JANGAN HUKUM PECANDU NARKOBA, TANGKAP DAN HUKUMLAH BANDARNYA
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2022, terdapat 276.172 penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan), penghuni lapas di Indonesia paling banyak berasal dari kasus narkoba, yakni 135.758 orang. Rinciannya, ada 125.288 jiwa merupakan pemakai narkoba dan terdapat 14.551 jiwa merupakan pengedar, bandar, penadah, serta produsen narkoba.
Jumlah pelaku tindak pidana narkoba mendominasi penghuni lapas dan rutan. Porsinya mencapai 50% dari total penghuni lapas dan rutan. Bahkan penghuni lapas dan rutan telah kelebihan kapasitas hingga 109%.
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/23/penghuni-lapas-dan-rutan-kelebihan-kapasitas-109-pada-september-2022)
------------------------------------
NARKOBA adalah masalah yang sangat serius bagi bangsa ini. Tindak pidana yang paling banyak diajukan kepersidangan, adalah narkoba dan penghuni lapas paling banyak adalah pelaku narkoba.
Kalau kita membaca pemberitaan media mengenai penangkapan pengedar narkoba, dengan barang bukti yang mencapai ratusan kilo hingga satu ton lebih sabu-sabu dan ratusan ribu hingga jutaan pil ekstasi. Maka, bisa Anda bayangkan berapa banyak pemakai atau pecandu narkoba dilihat dari permintaan narkoba yang semakin tinggi.
Jadi tidaklah aneh, apabila sebagian besar dari mereka yang ditangkap karena narkoba adalah pemakai atau pecandu, yaitu orang yang sudah mengalami ketergantungan, untuk terus memakai narkoba. Karena syaraf mereka sudah teracuni oleh zat adiktif.
Mereka ini, dalam perspektif medis sebenarnya, adalah orang sakit yang memerlukan perawatan untuk diobati. Namun, dalam UU Narkotika menempatkan orang yang memakai atau pengguna narkoba sebagai pelaku kejahatan, yaitu menggunakan narkoba untuk diri sendiri tanpa melalui pengawasan dokter.
Meskipun UU No. 22 tahun 1999 tentang narkotika telah menyebutkan secara jelas, bahwa pemakai atau pecandu direhabilitasi di dalam pasal 54, 55, 56, 57, 58 dan pasal 103. Namun, dalam prakteknya hanya sebagian kecil saja pemakai atau pecandu yang direhabilitasi. Sedangkan sebagian besar dari mereka di penjara.
Mengapa Dipenjara?
Karena UU Narkotika masih mencantumkan pidana penjara bagi pengguna narkoba. Maka, mayoritas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, adalah pidana penjara, yaitu menggunakan pasal 111 dan 112 UU Narkotika yang mengatur penguasaan dan kepemilikan narkotika dengan ancaman pidana yang sangat tinggi yaitu minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun.
Dan, hanya sedikit yang menuntut dengan pasal 127, untuk pengenaan rehabilitasi. Walaupun pasal itu juga didakwakan oleh Penuntut umum berdasarkan dakwaan subsidaritas.
Bahwa di samping itu, hakim yang menjadi benteng terakhir dalam memberikan keadilan juga terikat dengan adanya surat edaran MA No 4 tahun 2010 yang menjadi pedoman bagi hakim. Untuk melakukan rehabilitasi bagi terdakwa yang menjadi pemakai.
Dalam SE MA tersebut, disebutkan rehabilitasi hanya bisa diberikan kepada terdakwa yang pada saat ditangkap oleh penyidik dalam kondisi tertangkap tangan. Dan, barang buktinya menunjukkan hanya untuk dikonsumsi sendiri. Misalnya, untuk sabu-sabu adalah kurang dari 1 gram dan ekstasi kurang dari 2,4 gram atau sama dengan 8 butir.
Apa yang terjadi ketika UU Narkotika tetap mencantumkan pidana penjara bagi pengguna atau pemakai narkoba ?
Karena pengguna narkoba, adalah yang paling banyak ditangkap daripada pengedarnya. Maka, pada akhirnya yang paling banyak mengisi sel penjara, adalah pemakai atau pecandu narkoba ini.
Lalu apa yang terjadi? Penjara menjadi sesak, anggaran negara semakin membengkak. Untuk membiayai para tahanan dan narapidana.
Bayangkan pecandu narkoba yang kedapatan dengan barang bukti diatas 1 gram maka mereka akan dihukum minimal 4 tahun penjara. Hitung saja apabila negara memberi mereka makan sehari 30 ribu saja maka negara harus menanggung uang makan mereka sebesar 43.800.000.- pertahun (4X365x30.000). uang sebanyak itu seharusnya bisa bermanfaat untuk memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi.
Lalu apa fungsi penjara? Untuk membina pelaku kejahatan agar menjadi baik kembali dan bisa kembali ke masyarakat.
Apakah tujuan tersebut tercapai? Pemakai narkoba adalah pecandu. Walaupun mereka dihukum berat, dipenjara mereka tidak akan menjadi jera atau menjadi sehat. Justru, kondisi kejiwaan mereka semakin memburuk. Karena mereka pecandu, dipenjara mereka akan mencari narkoba lagi. Dan, bahkan bisa lebih bebas menggunakan narkoba sehingga semakin menjadi pecandu.
Ketika keluar penjara mereka terus memakai narkoba. Dan, ketika tidak ada uang maka mereka akan menjadi pengedar. Untuk membiayai kecanduannya memakai narkoba.
Ini mengkhawatirkan. Saatnya kita harus memikirkan, apakah sudah benar cara kita berhukum selama ini, dimana pemakai atau pecandu narkoba harus dipenjara?
Apakah penghukuman bagi pecandu narkoba yang selama ini dilakukan telah menimbulkan efek jera?
Apakah hukuman yang dijatuhkan dapat menghentikan peredaran dan jumlah pecandu? Yang kita saksikan peredaran dan jumlah pecandu narkoba semakin hari semakin bertambah besar.
Bentuk Densus Teroris Narkoba
Dari perspektif medis pemakai atau pecandu narkoba sebenarnya, adalah orang sakit, dan dimana-mana orang sakit harus diobati dan disembuhkan. Mereka ini pada dasarnya, adalah korban dari sindikat kejahatan peredaran gelap narkoba.
Dalam konteks pidana, hukuman hanya dijatuhkan kepada pelaku kejahatan karena adanya korban, yaitu orang lain. Sementara, pemakai narkoba hanya merugikan dirinya sendiri. Dan, tidak merugikan dan atau menyebabkan adanya korban (crime without victim).
Penerapan pidana penjara bagi pengguna narkoba, terbukti tidak menurunkan jumlah pengguna. Sebaliknya, justru terus mengalami peningkatan akibat peredaran narkoba semakin masif. Yang harus dilakukan sebenarnya, adalah memutus mata rantai penyebaran narkoba dengan memburu pengedar atau bandarnya.
Menghentikan peredaran narkoba ini hanya membutuhkan komitmen penuh. Kalau kita menganggap bahwa narkoba tidak kalah berbahaya dengan teroris, karena sama-sama berpotensi bisa membunuh banyak korban. Maka, kita seharusnya memperlakukan pengedar atau bandar narkoba sebagai teroris. Kemudian, bentuk Densus Teroris Narkoba untuk memburu bandarnya. Bukankah dalam sejarah dunia, narkoba pernah digunakan sebagai alat politik untuk menghancurkan suatu bangsa dalam bentuk perang candu.
UU Narkotika perlu direvisi
Bahwa oleh karena itu sudah saatnya kita memikirkan untuk merevisi UU No. 22 tahun 1999 tentang narkotika, untuk tidak lagi mempidana penjara pengguna atau pemakai narkoba. Akan tetapi mengobati atau merehabilitasi mereka. Kepada mereka yang hanya pemakai dan pecandu narkoba yang saat ini dipenjara sudah saatnya pemerintah memberikan mereka grasi (pengampunan). Penjara bukanlah tempat mereka untuk sembuh dan lepas dari ketergantungannya kepada narkoba.
Perlakukan pemakai narkoba ini sebagai orang sakit. Bawa mereka ke rumah sakit, rawat dan obati mereka sampai sembuh. Keluarga yang mengetahui, ada anggota keluarganya yang memakai narkoba. Agar, segera melaporkan diri untuk segera diobati. Bagi yang tidak melaporkan diri, agar ditangkap untuk direhabilitasi. Memang ini juga terkait dengan anggaran. Namun, bisa melibatkan keluarga untuk melakukan rehabilitasi mandiri.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar