Langsung ke konten utama

BAGAIMANA MENGANALISA SUATU PERKARA


BAGAIMANA MENGANALISA SUATU PERKARA (BERKAS PERKARA) SEHINGGA SAMPAI PADA KESIMPULAN BAHWA TERSANGKA ATAU TERDAKWA DAPAT DIJATUHI PIDANA.

Pertama-tama yang harus anda lakukan adalah periksa alat-alat bukti (pasal 183 KUHAP)  hasil penyidikan (berkas perkara) dan identifikasi perbuatan apa saja yang dilakukan oleh tersangka, sesudah itu ajukan pertanyaan apakah perbuatan tersangka tersebut adalah memenuhi rumusan unsur-unsur pasal yang disangkakan, Kalau perbuatan tersangka telah memenuhi unsur, maka penilaian anda selanjutnya adalah apakah ada unsur kesalahan (dolus/culpa) untuk menyatakan perbuatan tersangka dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. baru sesudah itu anda periksa apakah ada alasan pemaaf atau pembenar dari perbuatan tersangka.

Mengapa kita harus menempuh langkah-langkah tersebut diatas dalam  melakukan pemeriksaan hasil penyidikan, karena untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana harus memenuhi 2 faktor yaitu :
Pertama adanya perbuatan pidana (actus reus/factor objektif). Moeljatno mengartikan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan tersebut atau yang lebih dikenal dengan asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP).
Misalnya dari hasil penyidikan (berkas perkara) tersangka disangka melanggar pasal 362 KUHP. Maka identifikasi apakah perbuatan tersangka memenuhi unsur pasal mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak.
Setelah unsur-unsur tersebut terbukti, selanjutnya anda teliti apakah ada alasan pembenar atas perbuatan pidana yang dilakukan tersangka. alasan pembenar ini adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Jadi walaupun  perbuatan tersangka telah memenuhi rumusan unsur pasal yang  disangkakan tapi dia tidak dapat dihukum/dipidana apabila ada alasan pembenar dari perbuatannya tersebut.

Alasan pembenar tersebut adalah pembelaan terpaksa (pasal 49 ayat 1 KUHP, Melaksanakan ketentuan Undang-undang (pasal 50 KUHP, melaksanakan perintah Jabatan (pasal 51 ayat 1 KUHP, atau alasan pembenar yang tidak tertulis atau diluar Undang-undang seperti dalam Putusan MA. No. 42 K/Kr/1965 tanggal 8 Januari 1966 dalam perkara Machroes Effendi : suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum tidak tertulis dan bersifat umum, dalam perkara ini misalnya faktor negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, dan terdakwa sendiri tidak mendapat untung.

Jadi apabila ada alasan pembenar  maka hasil penyidikan akan sangat rawan kalau dilimpahkan ke Pengadilan karena Hakim akan memberikan putusan lepas dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging)

Kedua adanya pertanggungjawaban pidana (mens rea/faktor subjektif). Jadi setelah diketahui terdakwalah yang melakukan perbuatan pidana maka harus dilihat apakah ada unsur kesalahan pada diri terdakwa. kesalahan ini adalah sikap batin/mens rea yang merupakan syarat mutlak bagi adanya pertanggungjawaban pidana. Nabi Muhammad saw mengatakan “Perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. Jadi yang dilihat adalah motif dari tersangka. Apakah tersangka memang memiliki niat untuk melakukan perbuatan tersebut.
Kesalahan atau sikap batin atau niat dalam hukum pidana meliputi dolus dan culpa. Kesengajaan/dolus yaitu berbuat dengan hendak dan maksud atau dengan menghendaki atau mengetahui (willens en wetens), sedangkan Kelalaian/culpa yaitu tidak atau kurang diperhitungkannya oleh yang bersangkutan kemungkinan munculnya akibat fatal yang tidak dikehendaki oleh pembuat undang-undang.

Bahwa setelah kesalahan terbukti dalam arti tersangka memang menghendaki perbuatannya atau karena adanya kelalaian dari tersangka, maka selanjutnya anda teliti apakah ada alasan pemaaf yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana. Alasan pemaaf ini adalah alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku. Alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP terdapat dalam beberapa pasal yaitu Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP), Overmact / daya paksa (Pasal 48 KUHP), Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP), Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat (2) KUHP).

Jadi apabila ada alasan pemaaf maka hasil penyidikan akan sangat rawan kalau dilimpahkan ke Pengadilan karena Hakim akan memberikan Putusan lepas dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging).
Jadi alasan pembenar dan alasan pemaaf ini merupakan dasar peniadaan pidana/alasan penghapus pidana yang wajib dipertimbangkan hakim dalam putusannya. Apabila ada alasan pembenar dan pemaaf maka putusan adalah lepas dari segala tuntutan Hukum (onslag van recht vervolging)

Itulah prosedur yang harus anda tempuh selaku penegak hukum dalam menangani perkara. Nabi Muhammad saw mengatakan ”ada tiga Hakim, satu di surga dan dua di neraka. Yang disurga adalah hakim yang memiliki pengetahuan tentang kebenaran dan memutuskan dengannya, sedangkan yang mengetahui kebenaran dan menyimpang  darinya dalam menetapkan hukum dia di neraka, dan yang menetapkan hukum dengan didasari oleh kebodohan juga di neraka.
(dalam hadis disebut Hakim selaku penegak hukum, namun Jaksa bisa diartikan termasuk didalamnya karena fungsi jaksa sama dengan hakim yaitu fungsi ajudikasi. Jaksa juga bisa menghukum seperti Hakim yaitu ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka maka Jaksa dapat menahan dan atau membatasi kebebasan seseorang misal dengan cekal )

Dari sabda Nabi SAW tersebut diatas, ada 2 hal pokok yang harus di miliki oleh penegak hukum pertama memiliki pengetahuan hukum / menguasai aturan hukum (profesional) dan kedua kehendak berbuat adil ”wahai orang-orang yg beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan Qs. An-nisa:135). ”dan Janganlah kebencianmu terhadap satu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil (Al maidah:8)
Kehendak berlaku adil harus menghiasi jiwa penegak hukum. Kehendak berlaku adil mengantar manusia untuk tekun mempelajari kasus yang dihadapinya.

Bahwa tidak semua perbuatan melawan hukum harus dihukum, kalau tidak mencerminkan nilai nilai keadilan dan kemanfaatan.
Putusan MA No.  Tanggal 8 Januari 1966 bahwa : suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum, bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan  juga berdasarkan asas keadilan atau asas-asas hukum tidak tertulis dan bersifat umum, dalam banyak perkara korupsi yang terjadi, misalnya faktor-faktor negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa sendiri tidak mendapat untung.  Terdakwa sendiri tidak mendapat untung berarti terdakwa tidak memiliki motif melakukan kejahatan korupsi.

Namun kehendak berlaku adil dan pengetahuan hukum belumlah cukup tapi harus disertai dengan apa yang diistilahkan oleh Al quran Hikmah (kebijaksanaan) yakni kemampuan dalam penerapan sehingga kemanfaatan dapat diraih dan kemudaratan dapat dihindari. Untuk itu sebelum menuntut dan menjatuhkan hukuman, seorang penegak hukum harus mempertimbangkan dengan seksama apakah manfaatnya dalam menjatuhkan hukuman, apakah pemidanaan dapat mencegah secara khusus (special prevention) kepada terdakwa supaya tidak mengulangi perbuatannya, dan apakah pemidanaan dapat mencegah secara umum (general prevention) supaya dapat menjadi contoh kepada orang lain untuk tidak melakukan perbuatan serupa.

Kalau hal tersebut telah dilakukan dan kemudian salah ?
Kalau seorang penegak hukum terjerumus dalam melakukan kesalahan tetapi selama hatinya tidak menyimpang dari kehendak berbuat adil maka kesalahan yang dilakukan dapat ditoleransi oleh Tuhan. ”Apabila seorang penegak hukum (hakim) menetapkan hukum dan dia telah bersungguh-sungguh dalam menetapkannya, kemudian ternyata putusannya benar, maka dia memperoleh dua pahala dan kalau dia keliru maka baginya satu pahala”.

Wallahu’alam bisshowab

Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN Mari kita mulai dari Yeruselem. Yeruselem adalah kota suci. Dari sana Alquran  menceritakan banyak sekali kisah dari  Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan putranya Nabi Sulaiman as, Nabi  Zakaria as, Nabi Yahya as dan dan Nabi Isa as.  Bangsa Bani Israel mencapai puncak kejayaannya  pada jaman Nabi Daud as dan Nabi Sulaeman as yang pemerintahannya berpusat di Yeruselem. Pada pada tahun 586 SM, kota Jerussalem diserang dan dihancurkan pertama kali oleh Raja  Nebuchadnezzar  dari Babylonia. Semua orang yahudi di bawa ke babylonia untuk dijadikan budak. Namun pada saat babylonia ditaklukan oleh Raja Cyrus dari Persia, orang-orang Yahudi tersebut dikembalikan kembali ke Jerussalem. Bangsa Yahudi yakin berdasarkan kitab suci mereka bahwa kelak Allah swt akan mengembalikan kembali bangsa Yahudi  ke Yeruselem  dan akan menurunkan  Messiah atau Al Masih yang akan mengembalikan kejay...

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Salah satu perbedaan antara hukum Tuhan dengan Hukum buatan manusia adalah pada kepastian hukumnya. Hukum Tuhan tidak pernah berubah oleh zaman dan tidak ada kontradiksi atau pertentangan didalamnya , ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang sering terjadi konflik norma di dalamnya, sehingga membuka ruang manusia untuk menafsirkannya sesuka hati dan sesuai dengan kepentingan. Di dalam hukum Tuhan, kita tidak boleh menafsirkan ayat secara serampangan dan bebas, tapi ada petunjuk metodologi yang harus dipatuhi supaya kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan atas suatu makna. Di dalam alquran misalnya  kita tidak boleh mengambil satu ayat secara terpisah dan kemudian menyimpulkannya. Tapi ambillah semua ayat yang berkaitan dengan topik dan pelajari semua secara bersamaan  untuk mendapatkan makna yang menyeluruh. Makna yang harmonis, karena tidak ada sedikitpun kontradiksi dalam alquran. Misalnya di dala...