Langsung ke konten utama

REFLEKSI PILKADA 2024

REFLEKSI PILKADA 2024

“Hak politik (untuk menjadi pejabat negara) tidak boleh diberikan kepada siapa saja melainkan hanya untuk mereka yang terpilih yakni para philosopher kings (orang-orang yang berpengetahuan)” – PLATO DAN ARISTOTELES.

----------------

Pilkada serentak tanggal 27 Nopember 2024 telah selesai dilaksanakan. Ada 37 provinsi dan 508 Kab/kota yang telah memilih kepala daerahnya masing-masing. Sudah hampir 20 tahun kita melaksanakan pilkada secara langsung namun ternyata sirkulasi kepemimpinan masih terus ditentukan oleh uang dan kekuasaan. 

Tanpa uang banyak sulit untuk menang dalam pilkada. sistem rektrutmen kepemimpinan melalui pemilu/pilkada langsung tidak lagi melihat kepada kompetensi dan kecerdasan seseorang tetapi lebih ditentukan oleh popularitas dan uang serta apa maunya partai politik. Maka jangan heran apabila dalam pilkada 2024 kemarin, ada setidaknya 138 orang peserta pilkada yang terdiri dari kandidat gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, serta bupati dan wakil bupati yang diduga terlibat dalam kasus korupsi yaitu mereka pernah menjadi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, terlapor, dan orang-orang yang namanya pernah disebut dalam persidangan kasus korupsi. (https://www.tempo.co/hukum/icw-138-calon-kepala-daerah-di-pilkada-2024-terlibat-kasus-korupsi).

Bahwa uang telah merusak integritas pemilu. Tidak ada tempat lagi bagi orang orang yang memiliki karya untuk menjadi pemimpin. partai yang seharusnya sebagai kaderisasi kepemimpinan menjadi kaderisasi dinasti belaka. Bahwa dalam Pilkada 2024 ini saja, ada 155 dari 582 kandidat yang memiliki afiliasi dengan dinasti politik yang mana mereka memiliki hubungan orang tua-anak, adik-kakak, suami-istri, mertua-menantu, dan saudara dengan pejabat negara. Maka tak heran dalam pilkada 2024 yang lalu ada Bapak yang akhirnya menjadi Gubernur sementara anaknya menjadi Bupati. 
(https://makassar.tribunnews.com/2024/11/30/sosok-suhardi-duka-dan-sutinah-suhardi-ayah-terpilih-gubernur-sulbar-dan-anak-bupati-mamuju)

Bahwa menyaksikan debat kandidat pilkada melalui televisi, kita justru disuguhi debat yang jauh dari berkualitas karena minimnya wawasan banyak paslon. Padahal pemimpin adalah kunci untuk menjadikan kota ataupun negara akan maju. Pemimpin yang cerdas, teruji pengalamannya dengan banyak karya serta visi akan menentukan maju tidaknya kota/negara. 

Seharusnya ada aturan yang jelas bahwa seorang yang akan dicalonkan menjadi pemimpin harus memenuhi kriteria yang ketat seperti Pendidikan, pengalaman dan adanya karya yang pernah ditinggalkan. Misalnya seorang yang maju menjadi calon Gubernur, dia sudah pernah menjadi Bupati dan meninggalkan karya bagi kemajuan daerahnya. Sehingga pilpres/pilkada menjadi pertarungan yang bermutu melalui adu gagasan. Tidak seperti sekarang ini, ada banyak pemimpin yang ujug-ujug terpilih hanya karena endorse dari kekuasaan melalui rekayasa opini publik padahal sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman sama sekali. Plato dan Aristoteles telah mengingatkan bahwa hak politik (untuk menjadi pejabat negara) tidak boleh diberikan kepada siapa saja melainkan hanya untuk mereka yang terpilih yakni para philosopher kings (orang-orang yang berpengetahuan).

Pilkada langsung yang telah kita laksanakan selama hampir 20 tahun ini ternyata membawa mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya.  Karena besarnya uang untuk membiayai pilkada maka banyak kepala daerah terpilih yang akhirnya melakukan korupsi untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama pilkada. Sampai saat ini ada 429 kepala daerah hasil Pilkada yang terjerat kasus korupsi (https://news.detik.com/berita/d-5498530/pimpinan-kpk-catat-ada-429-kepala-daerah-hasil-pilkada-terjerat-korupsi).

Demokrasi memang telah menjadi pilihan bangsa Indonesia tetapi bukan demokrasi langsung tetapi adalah demokrasi perwakilan sebagaimana diatur dalam sila ke 4 pancasila. Pemilihan langsung yang menyerahkan kepemimpinan kepada pilihan seluruh rakyat sangat rawan dimanipulasi. memilih pemimpin tidak bisa diserahkan kepada semua rakyat yang tidak memahami bagaimana memilih pemimpin yang baik dan benar. Francis fukuyama dalam bukunya the End of History and The Last Man mengatakan bahwa sangat sulit dibayangkan sebuah demokrasi bisa berfungsi dengan baik dalam masyarakat yang mayoritasnya buta aksara (kurang pendidikan dan pengetahuan), di mana rakyatnya tidak dapat memahami dan mencerna informasi yang tersedia untuk dapat melakukan pilihan yang benar. 

Demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik di negara yang penduduknya sudah dewasa dan berilmu. Ada lebih dari 100 juta penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Bangsa Indonesia yang mayoritas rakyatnya masih Pendidikan rendah atau sekitar 80% hanya lulusan SD sampai SMA tidak cocok melaksanakan demokrasi langsung ini. Melalui pemilihan langsung mereka gampang dimanipulasi dengan bansos. Menunggu serangan fajar Ketika ada pemilu/pilkada. 

Bahwa Pemilihan langsung juga sangat rawan terjadi chaos.  Pilpres/Pilkada langsung membuat kita gampang terbelah dan resiko menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat. Apalagi kalau ada pihak-pihak tertentu yang menginginkan NKRI pecah. Ingat, bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku ini gampang gontok-gontokan dan diadu domba, ego masyarakatnya sangat besar. Lidah mereka tipis sehingga gampang menghujat dan memaki. pikiran mereka sempit dan hanya melihat jangka pendek. Gampang marah dan mudah disulut untuk berkonflik. Lihat saja di dalam partai politik, karena perbedaan pendapat, kader partai bikin partai baru. Di dalam organisasi profesi, karena perbedaan pendapat maka keluar dan bikin organisasi baru.

Bahwa dampak paling buruk dari pemilihan langsung ini adalah masuknya oligarki untuk membajak negara. Mereka bisa mengendalikan kekuasaan karena pemimpin yang terpilih adalah dibiayai oleh mereka.
Pada zaman presiden Soeharto, sebelum reformasi 1998, Negara masih menguasai sebagian besar sumber daya alam. Ada BUMN PTPN untuk menguasai Perkebunan, ada perhutani untuk menguasai kehutanan. Ada aneka tambang, bukit asam untuk menguasai tambang. 

Tapi apa yang terjadi sekarang ?
Saat ini swasta menguasai total 20 juta hektar lahan di Indonesia untuk Perkebunan maupun kehutanan. Ini lebih luas daripada wilayah beberapa negara. Singapura saja hanya luas sekitar 72.000 ha.

Indonesia semakin menunjukkan sejumlah indikator yang mengarah pada ketimpangan ekonomi yang serius dimana 1 persen populasi terkaya menguasai lebih dari 45 persen kekayaan nasional.  Saat ini kekayaan 10 keluarga terkaya melebihi kekayaan 114 juta penduduk Indonesia. Ini adalah ketimpangan yang sangat serius. salah satu ciri negara gagal adalah jika kekayaan bangsa itu hanya dimiliki segelintir orang saja.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20241121062055-532-1168931/prabowo-sebut-kekayaan-dikuasai-sedikit-orang-ciri-negara-gagal

HAPUSKAN PEMILIHAN LANGSUNG
Bahwa sudah selayaknya pemerintah menghentikan pilpres dan pilkada langsung ini dan mengembalikan pilpres dan pilkada dipilih oleh wakil-wakil rakyat yang sejalan dengan demokrasi Pancasila. 
Bahwa gagasan mengembalikan pilpres/pilkada kepada anggota DPR/DPRD bukanlah langkah mundur tapi refleksi kita bahwa system demokrasi liberal melalui pemilihan langsung ini tidak cocok bagi kultur bangsa Indonesia yang menganut demokrasi Pancasila. Pemilihan langsung ini lebih banyak membawa mudharat daripada manfaatnya.

Pemilihan dengan system perwakilan melalui DPR/DPRD maka anggaran negara akan lebih hemat dan efisien dari sisi biaya dibanding dengan sistem pemilihan langsung yang diterapkan saat ini. Dengan menghapuskan pemilihan langsung presiden dan kepala daerah maka negara bisa menghemat ratusan triliun. Belum lagi sumber daya yang harus dikerahkan untuk pengamanan dan menyalurkan distribusi kotak suara keseluruh pelosok tanah air yang kadang sulit dijangkau serta adanya potensi banyak kecurangan yang akhirnya bermuara pada konflik.

Persepsi bahwa pemilihan oleh DPR/DPRD tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dalam menentukan pemimpinnya sehingga menjadi kurang demokratis adalah tidak benar karena dengan system yang sekarang dipakai maka sebenarnya partai politiklah yang menentukan siapa pemimpin yang akan di calonkan. Rakyat hanya memilih pemimpin yang dipilih oleh partai politik atau gabungan partai politik, rakyat tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi calon presiden, Gubernur atau bupati/Walikota.
Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel Pemerintah Jokowi-JK untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sesuai dengan janjinya, berencana   membelanjakan 5000 triliun lebih selama lima tahun untuk infrastruktur. Dengan proyek-proyek infrastruktur, biaya logistik nasional dapat lebih rendah, lapangan kerja yang tersedia dapat mengurangi pengangguran, volume BBM bisa ditekan. Proyek infrastruktur ini tersebar di berbagai Kementerian dan di Pemerintah Daerah. masalah utama yang dihadapi ada dua yaitu pembebasan tanah dan masalah hukum. Pembebasan tanah akan diupayakan dengan mengundang partisipasi masyarakat. Namun masalah hukum, khususnya kekhawatiran Pimpinan Proyek (Pimpro) untuk mengambil keputusan, akan membuat seluruh proyek itu akan berjalan lambat. Keterlambatan proyek akan membuat konsekuensi besar ke eskalasi biaya, kualitas pekerjaan dan pelayanan publik. Presiden Jokowi dan JK i...

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD 1945). BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 6 ayat (2) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan ,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuang...