MEMBAHAS ALIRAN DAN MADZHAB DALAM ISLAM
(Memahami perbedaan dan sikap kita terhadapnya)
Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun masa Kenabian Muhammad saw. 13 tahun masa periode Mekkah dan 10 tahun masa periode Madinah. Alquran ini dibacakan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad saw kepada para sahabat dan para sahabat kemudian menghafalnya. Lembaga Pendidikan islam pertama disebut as suffah, yaitu suatu tempat diserambi masjid Nabawi dimana Nabi mengajarkan alquran kepada para sahabat yang rata-rata mereka hidup miskin.
Ajaran agama Islam yang terdapat di dalam alquran itu pada umumnya hanya dalam bentuk prinsip-prinsip tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai perincian dan pelaksanaannya. Masalah penjelasan dan pelaksanaannya lebih lanjut diserahkan kepada Nabi Muhammad saw. Shalat misalnya hanya diberikan dalam bentuk perintah (aqimush shalata) tanpa ada petunjuk rinci berapa jumlah rakat dan tata cara pelaksanaannya. Nabilah yang menjelaskan berapa rakat untuk masing-masing shalat wajib itu dan sekaligus memberikan contoh pelaksanaan shalat itu melalui sunnahnya. Begitu pula dengan semua permasalahan agama yang lainnya. Pada masa Nabi Muhammad saw masih hidup, semua permasalahan agama yang tidak dipahami oleh para sahabat ditanyakan langsung kepada Nabi Muhammad saw.
Setelah Nabi Muhammad saw wafat maka Kegiatan pengkajian alquran dan hadis ini dilanjutkan oleh para sahabat. orang-orang yang ingin mengetahui masalah agama kemudian bertanya kepada para sahabat dan pendapat para sahabat itu kemudian dijadikan dasar hukum. Itulah kemudian muncul madzhab yang dinisbahkan kepada para sahabat seperti madzhab umar bin Khattab, Madzhab Abu bakar, Madzhab Ali, Aisyah, Abdullah ibnu masud dan sebagainya. Terkadang dalam hal tertentu para sahabat ini sering berbeda pendapat dalam menentukan hukum-hukum agama, hal ini Karena ilmu para sahabat itu juga berbeda-beda tergantung interaksi dan kedekatan mereka dengan Rasulullah. Misalnya Imam Ali Bin Abi Thalib berpendapat bahwa bacaan bismillah itu dikeraskan Ketika membaca alfatiha sementara sahabat lain seperti Abu Hurairah berpendapat bahwa bacaan bismillah tidak perlu dikeraskan sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Usman.
Setelah para sahabat meninggal dunia, orang-orang Islam kemudian bertanya masalah agama kepada para tabiin yang merupakan mantan murid para sahabat, sehingga kemudian muncul madzhab-madzhab dari para tabiin seperti madzhab Said bin Al-Musayyib, madzhab Urwah bin Az-Zubair, madzhab Atho bin Rabah, Madzhab hasan basri, Madzhab Mujahidd, madzhab Thawus bin kisan dan sebagainya.
Jadi dahulunya madzhab itu banyak sekali. Ada yang kemudian hilang ditelan zaman seperti madzhab Khawarij dan ada juga yang masih bertahan dan dikenal sampai saat ini. Madzhab yang bertahan dan dikenal sampai saat ini adalah karena dulunya mendapat dukungan dari penguasa.
Madzhab-madzhab yang kita kenal seperti Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab syafii dan madzhab hambali ini tumbuh dan berkembang karena didukung dan mendapat sokongan dari penguasa saat itu terutama pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Para Penguasa mewajibkan para penduduk untuk mengikuti madzhab yang didukung oleh penguasa saat itu. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur misalnya pernah mewajibkan semua penduduk untuk mengikuti madzhab Maliki walaupun imam malik bin Anas sendiri tidak setuju madzhabnya dijadikan madzhab negara. Khalifah Harun Al-Rasyid pernah mengatakan ingin menggantung kitab Al muwatah di dinding kabah dan mewajibkan semua orang untuk mengikuti madzhab maliki.
Madzhab Hanafi mulai berkembang pada masa sultan Al hadi, sultan harun ar Rasyid, dan sultan al mahdi karena dinasti abasyiah pada waktu itu mengangkat Abu yusuf sebagai kadi (Hakim). Abu Yusuf adalah murid Imam Abu Hanifah dan Abu yusuf diberi wewenang untuk mengangkat dan menentukan kadi dalam suatu daerah dan tentunya Abu yusuf hanya mengangkat orang-orang yang mengikuti madzhabnya yaitu hanafi. Harun Al Rasyid sendiri sangat hormat dengan Abu yusuf karena alasan politik. Dahulu ayahnya Al hadi bermaksud untuk tidak menyerahkan kekuasaan kepada Harun Ar Rasyid, namun karena saran dari Abu Yusuf agar menyerahkan kekuasaan kepada Harun Ar Rasyid, maka jadilah kemudian Harun Ar Rasyid menjadi khalifah.
Sementara Madzhab syafii tumbuh dan berkembang di mesir adalah setelah Sultan Salahuddin al ayubi menguasai mesir dan kemudian mewajibkan semua orang untuk mengikuti madzhab syafii. Tapi setelah kekuasaan dipegang oleh penguasa yang berpegang pada madzhab Hanafi maka madzhab syafii kemudian diganti dengan madzhab Hanafi. Sehingga di mesir sekarang orang-orang yang tinggal didesa-desa mengikuti madzhab syafii sementara orang-orang kota mengikuti madzhab Hanafi. Mirip di Indonesia dimana orang-orang kota umumnya mengikuti Madzhab Muhammadiyah sementara pengikuti NU umumnya di kampung atau desa-desa bermadzhab syafii.
Madzhab hambali mendapat sokongan pada saat khalifah Al mutawakil berkuasa. Namun madzhab Hambali ini mempunyai pengikuti lebih sedikit dari madzhab-madzhab lain seperti Hanafi, maliki dan syafii. salah satu pecahan madzhab imam hambali adalah madzhab ibnu taimiyah. Ibnu taimiyah sendiri adalah murid imam Ahmad bin hambali dan melanjutkan madzhab hambali walaupun dalam hal tertentu banyak berbeda dengan gurunya.
Madzhab Imam Ibnu taimiyah kemudian memiliki cabang-cabang lagi diantaranya adalah madzhab Muhammad bin abdul Wahab (wahabi). Tapi setelah keluarga ibnu saud berkuasa di arab Saudi maka madzhab wahabi kemudian berkembang dengan besar karena mendapat dukungan dari kerajaan sebagai madzhab resmi negara apalagi setelah ditemukan sumur minyak membuat madzhab wahabi kemudian menyebar ke seluruh dunia berkat dukungan dana yang besar. Madzhab wahabi ini kemudian bertransformasi diri menjadi salafi dan sekarang di Indonesia dikenal dengan jargon pencinta sunnah.
Jadi adanya dukungan penguasa inilah yang membuat madzhab-madzhab itu berkembang dan dikenal oleh banyak masyarakat. madzhab syiah (Jafari dan zaidiyah) yang dulunya sempat tenggelam karena pemeluknya banyak dipersekusi pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abasiyah tetap bertahan berkat konsep taqiyah dan sekarang berkembang menjadi besar setelah mendapat dukungan dari pemerintah Iran dan Yaman.
Jadi madzhab-madzhab yang dikenal dan kemudian dianut oleh banyak umat Islam saat ini adalah karena madzhab itu pada zamannya mendapat dukungan dari penguasa yang bahkan mewajibkan penduduk untuk menganut madzhab itu.
KEPADA SIAPA PARA IMAM MADZHAB ITU BERGURU.
Bahwa mengenai pendiri para madzhab-madzhab itu perlu dijelaskan bahwa mereka sebenarnya adalah berguru kepada yang lain.
Imam Malik pernah berguru pada Imam Jafar as shadiq (Cicit Nabi Muhammad saw). Imam Malik pernah memuji Imam Jafar dengan mengatakan ”tidak ada orang yang se zuhud Imam Jafar, setiap aku datang ke tempatnya tidak ada yang aku dapatkan kecuali dia sedang shalat, sedang membaca alquran atau sedang berpuasa.
Imam Abu Hanifah juga pernah berguru kepada Imam Jafar as shadiq selama 2 tahun dan dia berkata “kalau tidak ada 2 tahun bersama Imam Jafar maka celakalah Nu’man (nama asli dari Imam Abu Hanifah).
Kelak Imam Malik memiliki murid yang sangat cerdas bernama Abu Idris as syafii. Imam Syafii juga akhirnya punya murid bernama Imam Ahmad bin Hambal yang kelak menjadi pendiri madzhab hambali. salah seorang murid Abu Hanifah yang bernama Assyaibani juga belajar kepada Imam Malik dan membawa hadis-hadis Imam Malik dan memasukkannya ke dalam madzhab Abu Hanifah.
Jadi kalau kita baca sejarah semua madzhab-madzhab yang terkenal dan dianut oleh mayoritas umat Islam itu sebenarnya saling berguru satu sama lain, Namun dalam perkembangan sejarahnya justru masing-masing pengikut madzhab-madzhab Islam ini saling menafikan satu sama lain dengan menganggap madzhabnya adalah yang paling unggul. Begitulah, orang yang berilmu dan berwawasan luas umumnya cenderung toleran sementara yang kurang berilmu lebih cenderung fanatik buta karena sempitnya wawasan.
Bahwa dalam pembagiannya kemudian orang menyebut madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali sebagai madzhab khulafa sementara madzhab Jafari bergabung dalam madzhab ahlul bait/syiah.
Madzhab khulafa sendiri terbagi lagi menjadi dua yaitu yang disebut ahlul ra’yi dan ahlul hadis. Ahlul ra'yi dan ahlul hadis adalah dua kelompok pemikiran hukum Islam. Ahlul hadis berpedoman pada sunnah Rasulullah, sedangkan ahlul ra'yi berpedoman pada akal dan ijtihad.
Abu Hanifah termasuk tokoh ahlul ra’yi karena tinggal di Kufah sementara Imam Malik adalah ahlul hadis karena tinggal di Madinah. Kemudian Imam syafii berusaha memadukan ahlul ra’yi dan ahlul hadis, sementara Imam Ahmad bin Hambali menganut ahlul hadis dan tidak menyukai ra’yu, ucapannya yang terkenal adalah “aku lebih suka menggunakan hadis dhaif daripada menggunakan ra’yu karena agama tidak bisa di logikakan. Inilah sebenarnya akar slogan dari pengikut wahabi salafi yang selalu mengatakan Kembali kepada alquran dan sunnah karena mereka berpegang kepada madzhab hambali yang dianut oleh kerajaan Arab saudi.
Saat ini madzhab madzhab tersebut diatas diikuti oleh lebih dari satu miliar muslim. Madzhab hanafi populer di anak benua India, asia Tengah, Turki dan balkan. Madzhab maliki menonjol di Afrika Utara dan barat. Madzhab syafii dipraktekkan di Mediterania Timur, mesir, Afrika Timur dan Asia Tenggara, sedangkan madzhab hambali terbatas di jazirah Arab.
Bahwa dalam perkembangannya ajaran agama Islam semakin berkembang bukan hanya dalam lapangan ilmu fiqh yang melahirkan banyak madzhab dalam Islam tetapi juga berkembang melalui pemikiran para ulama yang kemudian melahirkan banyak disiplin keilmuan lain seperti ilmu tafsir alquran, ilmu tasawuf, ilmu filsafat dan ilmu Kalam.
BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP MADZHAB-MADZHAB TERSEBUT
Bahwa sebagaimana dijelaskan diatas dalam pemikiran hukum Islam (fiqh) ada empat madzhab yang dianut oleh mayoritas umat Islam saat ini yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali. Dalam hal tertentu diantara empat madzhab tersebut terjadi banyak perbedaan pendapat dalam memahami alquran dan hadis Ketika menentukan suatu hukum agama. Namun karena masih dalam lingkup syariat maka Kita boleh mengikuti salah satu diantara madzhab tersebut dan berpegang kepadanya.
Mengenai perbedaan yang ada pada masing-masing aliran atau madzhab tersebut maka sikap kita adalah saling toleransi satu sama lain. Kita bisa belajar dari Imam Syafii. Imam Syafii pendiri madzhab Syafii yang mayoritas dianut umat Islam Indonesia mengatakan,”Pendapatku boleh jadi benar tetapi berpeluang salah, sedangkan pendapat orang lain bisa jadi salah namun berpeluang benar.
