepanjangan tangan dari imprealisme dan kolonialisme baru. Sekarang penjajahan bukan lagi dalam bentuk penindasan fisik karena itu hanya akan menimbulkan reaksi patriotis dari rakyat negara jajahan itu, sekarang penjajahan berganti dengan cara halus sehingga negara yang dijajah tidak lagi merasa dijajah. Mereka datang seolah-olah sebagai sinterklas dengan dalih membantu dalam bentuk hutang namun motifnya sebagai penjajah tetap sama yaitu masalah perut, penguasaan sumber kekayaan alam dan pasar. Mereka seolah-olah membantu tapi ujungnya adalah jebakan dalam bentuk pengambilalihan kedaulatan negara. Apabila pemerintah negara tersebut tidak mau tunduk maka wajah bengis mereka muncul dalam bentuk yang asli. Itulah yang mereka lakukan kepada Moammar Khadafi di Libya, Saddam Husein di Irak dan Bashar Assad di Suriah dan banyak pemimpin negara-negara lain yang tidak mau tunduk kepada mereka. Saya rasa Prabowo Subianto sangat paham mengenai hal ini. 
Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel Pemerintah Jokowi-JK untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sesuai dengan janjinya, berencana   membelanjakan 5000 triliun lebih selama lima tahun untuk infrastruktur. Dengan proyek-proyek infrastruktur, biaya logistik nasional dapat lebih rendah, lapangan kerja yang tersedia dapat mengurangi pengangguran, volume BBM bisa ditekan. Proyek infrastruktur ini tersebar di berbagai Kementerian dan di Pemerintah Daerah. masalah utama yang dihadapi ada dua yaitu pembebasan tanah dan masalah hukum. Pembebasan tanah akan diupayakan dengan mengundang partisipasi masyarakat. Namun masalah hukum, khususnya kekhawatiran Pimpinan Proyek (Pimpro) untuk mengambil keputusan, akan membuat seluruh proyek itu akan berjalan lambat. Keterlambatan proyek akan membuat konsekuensi besar ke eskalasi biaya, kualitas pekerjaan dan pelayanan publik. Presiden Jokowi dan JK i...

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD 1945). BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 6 ayat (2) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan ,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuang...