DARI DEMOKRASI LIBERAL KE DEMOKRASI PANCASILA
Dulu, bentuk Negara di
dunia ini adalah kerajaan dimana kekuasaan tertinggi adalah ditangan raja. Rakyat
tidak mungkin bisa menjadi raja kalau bukan keturunan dari keluarga raja.
Jabatan raja adalah warisan bukan pemilihan. namun ketika demokrasi datang di
barat dan diekspor kedunia, otoritas raja itu berpindah ke tangan rakyat.
Kerajaan berubah menjadi Negara. Kedaulatan apa saja adalah milik rakyat.
tetapi mustahil seluruh rakyat jadi raja atau pemimpin, maka mereka bikin
pemilu untuk memilih siapa yang jadi Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, DPR
dan DPRD. Manusia percaya inilah sistem yang sempurna. Sistem inilah yang
disebut demokrasi. Di dalam demokrasi semua rakyat memiliki keempatan yang sama
untuk jadi pemimpin.
Namun manusia lupa,
demokrasi juga memiliki kelemahan. Demokrasi bukanlah ukuran kualitas melainkan
kuantitas. Dalam demokrasi dengan system one man one vote, suara seorang guru
besar ilmu Politik misalnya disamakan dengan suara seorang buta huruf. jadi
kalau ada 1 juta orang memilih pemimpin dan 600 ribu orang itu berpikiran salah
dalam memilih pemimpin A, maka jadilah A seorang pemimpin. Itulah demokrasi
dimana angka dan jumlah yang menentukan bukan kualitas. Padahal dalam memilih
pemimpin anda membutuhkan kematangan dan kecerdasan untuk menilai layak
tidaknya seseorang menjadi pemimpin.
Inilah yang disadari
oleh pendiri bangsa kita dengan tidak menelan mentah-mentah demokrasi liberal
ala barat tapi demokrasi yang disesuaikan dengan keadaan bangsa Indonesia yang
beraneka ragam bahasa, ras, suku dan agama. Dan sistem demokrasi yang dipilih
adalah demokrasi perwakilan. Dalam demokrasi perwakilan rakyat memilih
wakil-wakilnya di parlemen/DPR(D), dan wakil-wakil rakyat yang di parlemen
inilah yang akan bermusyawarah, berdebat, adu argumentasi untuk menentukan
pilihan siapa yang layak menjadi Presiden, Gubernur, Bupati dan walikota.
Mereka berdebat mati-matian tapi hanya di dalam forum, setelah selesai proses
pemilihan semua bersatu kembali demi kepentingan bangsa dan Negara.
Tapi setelah era
reformasi datang, rakyat tidak percaya lagi dengan wakil-wakilnya untuk memilih
Presiden, Gubernur, Bupati dan walikota. mereka ingin memilih langsung
pemimpinya, padahal Amerika serikat saja menetapkan sistem pemilihan langsung
setelah mereka merdeka ratusan tahun, setelah tingkat pendidikan rakyatnya
hampir sudah merata dan telah pandai menentukan pilihannya sendiri. Tapi rakyat
Indonesia yang mayoritas masih miskin ekonomi dan miskin pendidikan ini ingin
seperti Amerika serikat yang menerapkan pemilihan langsung.
Lalu apa yang terjadi
kemudian? Politik uang marak. Jual beli suara terjadi. Rakyat tidak memilih
berdasarkan rasionalitas tapi siapa yang membayar paling besar itu yang mereka
pilih. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh Pengusaha untuk
berbondong-bondong terjun ke Politik dan partai Politik senang menampung mereka.
Artis dan pelawak yang banyak duit juga tidak ketinggalan terjun ke Politik
karena hanya yang punya duit yang bisa diusung oleh partai Politik. Dalam sistem
ini anda jangan berharap bahwa hanya dengan modal kecerdasan dan integritas
moral anda akan menjadi pemimpin. Modal anda nomor satu adalah uang, dan popularitas.
itulah mengapa dalam sistem demokrasi liberal ini semakin banyak pengusaha dan
artis yang terjun ke politik. bukan bermaksud meremehkan artis tapi orang-orang
yang berkaliber saja begitu sulit mengatasi masalah bangsa ini.
Kita telah mentah-mentah
demokrasi langsung ini tapi kita tidak mengkritisi apakah demokrasi langsung
ini sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa kita. Sejak dipraktikkan pada
zaman yunani kuno, Plato dan Aristoteles telah melontarkan kritiknya terhadap
demokrasi langsung ini. mereka mengatakan bahwa proses politik yang melibatkan
seluruh rakyat tanpa kecuali untuk ikut memilih dianggap potensial melahirkan
anarki oleh karenanya praktek demokrasi harus dibatasi. Untuk menghindari
anarki, hak politik (untuk menjadi pejabat negara) tidak boleh diberikan kepada
siapa saja melainkan hanya untuk mereka yang terpilih, yakni para philosopher
kings (orang-orang yang berpengetahuan).
Hal senada disampaikan
oleh Francis fukuyama dalam bukunya the End of History and the last Man, beliau
menulis bahwa sangat sulit dibayangkan
sebuah demokrasi bisa berfungsi dengan baik dalam masyarakat yang mayoritasnya
buta aksara (kurang pendidikan dan pengetahuan), dimana rakyatnya tidak dapat
memahami dan mencerna informasi yang tersedia untuk dapat melakukan pilihan
yang benar.
Jadi demokrasi seperti
apa yang cocok dengan jati diri kita sebagai bangsa, yang wilayahnya terpisah-pisah
oleh Laut, beragam agama dan suku ini?
kita harus kembali kepada demokrasi pancasila yaitu demokrasi perwakilan. Dalam
demokrasi pancasila tidak semua rakyat
memiliki suara untuk memilih pemimpin, tapi memilih orang-orang Pilihan yang
bertindak sebagai wakil rakyat, dan wakil rakyat inilah yang akan bermusyawarah
untuk memilih pemimpin dan Pemimpin yang
akan dipilih adalah orang yang memiliki keluasan ilmu sehingga memiliki
kewibawaan dan kebijaksanaan. Bila dia Presiden maka presiden wajib memiliki
dua sifat ini, hikmah dan bijaksana. Hal yang sama harus dilakukan oleh
Gubernur, Bupati, Walikota dan seterusnya. inilah yang dimaksud dengan
Kebijaksanaan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan perwakilan,
tujuannya adalah memilih seorang pemimpin yang akan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Jadi kita harus
mengembalikan sistem pemilihan dimana Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota
dipilih kembali oleh DPR dan DPRD. Menyerahkan pemilihan langsung kepada rakyat
hanya akan menimbulkan madharat yang lebih besar.
KEMBALI KE DEMOKRASI PANCASILA
Pasca reformasi kita
meninggalkan demokrasi Pancasila dan memberlakukan penuh demokrasi barat, kita
melakukan pemilihan Presiden dan Kepala daerah secara langsung. partai-partai
Politik tidak lagi dibatasi. lalu apakah sistem demokrasi liberal yang kita
berlakukan ini membuat rakyat semakin sejahtera? yang kita saksikan adalah
justru manajemen pengelolaan Negara semakin lemah dan tidak efektif, ini
ditandai dengan seringnya penggantian kabinet, konflik
horizontal lebih sering terjadi dimana-mana akibat pilkada langsung. Sandang
pangan, pendidikan dan kesehatan makin tak terjangkau, dan jumlah rakyat miskin
semakin bertambah. Aset-aset strategis bangsa beralih ke asing, menghasilkan
instabilitas politik, keamanan dan instabilitas ekonomi. Hutang juga semakin
bertambah. banyak yang menyalahkan ini
karena korupsi. Apakah kita menyalahkan keterpurukan bangsa ini karena sebagian
besar pegawai negeri kita masih melakukan korupsi karena kebutuhan, bukan
karena keserakahan?
Masalah kemiskinan dan
keterpurukan bangsa ini faktor utama bukanlah karena korupsi tapi kesalahan
dalam mekanisme rekrutmen pimpinan nasional dan daerah, termasuk
menteri-menteri, serta banyaknya partai politik yang memperebutkan kekuasaan.
Antropolog Amerika, Clifford Geertz pernah memperingatkan agar Indonesia yang
sangat beragam suku dan budayanya serta sangat religious, hendaknya tidak
memilih menjalankan demokrasi liberal, karena itu akan menghancurkan Negara.
Kita lihat banyaknya partai politik dengan dengan ideologi berbeda telah
menimbulkan konflik-konflik di daerah, antar sesama kader partai karena
perebutan jabatan saling menyerang, setiap pilkada selalu berujung sengketa di
Mahkamah Konstitusi. Banyak kader partai ditangkap KPK karena korupsi, mereka
terpaksa melakukan karena dituntut pendanaan partai.
Kegagalan
bangsa ini untuk maju menjadi bangsa yang besar adalah karena gagal dalam
memilih pemimpin.Negara Singapura maju karena pernah dipimpin oleh Lee kuan yee,
Malaysia oleh Dr. Mahatir Muhammad, Kuba oleh Fidel Castro. Nabi Muhammad saw
mengatakan Kehancuran negara adalah karena salah dalam memilih pemimpin.
Kekayaan alam
kita yang besar seperti perkebunan, kehutanan dan pertambangan kita serahkan
kepada asing dan aseng karena pemimpin kita memberikan kebijakan asing dan
aseng untuk masuk. Aset-aset penting bagi negara kita jual kepada asing juga
karena kebijakan pemimpin. Pemimpin menjadi cukong asing karena mereka lemah dan
mau dikendalikan.Padahal amanat konstitusi mengatakan kekayaaan alam digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat
Bangsa
ini mempunyai semua persyaratan untuk menjadi Negara yang jauh lebih maju. kita
masih memiliki Kekayaan yang begitu melimpah yang bisa dimanfaatkan untuk
kemakmuran rakyat, laut kita sangat luas dan belum dimanfaatkan dengan
maksimal. kalau itu dikelola dengan baik dengan arah yang jelas maka bisa
mendatangkan kesejahteraan bagi nelayan kita.
Sumber-sumber ekonomi
yang menyangkut hajat hidup seperti minyak, tambang, kehutanan, pangan,
hendaknya diambil alih oleh Negara/daerah
melalui BUMN/BUMD. Untuk itu BUMN/BUMD harus diperkuat untuk
mengoperasikan seluruh kekayaan nasional/daerah yang dimiliki untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Jangan lagi kejadian karena menganggap diri tidak mampu
mengelola lantas menyerahkan sumber-sumber yang menyangkut hajat hidup orang
banyak tersebut kepada asing atau swasta dan Negara hanya memperoleh hasil yang sedikit.
Tujuan Negara kita di
dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, yang berarti Negara harus memberikan jaminan keamanan
kepada rakyatnya, minoritas dilindungi, hukum berjalan dengan adil. Mewujudkan
kesejahteraan umum dimana pembangunan harus memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana pendidikan dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat, dan ikut serta mewujudkan ketertibaan dunia yang
berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Amanat ini hanya bisa
dilaksanakan oleh pemimpin yang kuat dan berkarakter, punya keberanian
mengambil tindakan, punya inisiatif dalam pembangunan serta memiliki visi jauh
ke depan karena keluasan ilmu dan wawasannya.Ttugas Partai Politik lah untuk
mencari Pemimpin seperti itu dan Partai Politik sebaiknya cukup dua saja.
Mengapa kita tidak meniru Amerika serikat yang hanya memiliki 2 partai Politik
yaitu partai Pemerintah dan Oposisi, ini yang baik kenapa tidak kita tiru. dan
yang tak kalah pentingnya adalah karena tugas partai adalah mencetak
pemimpin-pemimpin bangsa maka seharusnya anggarannya dibiayai langsung oleh
Negara.
Wallahu’alam bisshowab
Oleh : Muhammad Ahsan
Thamrin.
bagus tulisannnya
BalasHapusAlhamdulillah
BalasHapustidak mengubah dari demokrasi liberal
BalasHapus