EVALUASI 2 TAHUN TP4D
DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI.
Terbentuknya
Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan RI.
berawal dari Instruksi Presiden Joko
widodo Nomor 7 tahun 2015 tentang “Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi”
yang diterbitkan 6 Mei 2015. Presiden melihat bahwa pemberantasan korupsi yang
dilakukan selama ini oleh aparat penegak hukum justru berimbas pada kelambanan
pembangunan. Banyak pejabat yang enggan menjadi Pimpinan proyek karena resiko
terus menerus dipanggil untuk diperiksa oleh penegak hukum mulai dari KPK,
Kejaksaan Agung, Kejati, Kejari, Mabes Polri, Polda hingga Polres. Imbasnya
penyerapan anggaran rendah karena pejabat tidak berani mengambil resiko
melanjutkan proyek karena takut dikriminalisasi. pemerintah menginginkan agar
pemberantasan korupsi lebih mengedepankan aspek pencegahan daripada pola
penindakan yang ternyata tidak membuat korupsi
berkurang.
Instruksi
Presiden Joko widodo Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tersebut kemudian ditindaklanjuti
oleh Jaksa Agung RI dengan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan
dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan RI berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1
Oktober 2015.
Guna
menindaklanjuti KEP-152/A/JA/10/2015 tersebut, keluar
Instruksi Jaksa Agung Nomor Ins-001/A/JA/10/2015 tentang Pembentukan dan
Pelaksanaan Tugas TP4P dan TP4D. Melalui Instruksi Jaksa Agung Nomor
Ins-001/A/JA/10/2015, tugas mengawal dan mengamankan proyek pembangunan di
tingkat pusat diserahkan kepada Jaksa Agung Muda bidang Intelijen (Jamintel),
Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), serta Jaksa Agung
Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Ketiganya bertugas
sebagai pengarah serta pengendali pelaksanaan TP4P. Termasuk menugaskan
personel di bawahnya untuk terlibat dalam TP4P. Juga menugaskan personelnya untuk
memperkuat TP4D untuk tingkat provinsi.
Sedangkan untuk kabupaten atau kota, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) didaulat sebagai pengarah dan pengendali. Kajari lah yang menugaskan personel jaksa di bawahnya untuk terlibat di dalam TP4D di wilayah masing-masing.
Sedangkan untuk kabupaten atau kota, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) didaulat sebagai pengarah dan pengendali. Kajari lah yang menugaskan personel jaksa di bawahnya untuk terlibat di dalam TP4D di wilayah masing-masing.
Bahwa
dengan terbitnya Keputusan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 01 Oktober 2015 tentang
pembentukan Tim
Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) maka dengan demikian
Jaksa memiliki tugas baru. kalau selama ini tugas Jaksa biasanya hanya melakukan penuntutan,
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, atau melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, maka Jaksa mendapat tambahan tugas baru yaitu sebagai pengawal dan
pengaman proyek infrastruktur Pemerintah mulai dari pusat hingga daerah.
Bahwa sejak awal banyak pihak terutama LSM dan bahkan dilingkungan internal Kejaksaan sendiri terutama Jaksa dibidang Pidsus yang mempertanyakan urgensi Kejaksaan melakukan pendampingan proyek. mereka mengkhawatirkan bahwa TP4D akan memunculkan konflik kepentingan karena semua proyek telah didampingi TP4D sehingga tidak bisa lagi diperiksa apabila ada penyimpangan, TP4D akan menurunkan kinerja kejaksaan dalam pemberantasan korupsi, TP4D hanya akan dijadikan tameng tempat berlindung oleh Pejabat proyek, sampai kecurigaan adanya main mata antara anggota TP4D dengan pejabat proyek untuk bagi-bagi proyek dan sebagainya.
Namun
terlepas dari kekhawatiran tersebut, faktanya setelah 2 tahun TP4D melaksanakan tugas pendampingan dan pengawalan proyek
infrastruktur Pemerintah baik di pusat maupun di daerah, Para pejabat
proyek sudah mulai bersemangat kembali melaksanakan tugasnya, anggaran
pemerintah terserap karena proyek sudah berjalan dengan baik. Kementerian,
Dinas, Lembaga dan Instansi, BUMN, BUMD hampir semuanya meminta bantuan TP4D
untuk melakukan pendampingan proyek yang mereka kerjakan. TP4D telah menjadi
primadona oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah.
lalu
mengapa TP4D menjadi begitu dibutuhkan oleh K/D/L/I, BUMN, BUMD? inilah yang
harus direnungkan oleh personil TP4D. Apakah TP4D memang sekedar dijadikan
tameng untuk tempat berlindung oleh Pejabat Proyek supaya proyeknya tidak
diperiksa lagi oleh Penegak Hukum?. Apakah semua proyek yang selama ini
didampingi oleh TP4D dapat dipastikan tidak ada penyimpangan di dalamnya?
Apakah mekanisme yang digunakan oleh TP4D untuk memastikan bahwa proyek sudah
berjalan dengan baik sesuai kontrak? Apakah yang akan dilakukan oleh TP4D
apabila menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek dilapangan?
Bahwa
bagi personil TP4D yang memahami betul tugas dan fungsi TP4D tentunya akan
menempatkan TP4D secara professional. Pertama
TP4D tidak akan menerima semua
permintaan dari K/D/L/I untuk pendampingan proyek tetapi hanya proyek yang termasuk proyek
strategis nasional atau proyek berskala prioritas dan atau proyek yang menelan
anggaran yang cukup besar. memang kecenderungan dilapangan banyak K/D/L/I yang
meminta semua proyeknya didampingi TP4D dengan tujuan supaya tidak diperiksa
Penegak hukum, namun TP4D harus tetap dapat memilah proyek mana saja yang layak
didampingi. Kedua sejak awal proyek
berjalan TP4D dapat meminta Konsultan pengawas untuk memeriksa ulang harga
satuan di dalam kontrak kerja untuk memastikan tidak ada mark-up di dalamnya Ketiga untuk memastikan bahwa proyek
yang didampingi TP4D sudah melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak, maka sebelum
serah terima pekerjaan, TP4D dapat berkoordinasi dengan Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) dan atau BPKP untuk melakukan pemeriksaan ulang memastikan pekerjaan sudah sesuai dengan
kontrak kerja. Keempat apabila
kemudian dalam pelaksanaan proyek ada ditemukan penyimpangan didalamnya, maka
TP4D meminta kepada pelaksana proyek, Pengawas, dan PPK untuk memperbaiki
pekerjaan tersebut, apabila ternyata tidak ada itikad baik dari pelaksana
proyek untuk memperbaiki pekerjaannya, maka TP4D dapat meminta PPK untuk
memutus kontrak dan kemudian melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
TP4D dan
Pemberantasan Korupsi
Adanya
tudingan bahwa TP4D hanya akan menurunkan semangat Kejaksaan dalam
pemberantasan korupsi adalah tidak benar. Pencegahan adalah bagian dari
pemberantasan korupsi itu sendiri disamping penindakan. kegagalan Indonesia
dalam pemberantasan korupsi karena gagal dalam menjalankan fungsi pencegahan.
Aparat Penegak hukum hanya fokus mengedepankan penindakan sementara lembaga
penegak hukum sendiri tidak memiliki
strategi pencegahan tindak pidana korupsi, sehingga untuk menutupi kegagalan
tersebut pola penindakan dilakukan dengan gencar. Itulah mengapa indikator
keberhasilan pemberantasan korupsi selalu diukur dari banyaknya kasus yang
ditangani sehingga hampir tiap tahun KPK, Kejaksaan dan Kepolisian
berlomba-lomba mengumumkan jumlah perkara korupsi yang ditangani.
Pemberantasan
korupsi dengan pola penindakan memang memancing tepuk tangan karena terus
diliput media, tapi apakah pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini membuat
korupsi berkurang? Jika korupsi
berkurang seharusnya semakin sedikit orang ditangkap dan dipenjara karena
korupsi, tapi kenapa korupsi terus bertambah bahkan intensitasnya terus
meningkat? sekali lagi karena kita gagal dalam melakukan pencegahan korupsi.
Singapura adalah salah satu Negara yang memiliki Indeks persepsi korupsi (IPK)
lebih tinggi dari Indonesia, hal ini karena Singapura mengalokasikan sumber
daya manusia (SDM) dan anggaran lebih banyak untuk pencegahan korupsi daripada
penindakan. disana pejabat dan Pegawai Negeri tidak berani korupsi karena
diawasi. orang takut korupsi karena diawasi itulah sebenarnya fungsi pencegahan. Nah fungsi pencegahan
Korupsi inilah yang dilakukan oleh Kejaksaan
melalui TP4D.
Jadi
kalau Pemerintah memang konsisten untuk lebih mengedepankan fungsi pencegahan
korupsi sebagaimana Instruksi Presiden Joko Widodo Nomor 7 tahun 2015 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi maka seharusnya alokasi anggaran dan
sumber daya manusia lembaga penegak hukum persentasenya dialihkan ke pencegahan
sehingga anggaran untuk pencegahan lebih banyak daripada penindakan, namun
ternyata alokasi anggaran pencegahan korupsi sangatlah sedikit. Anggaran
Kejaksaan Agung untuk TP4D misalnya masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah
proyek yang harus didampingi, sehingga biaya operasional TP4D biasanya
ditanggung bersama antara Kejaksaan dengan Pemerintah daerah yang memiliki
proyek.
Korupsi
adalah keserakahan, ketamakan. korupsi jenis inilah yang harus diprioritaskan
oleh Pemerintah untuk diberantas karena inilah yang merusak negara. korupsi
jenis inilah yang melibatkan perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha.
inilah oligarki. Penguasan aset-aset
nasional dan daerah oleh beberapa pengusaha besar Asing dan nasional mustahil terjadi
tanpa keterlibatan banyak pihak. alokasi sumber daya alam, kehutanan,
perkebunan dan pertambangan hanya dimiliki oleh segelintir orang. bagaimana
mungkin ada
satu pengusaha bisa menguasai 500 ribu
Ha, 1 juta Ha, 2 juta Ha hingga 3 juta
Ha hutan, perkebunan dan pertambangan.
Dan pengusaha pengusaha yang mendapat
konsesi/izin untuk mengelola dan
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia ini, adalah konglomerat-konglomerat dan
orang-orang terkaya di Indonesia. Kalau mau jujur orang-orang terkaya
ini dapat konsesi/izin untuk menguasai
ketiga sektor kekayaan alam tersebut
bukan karena kebetulan. kalau kebetulan maka sapi pun bisa melompati bulan.
Penguasaan mereka atas kekayaan alam Indonesia adalah karena faktor kedekatan
(kroni) dengan penguasa. tidak ada makan siang gratis. Dan tahukah anda, jumlah kekayaan segelintir orang-orang
terkaya Indonesia ini kalau digabung
seluruhnya melebihi kekayaan seluruh rakyat Indonesia. Apakah ini keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia? ketika rakyat Indonesia begitu sulit untuk
mendapatkan tanah sekedar 100 meter persegi untuk membangun rumah, di sisi lain
ada satu pengusaha yang memiliki tanah seluas kecamatan dan bahkan ada yang
seluas kabupaten.
Pemerintah
selalu berdalih bahwa pemerintah tidak cukup
punya uang untuk mengelola kekayaan alam Indonesia yang demikian besar
sehingga perlu merangkul swasta untuk ikut berperan dalam pembangunan agar
pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi
benarkan kebijakan ini, dikemanakan
pasal 33 di dalam konstitusi kita
““Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”. jadi Negara lah yang seharusnya mengelola kekayaan alam
melalui BUMN-BUMN dan kemudian hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Jadi seharusnya fokus pemberantasan
korupsi yang utama oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian seharusnya pada korupsi
keserakahan dan ketamakan itu. tapi faktanya pemberantasan korupsi oleh penegak
hukum kita lebih berkutat pada nilai korupsi yang relatif kecil. Memang ada
beberapa korupsi dengan jumlah besar yang berhasil diungkap namun lebih karena
pertimbangan politik dan sebagainya. kenapa saya katakan demikian? karena ada
juga beberapa perkara korupsi yang jauh lebih besar jumlahnya tapi tidak
ditindaklanjuti sampai saat ini juga karena pertimbangan politik.
Korupsi
yang ditangani oleh KPK lebih banyak OTT yang nilainya tidak seberapa, Kejari dan Polres di Kabupaten menangani korupsi hanya berkutat pada kisaran
100-500 juta, bahkan banyak yang nilainya dibawah 100 juta namun tetap
dipaksakan karena target penanganan perkara. Sementara anggaran penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan kalau di total sekitar 300 juta, belum biaya hidup
terpidana yang harus dibiayai Negara selama dia dipenjara. Jadi biaya yang
dikeluarkan oleh Negara untuk penanganan perkara korupsi lebih besar dari uang
Negara yang diselamatkan, ini dari segi efisiensi. sementara disisi lain ada
penegak hukum yang menangani 15 perkara korupsi sementara anggaran
penanganannya hanya 2 perkara, lalu darimana anggaran untuk membiayai sisa 13
perkara korupsi itu, belum lagi pengadilan tipikornya ada di provinsi yang
tentunya biayanya lebih besar lagi untuk sidang dan sebagainya.
Kita
hanya pamer bahwa berhasil menangani sekian banyak perkara korupsi sementara
kita tidak memiliki strategi bagaimana bisa menanggulangi korupsi itu sendiri.
Malah jangan-jangan pelaku korupsi kecil yang kita penjarakan moralnya tidak
lebih jahat dari kita yang memenjarakan mereka.
Lalu bagaimana
idealnya pemberantasan korupsi itu?
Pemberantasan
korupsi seharusnya dimulai, Pertama
dari aspek pencegahan. Korupsi
terjadi akibat lemahnya pengawasan baik oleh pimpinan sebuah lembaga maupun
oleh Aparat Pengawasan Internal yang dibentuk oleh Pemerintah. Pengawasan adalah
bagian dari pencegahan. ketika
pengawasan berjalan dengan baik orang tidak akan berani melakukan penyimpangan.
Salah satu kegiatan pengawasan adalah melakukan pemeriksaan. fungsi pemeriksaan
inilah yang harus dikoordinasikan terus menerus oleh K/L/D/I dengan lembaga
penegak hukum untuk pencegahan korupsi. Kejaksaan sudah punya TP4D. Proyek proyek yang telah selesai dikerjakan
dan akan diserahterimakan hendaknya dilakukan pemeriksaan ulang oleh TP4D
bersama-sama dengan aparat pengawasan Internal Pemerintah atau BPKP untuk
memastikan proyek telah sesuai kontrak kerja.
Kedua pemerintah harus
memberikan kesejahteraan kepada pegawainya.
Lee Kuan Yee, mantan PM Singapura
mengatakan pemberantasan korupsi tidak akan berhasil apabila pejabat dan
pegawai pemerintah tidak sejahtera. Beliau mengatakan “jika menghendaki pejabat dan Pegawai jujur, mereka
harus digaji tinggi supaya bisa hidup sesuai kedudukan tanpa harus korupsi. Lee
Kuan Yee mungkin ingin mengatakan bahwa integritas Pegawai Negeri lebih
mudah dibangun dengan memberikan mereka kesejahteraan. Jadi selama Pemerintah
gagal dalam memberikan kesejahteraan kepada Pegawai Negerinya maka korupsi dan
penyalahgunaan wewenang akan terus terjadi. Jika biaya kesehatan, pendidikan
dan kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka pegawai akan terus mencari tambahan
diluar penghasilan resminya. selama gaji kecil maka Pimpinan proyek akan
meminta jatah persen kepada kontraktor, selama jabatan dan kekuasaan hanya bisa
didapatkan dengan menyetor upeti, maka penegak hukum akan menjadikan agenda
pemberantasan korupsi sebagai komoditas yang mendatangkan keuntungan pribadi.
lalu apa hubungan antara kesejahteraan pegawai dengan rendahnya korupsi ? Negara-negara di kawasan Asia timur yang maju
ekonominya seperti Taiwan, Jepang, dan Korea selatan, Kendati sistem pemerintahannya
kurang demokratis mereka justru efektif
dalam menekan tingkat korupsi yang dibuktikan oleh rendahnya angka indek
korupsi dibanding negara-negara yang mengklaim demokratis seperti Indonesia,
Thailand dan india. maksudnya adalah bahwa demokrasi di negara yang tingkat
perekonomiannya rendah akan cenderung rentan terhadap korupsi dibanding dengan
Negara-negara yang makmur yang tingkat kesejahteraan pegawainya sudah baik.
Ketiga membangun sistem yang kuat yang mampu mencegah dan
menangkal korupsi. kita banyak membicarakan korupsi bahkan waktu kita lebih
banyak dihabiskan dengan berdebat dan berdiskusi masalah korupsi baik di
televisi maupun media. Namun sebenarnya kita tidak pernah sungguh-sungguh
berpikir dan berbuat untuk mencegah dan menangkal korupsi. energy bangsa ini
lebih banyak mengurusi masalah politik dan perebutan kekuasaan.
Membangun system adalah
tugas Negara yaitu bagaimana membangun system yang mampu mencegah dan menangkal
korupsi. kita mau memberantas korupsi tapi pemerintah justru menciptakan system
yang membuka peluang terjadinya korupsi secara besar-besaran. Pilkada misalnya,
korupsi politik mau kita berantas tapi sistem pilkada yang kita terapkan justru
sangat rentan terhadap korupsi. untuk maju pilkada setiap calon kepala daerah harus
menyiapkan modal minimal 50 miliar. Biaya politik mahal jadi untuk kalahpun
anda membutuhkan uang banyak apalagi menang. Oleh karena itu anda membutuhkan
pemodal untuk membiayai politik anda dan
pemodal tentunya tidak akan memberikan anda makan siang gratis. mereka tentu
ingin investasinya dapat kembali dalam bentuk keuntungan. sebagai kepala
pemerintahan atau kepala daerah apa keuntungan yang diinginkan dari anda?
mereka tentunya menginginkan penguasaan atas proyek-proyek pemerintah yang
besar, ijin penguasaan atas sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan dan
sebagainya. Jadi dengan model pilkada saat ini sangat rentan terhadap korupsi.
selama sistem tidak dibenahi Negara selama itu korupsi tidak dapat diberantas.
Dulu kita sangat anti dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sekarang
Kolusi dan Nepotisme kita legalkan dalam Undang-undang dengan memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada Istri, anak, Keponakan untuk menggantikan
Suami, Bapak dan Paman sebagai Kepala Daerah.
Banyak yang mengatakan bahwa
korupsi adalah persoalan moral, selama moralnya bobrok maka walaupun gajinya
besar maka korupsi tetap dilakukan. tapi membangun moral bukanlah tugas Negara,
tugas Negara adalah membangun system yang mempersempit peluang terjadinya
penyimpangan. menyalahkan moral sebagai penyebab utama korupsi maka sama dengan
anda mengatakan bahwa moral bangsa Indonesia lebih buruk dari orang Singapura,
Jepang dan Negara-negara eropa lainnya. saya rasa semua moral manusia sama.
Negara-negara yang berhasil memberantas korupsi adalah karena mereka berhasil
membangun system yang kuat yang mampu mencegah terjadinya korupsi disamping
karena mereka berhasil memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Tulisan
ini dibuat bukan untuk melemahkan penindakan dalam pemberantasan korupsi tapi
sekedar mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi semata-mata dengan penindakan
tidak akan pernah berhasil. Tidak ada negara di dunia ini yang berhasil
memberantas korupsi tanpa membangun sistem yang kuat. Sistem yang kuat dibangun
dari aspek pencegahan terjadinya ruang yang memungkinkan penyimpangan terjadi. Dalam
sebuah sistem yang baik, orang jahat akan dipaksa menjadi orang baik. Tapi
sebaliknya dalam sistem yang buruk, orang baik dipaksa menjadi orang jahat.
Di dalam sistem yang baik peluang untuk melakukan
penyimpangan dipersempit karena pengawasan berjalan dengan baik, Pegawai tidak
perlu lagi memburu jabatan karena promosi sudah terukur dengan jelas, tidak ada
lagi yunior yang tidak punya prestasi apa-apa tapi ujug-ujug melangkahi seniornya
sampai 4 tingkat diatas. Di dalam sistem yang baik anda dihormati karena
integritas anda.
Memang untuk berubah kita membutuhkan komitmen
dan kemauan. kita tidak pernah berubah selama kita tidak pernah sungguh-sungguh
mau berubah. Yang kita khawatirkan adalah bangsa ini enggan berubah karena orang-orang
yang memegang kekuasaan memang tidak ingin keadaan berubah. Mereka sudah
menikmati kenyamanan. Mereka tidak memikirkan kehancuran bangsa ini ke depan.
Wallahu’alam bisshowab
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin.
Komentar
Posting Komentar