MEMBANGUN SISTEM
PEMBERANTASAN KORUPSI
Korupsi
adalah keserakahan, ketamakan. Jadi
seharusnya fokus
pemberantasan korupsi yang utama oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian seharusnya
pada korupsi keserakahan dan ketamakan itu. korupsi jenis inilah yang harus
diprioritaskan oleh Pemerintah untuk diberantas karena inilah yang merusak
negara. korupsi jenis inilah yang melibatkan perselingkuhan antara penguasa dan
pengusaha. inilah oligarki. Penguasan
aset-aset nasional dan daerah oleh beberapa pengusaha besar Asing dan nasional
mustahil terjadi tanpa keterlibatan banyak pihak. alokasi sumber daya alam,
kehutanan, perkebunan dan pertambangan hanya dimiliki oleh segelintir orang.
bagaimana mungkin ada
satu pengusaha bisa menguasai 500 ribu
Ha, 1 juta Ha, 2 juta Ha hingga 3 juta
Ha hutan, perkebunan dan pertambangan.
Dan pengusaha pengusaha yang mendapat
konsesi/izin untuk mengelola dan
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia ini, adalah konglomerat-konglomerat dan
orang-orang terkaya di Indonesia. Kalau mau jujur orang-orang terkaya
ini dapat konsesi/izin untuk menguasai
ketiga sektor kekayaan alam tersebut
bukan karena kebetulan. kalau kebetulan maka sapi pun bisa melompati bulan.
Penguasaan mereka atas kekayaan alam Indonesia adalah karena faktor kedekatan
(kroni) dengan penguasa. tidak ada makan siang gratis. Dan tahukah anda, jumlah kekayaan segelintir orang-orang
terkaya Indonesia ini kalau digabung
seluruhnya melebihi kekayaan seluruh rakyat Indonesia. Apakah ini keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia? ketika rakyat Indonesia begitu sulit untuk
mendapatkan tanah sekedar 100 meter persegi untuk membangun rumah, di sisi lain
ada satu pengusaha yang memiliki tanah seluas kecamatan dan bahkan ada yang
seluas kabupaten.
Pemerintah
selalu berdalih bahwa pemerintah tidak cukup
punya uang untuk mengelola kekayaan alam Indonesia yang demikian besar
sehingga perlu merangkul swasta untuk ikut berperan dalam pembangunan agar
pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi
benarkan kebijakan ini, dikemanakan
pasal 33 di dalam konstitusi kita
““Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”. jadi Negara lah yang seharusnya mengelola kekayaan alam
melalui BUMN-BUMN dan kemudian hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Jadi seharusnya fokus pemberantasan
korupsi yang utama oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian seharusnya pada korupsi
keserakahan dan ketamakan itu. tapi faktanya pemberantasan korupsi oleh penegak
hukum kita lebih berkutat pada nilai korupsi yang relatif kecil. Memang ada
beberapa korupsi dengan jumlah besar yang berhasil diungkap namun lebih karena
pertimbangan politik dan sebagainya. kenapa saya katakan demikian? karena ada
juga beberapa perkara korupsi yang jauh lebih besar jumlahnya tapi tidak
ditindaklanjuti sampai saat ini juga karena pertimbangan politik.
Korupsi
yang ditangani oleh KPK lebih banyak OTT yang nilainya tidak seberapa, Kejari dan Polres di Kabupaten menangani korupsi hanya berkutat pada kisaran
100-500 juta, bahkan banyak yang nilainya dibawah 100 juta namun tetap dipaksakan
karena target penanganan perkara. Sementara anggaran penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan kalau di total sekitar 300 juta, belum biaya hidup terpidana
yang harus dibiayai Negara selama dia dipenjara. Jadi biaya yang dikeluarkan
oleh Negara untuk penanganan perkara korupsi lebih besar dari uang Negara yang
diselamatkan, ini dari segi efisiensi. sementara disisi lain ada penegak hukum
yang menangani 15 perkara korupsi sementara anggaran penanganannya hanya 2
perkara, lalu darimana anggaran untuk membiayai sisa 13 perkara korupsi itu,
belum lagi pengadilan tipikornya ada di provinsi yang tentunya biayanya lebih
besar lagi untuk sidang dan sebagainya.
Kita
hanya pamer bahwa berhasil menangani sekian banyak perkara korupsi sementara
kita tidak memiliki strategi bagaimana bisa menanggulangi korupsi itu sendiri.
Malah jangan-jangan pelaku korupsi kecil yang kita penjarakan moralnya tidak
lebih jahat dari kita yang memenjarakan mereka.
Lalu bagaimana
idealnya pemberantasan korupsi itu?
Pemberantasan
korupsi seharusnya dimulai, Pertama
dari aspek pencegahan. Korupsi
terjadi akibat lemahnya pengawasan baik oleh pimpinan sebuah lembaga maupun
oleh Aparat Pengawasan Internal yang dibentuk oleh Pemerintah. Pengawasan adalah
bagian dari pencegahan. ketika
pengawasan berjalan dengan baik orang tidak akan berani melakukan penyimpangan.
Salah satu kegiatan pengawasan adalah melakukan pemeriksaan. fungsi pemeriksaan
inilah yang harus dikoordinasikan terus menerus oleh K/L/D/I dengan lembaga
penegak hukum untuk pencegahan korupsi. Kejaksaan sudah punya TP4D. Proyek proyek yang telah selesai dikerjakan
dan akan diserahterimakan hendaknya dilakukan pemeriksaan ulang oleh TP4D
bersama-sama dengan aparat pengawasan Internal Pemerintah atau BPKP untuk
memastikan proyek telah sesuai kontrak kerja.
Kedua pemerintah harus
memberikan kesejahteraan kepada pegawainya.
Lee Kuan Yee, mantan PM Singapura
mengatakan pemberantasan korupsi tidak akan berhasil apabila pejabat dan
pegawai pemerintah tidak sejahtera. Beliau mengatakan “jika menghendaki pejabat dan Pegawai jujur, mereka
harus digaji tinggi supaya bisa hidup sesuai kedudukan tanpa harus korupsi. Lee
Kuan Yee mungkin ingin mengatakan bahwa integritas Pegawai Negeri lebih
mudah dibangun dengan memberikan mereka kesejahteraan. Jadi selama Pemerintah
gagal dalam memberikan kesejahteraan kepada Pegawai Negerinya maka korupsi dan
penyalahgunaan wewenang akan terus terjadi. Jika biaya kesehatan, pendidikan
dan kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka pegawai akan terus mencari tambahan
diluar penghasilan resminya. selama gaji kecil maka Pimpinan proyek akan
meminta jatah persen kepada kontraktor, selama jabatan dan kekuasaan hanya bisa
didapatkan dengan menyetor upeti, maka penegak hukum akan menjadikan agenda
pemberantasan korupsi sebagai komoditas yang mendatangkan keuntungan pribadi.
lalu apa hubungan antara kesejahteraan pegawai dengan rendahnya korupsi ? Negara-negara di kawasan Asia timur yang maju
ekonominya seperti Taiwan, Jepang, dan Korea selatan, Kendati sistem
pemerintahannya kurang demokratis mereka justru
efektif dalam menekan tingkat korupsi yang dibuktikan oleh rendahnya
angka indek korupsi dibanding negara-negara yang mengklaim demokratis seperti
Indonesia, Thailand dan india. maksudnya adalah bahwa demokrasi di negara yang
tingkat perekonomiannya rendah akan cenderung rentan terhadap korupsi dibanding
dengan Negara-negara yang makmur yang tingkat kesejahteraan pegawainya sudah
baik.
Ketiga membangun sistem yang kuat yang mampu mencegah dan
menangkal korupsi. kita banyak membicarakan korupsi bahkan waktu kita lebih
banyak dihabiskan dengan berdebat dan berdiskusi masalah korupsi baik di
televisi maupun media. Namun sebenarnya kita tidak pernah sungguh-sungguh
berpikir dan berbuat untuk mencegah dan menangkal korupsi. energi bangsa ini
lebih banyak mengurusi masalah politik dan perebutan kekuasaan.
Membangun system adalah
tugas Negara yaitu bagaimana membangun system yang mampu mencegah dan menangkal
korupsi. kita mau memberantas korupsi tapi pemerintah justru menciptakan system
yang membuka peluang terjadinya korupsi secara besar-besaran. Pilkada misalnya,
korupsi politik mau kita berantas tapi sistem pilkada yang kita terapkan justru
sangat rentan terhadap korupsi. untuk maju pilkada setiap calon kepala daerah harus
menyiapkan modal minimal 50 miliar. Biaya politik mahal jadi untuk kalahpun
anda membutuhkan uang banyak apalagi menang. Oleh karena itu anda membutuhkan
pemodal untuk membiayai politik anda dan
pemodal tentunya tidak akan memberikan anda makan siang gratis. mereka tentu
ingin investasinya dapat kembali dalam bentuk keuntungan. sebagai kepala
pemerintahan atau kepala daerah apa keuntungan yang diinginkan dari anda?
mereka tentunya menginginkan penguasaan atas proyek-proyek pemerintah yang
besar, ijin penguasaan atas sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan dan
sebagainya. Jadi dengan model pilkada saat ini sangat rentan terhadap korupsi.
selama sistem tidak dibenahi Negara, selama itu korupsi tidak dapat diberantas.
Dulu kita sangat anti dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sekarang
Kolusi dan Nepotisme kita legalkan dalam Undang-undang dengan memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada Istri, anak, Keponakan untuk menggantikan
Suami, Bapak dan Paman sebagai Kepala Daerah.
Banyak yang mengatakan bahwa
korupsi adalah persoalan moral, selama moralnya bobrok maka walaupun gajinya
besar maka korupsi tetap dilakukan. tapi membangun moral bukanlah tugas Negara,
tugas Negara adalah membangun system yang mempersempit peluang terjadinya
penyimpangan. menyalahkan moral sebagai penyebab utama korupsi maka sama dengan
anda mengatakan bahwa moral bangsa Indonesia lebih buruk dari orang Singapura,
Jepang dan Negara-negara eropa lainnya. saya rasa semua moral manusia sama.
Negara-negara yang berhasil memberantas korupsi adalah karena mereka berhasil
membangun system yang kuat yang mampu mencegah terjadinya korupsi disamping
karena mereka berhasil memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Tulisan
ini dibuat bukan untuk melemahkan penindakan dalam pemberantasan korupsi tapi
sekedar mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi semata-mata dengan penindakan
tidak akan pernah berhasil. Tidak ada negara di dunia ini yang berhasil
memberantas korupsi tanpa membangun sistem yang kuat. Sistem yang kuat dibangun
dari aspek pencegahan terjadinya ruang yang memungkinkan penyimpangan terjadi. Dalam
sebuah sistem yang baik, orang jahat akan dipaksa menjadi orang baik. Tapi
sebaliknya dalam sistem yang buruk, orang baik dipaksa menjadi orang jahat.
Di dalam sistem yang baik peluang untuk
melakukan penyimpangan dipersempit karena pengawasan berjalan dengan baik,
Pegawai tidak perlu lagi memburu jabatan karena promosi sudah terukur dengan
jelas, tidak ada lagi yunior yang tidak punya prestasi apa-apa tapi ujug-ujug
melangkahi seniornya sampai 4 tingkat diatas. Di dalam sistem yang baik anda
dihormati karena integritas anda.
Untuk berubah anda hanya membutuhkan komitmen
dan kemauan. kita tidak pernah berubah selama kita tidak pernah sungguh-sungguh
mau berubah. Yang kita khawatirkan adalah bangsa ini enggan berubah karena
orang-orang yang memegang kekuasaan memang tidak ingin keadaan berubah. Mereka
sudah menikmati kenyamanan. Mereka tidak memikirkan kehancuran bangsa ini ke
depan.
Wallahu’alam bisshowab
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin.
Komentar
Posting Komentar