Nabi saw mengatakan “perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat. Jadi adanya Perbedaan di dalam madzhab-madzhab itu justru adalah rahmat karena umat Islam memiliki pilihan-pilihan, keleluasaan dan keringanan dari kesempitan. Nabi saw bersabda “permudahlah dan jangan mempersulit (HR. Bukhari).
Allah swt juga berfirman “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS. Al Baqarah ayat 185)
Aisyah berkata, tidaklah Rasulullah memilih diantara dua urusan kecuali beliau pilih yang lebih mudah diantara keduanya dan yang tidak mendatangkan kesulitan.
Misalnya dalam pelaksanaan ibadah ada beberapa contoh dimana Nabi saw itu mempermudah dan tidak mempersulit umatnya.
Pertama, Pernah ada dua orang sahabat berjalan di padang pasir. Ketika masuk waktu zuhur, air tidak ada. Mereka bertayamun dan melakukan shalat. Belum jauh berjalan dan waktu zuhur belum berganti, mereka menemukan air. Salah seorang di antara mereka berwudlu dan mengulang shalatnya. Kawannya karena merasa sudah melakukannya, bergeming. Ketika keduanya sampai kepada Nabi saw, beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya “Ashabta al sunnah ! kamu sudah benar menjalankan sunnah. Cukuplah shalat yang sudah kamu lakukan. Sedangkan Kepada orang yang melakukan shalat sekali lagi, beliau bersabda “fa laka al-ajru marratain, bagimu pahala dua kali.
Kedua, Ketika para sahabat akan menuju ke perkampungan Bani Quraizhah, Nabi saw memerintahkan mereka untuk jangan shalat ashar sebelum sampai ke Bani Quraizhah. Namun Ketika menjelang maghrib mereka belum sampai ke tempat perkampungan Bani Quraizhah. Sebagian sahabat kemudian shalat ashar di jalan dan Sebagian sahabat yang lain tidak shalat dan baru shalat Ashar setelah tiba di perkampungan Bani quraizhah pada malam harinya sesuai dengan anjuran Nabi saw. Sahabat yang shalat ashar sebelum tiba di perkampungan bani quraizhah menganggap bahwa Nabi tidak menyuruh mereka untuk mengakhirkan shalat mereka tapi menyuruh mereka untuk mempercepat perjalanan mereka ke Bani Quraizhah. Mereka melihat pada makna implisit pada ucapan Nabi saw. Dan Ketika hal ini disampaikan kepada Nabi saw maka beliau membenarkan semua perbuatan para sahabat tersebut.
Jadi zaman Nabi saw saja telah terjadi perbedaan pendapat diantara para sahabat. Para sahabat memberi makna yang berbeda pada ucapan Nabi saw yang sama. Walaupun Nabi saw mempunyai hak untuk menetapkan syariat tapi Ia membenarkan semua ijtihad para sahabat selama tidak keluar dari hukum-hukum syariat.
Bahwa yang jadi masalah pertengkaran dan perpecahan justru banyak terjadi dikalangan kaum muslimin yang sangat fanatik dengan aliran atau madzhab akibat sempitnya wawasan dan dangkalnya pemikiran. Ada beberapa kisah terkait dengan hal ini.
Pertama, Pendiri Ikhwanul Muslimin, Ustad Hasan Al Banna pada permulaan malam Ramadhan, pernah datang ke sebuah masjid di Mesir. Di dalam masjid dia melihat jamaah sedang bertengkar berhadap-hadapan dengan suara keras. Satu kelompok menjelaskan bahwa tarawih yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah 11 rakaat. Kelompok lainnya dengan merujuk kepada hadis menegaskan bahwa shalat tarawih dengan 23 rakaat lebih utama. Hasan Al Banna bertanya kepada kedua kelompok itu. Apa hukumnya shalat tarawih ? keduanya menjawab sunat. Beliau bertanya lagi. Apa hukumnya bertengkar di rumah Tuhan dengan suara keras? Keduanya menjawab haram. Ustad Hasan Al Banna lalu bertanya, mengapa kalian lakukan yang haram untuk mempertahankan yang sunat.
Kisah nyata dibawah ini dapat menjadi Pelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu fanatik dengan madzhab yang justru menyusahkan diri kita sendiri sedangkan ada pendapat lain yang lebih benar. Kasusnya adalah tentang seorang laki-laki yang dipaksa untuk bercerai dengan istrinya yang sudah dinikahinya selama 10 tahun dan dikaruniai 3 orang anak karena dianggap satu susuan.
Inilah kisahnya
Ada suatu negara di Afrika yang mayoritas rakyatnya menganut madzhab maliki sempat gempar dengan adanya perkawinan suami istri yang ternyata pernah satu susuan. Kisahnya berawal ketika dalam suatu pertemuan diceritakan tentang seorang suami Istri. Seorang wanita tua yang kebetulan ada disitu mendengar perkawinan suami istri itu terkejut dan mengatakan bahwa dua suami istri tersebut sebenarnya pernah menyusu darinya. Kesimpulannya mereka telah menjadi kakak adik dari satu ibu susu. Padahal perkawinan mereka sudah berlangsung 10 tahun dan telah membuahkan 3 orang anak.
Singkat cerita Ayah si perempuan mengakui bahwa anaknya pernah menyusu dari ibu susu yang terkenal ini, sebagaimana Ayah si lelaki ini juga menyaksikan kebenaran kata-kata si ibu tua ini. Kejadian ini hampir membuat terjadi perang suku karena masing-masing pihak melemparkan kesalahan pada pihak lain. Sementara si perempuan itu karena stress ingin bunuh diri. Akhirnya mereka sepakat untuk menanyakan masalah ini kepada para alim ulama untuk mencari jalan keluar.
Karena mayoritas ulama di negara tersebut menganut madzhab maliki maka semua jawaban yang mereka terima adalah perkawinan tersebut adalah haram dan suami istri wajib dipisahkan seumur hidup. Mereka juga wajib membayar fidyah dengan membebaskan hamba sahaya atau puasa dua bulan berturut-turut.
Bahwa dari pengakuan ayah mereka yang menyaksikan sendiri dan dibenarkan oleh ibu susu ini sebenarnya si istri itu sempat menyusu 2 atau 3 kali kepada ibu susu mereka namun karena madzhab maliki menghukumkan muhrim pada setiap anak susuan walau sekedar satu tetes sekalipun, berdasarkan pendapat Imam malik yang mengkiaskan air susu dengan arak. Dalam hukum arak dikatakan,”jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram. Dengan itu maka menyusui walau setetes sekalipun adalah berhukum muhrim.
Akhirnya mereka membawa permasalahan ini kepada seorang ulama yang ahli dalam perbandingan madzhab dan akhirnya masalahnya bisa selesai.
Pendapatnya adalah Menurut Imam Ali Bin Abi Thalib, pada dasarnya seorang dihukum muhrimkan jika si bayi menyusu sebanyak 15 kali dengan kenyang dan berturut-turut atau sehingga menumbuhkan daging dan tulang.
Lalu di dalam kitab hadis bukhari dan muslim disebutkan bahwa aisyah berkata,” Rasulullah wafat dan tidak menjatuh muhrimkan (kakak adik) susu melainkan setelah lima susuan atau lebih.
Lalu pendapat Syaikh Al Azhar Mahmud Syaltut dimana beliau menjelaskan ada perbedaan pendapat para imam fiqh tentang perkara susu menyusu ini. Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa ia akan jatuh muhrim setelah 15 kali susuan, pendapat lain mengatakan setelah tujuh kali susuan, pendapat berikutnya diatas lima kali susuan.
Hanya imam malik yang menyalahi nas dan menjatuh-muhrimkan walau satu tetes sekalipun.
kemudian syekh Syaltut berkata, aku condong pada pendapat yang tengah yaitu tujuh kali susuan lebih.
Akhirnya Mufti di negara afrika tersebut mengatakan bahwa suami istri itu tetap sah perkawinannya karena hanya menyusu 2 atau 3 kali saja.
Pelajaran dari kisah diatas adalah bahwa Ketika kita menghadapi suatu permasalahan yang rumit dalam hukum-hukum agama maka kita perlu mendengar banyak pendapat ulama dan kemudian mengambil mana pendapat itu yang paling kuat. Kebenaran biasanya bisa ditandai dimana akal dan hati kita selaras dan tenang menerimanya.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar