JANGAN MENGUNGKIT
LAGI KASUS YANG LAMA
Apakah dibenarkan seorang penyidik Polisi memeriksa kembali suatu
perkara yang pernah dihentikan oleh Penyidik Kejaksaan atau sebaliknya penyidik
Kejaksaan memeriksa kembali perkara yang pernah dihentikan penyidik Polisi atau
dilingkungan Kejaksaan sendiri ada perkara yang pernah diperiksa oleh pejabat
lama kemudian masuk pejabat baru perkara tersebut dibuka atau diperiksa kembali
?
Di dalam KUHAP sendiri diatur bahwa suatu perkara yang pernah
dihentikan Penyelidikan/Penyidikannya (Pasal 109 ayat (2) ) memang dapat dibuka kembali apabila ditemukan adanya Novum atau
alat bukti baru. Tapi alat bukti baru (novum) ini siapa yang menemukan, apakah
penyidik Kejaksaan yang sejak awal menangani perkaranya atau penyidik Polisi?
tentunya yang menemukan novum itu adalah penyidik Kejaksaan yang sedari
awal menangani perkaranya. itulah
makanya di dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dicantumkan
klausul bahwa perkara ini dapat dibuka kembali apabila di kemudian hari
ditemukan alat bukti baru maka perkara dapat dibuka kembali. jadi yang membuka
lagi kasusnya apabila ada Novum adalah penyidik awal yang membuat SP3.
Maka dari itu untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat
dari kemungkinan duplikasi penanganan perkara oleh Penegak hukum, maka pada
tahun 2012 dibuatlah Kesepakatan bersama antara Kejaksaan Republik Indonesia,
Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Optimalisasi Pemberantasan
tindak pidana korupsi. di dalam salah satu kesepakatan bersama tersebut
dicantumkan bahwa apabila kepolisian telah terlebih dahulu menangani suatu perkara
Korupsi maka kejaksaan tidak boleh lagi menanganinya dan begitu pula sebaliknya.
Untuk itu bagi setiap Penyidik yang terlebih dahulu menangani perkara korupsi
maka tembusan surat penyelidikan/penyidikan diberitahukan kepada Kejaksaan dan
begitu pula sebaliknya.
Namun ternyata di beberapa tempat, Kesepakatan bersama ini karena
sudah lama banyak dilupakan oleh Penyidik sehingga ada perkara yang sudah
dihentikan kejaksaan ditangani lagi oleh kepolisian, dan sebaliknya. ini tidak dapat dibenarkan. Dimana kepastian
hukum itu sendiri, jika tiap-tiap penegak hukum dapat mengulang penyelidikan
dan penyidikan dengan kaca mata berbeda.
Menurut pasal 5 dan 6 UU No 7 tahun 2006 yang merupakan hasil
ratifikasi dari united nation convention agains corruption (UNCAC) proses
penanganan kasus korupsi harus efektif dan efisien. Jika suatu penegak hukum
memeriksa suatu perkara dan menyimpulkan tidak ada pidana maka lembaga lain
tidak boleh lagi memeriksa perkara tersebut. Ini untuk kepastian hukum dan
tidak mencederai rasa keadilan seseorang.
Bahwa penegak hukum dalam pemberantasan korupsi harus menjamin
ditegakkannya due process of law. Seseorang yang telah diperiksa oleh lembaga
lain, kemudian perkaranya dinyatakan tidak cukup bukti bahwa tidak ada indikasi
pidana kemudian oleh lembaga lainnya dilakukan pemeriksaan ulang, menandakan
telah terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terutama hak bebas dari
rasa takut dan ketentraman. Dalam pasal 5 dan 6 UU No. 7 tahun 2006 konvensi
diatas mewajibkan adanya koordinasi diantara lembaga penegak hukum pemberantas
korupsi.
Oleh karena itu demi kewibawaan dan Integritas masing-masing
penegak Hukum apakah itu Kepolisian atau Kejaksaan, apabila menerima kembali
laporan baik dari masyarakat maupun LSM suatu perkara yang sudah pernah
ditangani penegak hukum lain maka seyogyanya perkara tersebut tidak ditangani
lagi atau ditolak.
lalu bagaimana dengan perkara yang sudah pernah diperiksa oleh
pejabat atau penyidik Kepolisian/Kejaksaan
yang sudah pindah tugas ditempat lain kemudian masuk pejabat atau penyidik baru, apakah perkara tersebut dapat dibuka atau
diperiksa kembali ?
Kembali ke KUHAP bahwa apabila suatu perkara yang pernah
dihentikan penyelidikan/penyidikannya (Pasal 109 ayat (2) dapat dibuka kembali
apabila ditemukan adanya Novum atau alat bukti baru. Nah ini yang perlu digaris
bawahi. Perkara bisa dibuka kembali
apabila ada Novum dan Novum ini haruslah betul-betul ada. lalu siapa yang
menemukan Novum itu? tentunya bukan
penyidik yang menggantikan penyidik lama karena dia tidak pernah memeriksa
perkaranya. yang menemukan Novum itu
adalah penyidik yang lama yang memberikan data atau alat bukti baru kepada
penyidik yang menggantikannya atau pelapor atau pihak lain yang memberikan alat
bukti baru. Nah ketika ada Novum itu penyidik yang baru bisa membuka kembali
perkara tersebut dengan memanggil pihak-pihak yang pernah diperiksa penyidik
lama. Dan karena ada Novum maka kemungkinan besar perkara tersebut akan
dilimpahkan ke Pengadilan bukan dihentikan lagi.
Namun yang terjadi selama ini di lingkungan Kepolisian/Kejaksaan
adalah banyak perkara yang sudah dihentikan oleh pejabat/penyidik lama yang
sudah pindah tugas kemudian masuk pejabat/penyidik baru, perkara tersebut
dibuka kembali padahal tidak ada Novum. mereka hanya sekedar mengulang
pemeriksaan, dan apa yang terjadi kemudian karena tidak ada Novum?, perkara tersebut dihentikan kembali. lalu
siapa yang menjadi korban?
Yang menjadi korban adalah saksi-saksi yang mana mereka pasrah
saja terus menerus dipanggil penegak hukum. Apakah anda tidak menyadari
bagaimana hari-hari mereka diliputi rasa takut, khawatir, sulit makan karena
mereka tidak berhenti diperiksa bahkan dipanggil berkali-kali. Apakah anda
pernah membayangkan bagaimana banyak anak sedih dan malu terhadap tatapan mata guru dan
teman-temannya karena bapaknya tiap hari masuk Koran karena diperiksa oleh
anda.
Boleh jadi mereka membuka kembali perkara tersebut karena didasari
oleh kecurigaan bahwa ada sesuatu sehingga perkara itu dihentikan. Karena rasa takut
dicurigai itulah sekarang banyak pejabat tidak berani mengambill kebijakan
menghentikan perkara kecuali suatu sebab lain. Mereka membiarkan perkara yang
tidak cukup bukti tersebut jadi tunggakan dan menunggu pejabat baru untuk
menghentikannya, sementara Pejabat yang baru tidak berani juga mengambil sikap untuk
menghentikan perkara yang ditinggal pejabat lama karena takut dicurigai. banyak
perkara yang jadi tunggakan. orang hanya cari selamat. karakter dalam arti
berani bersikap, berani mengambil tanggung jawab untuk suatu prinsip yang
diyakininya benar jarang lagi ditemukan.
itulah mengapa penegak hukum saat ini namanya gampang dilupakan. Prof
Dr. Baharuddin Lopa dan Jenderal Hoegeng walaupun sudah lama meninggal dunia
namun namanya masih sering disebut sampai hari ini. Tapi ada penegak hukum
setelah 1 hari meninggal dunia namanya tidak pernah disebut lagi. namanya
terkubur ditanah bersama dengan jasadanya.
“ Wahai orang-orang yang beriman, Jauhilah kebanyakan dari prasangka
(kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka
tentulah kamu merasa jijik dengannya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (QS. Al Hujurat ayat 12).
Wallahu’alam bisshowab.
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin.
Komentar
Posting Komentar