BELAJAR ILMU LOGIKA
“Dengarkan baik-baik, kalau kamu ingin menjadi seorang intelektual yang tangguh, maka pelajarilah dua ilmu ini secara mendalam. Pertama ilmu kalam (tauhid). Kedua ilmu mantiq (logika).
“Bahwa orang yang tidak mempelajari ilmu mantiq kredibilitas keilmuannya patut dipertanyakan Karena tanpa ilmu ini orang akan berpikir seenaknya (Imam al gazhali).
--------------------------------
Di era informasi seperti ini dimana setiap orang dapat mengakses data, informasi baik lewat internet maupun media social kita membutuhkan cara berpikir yang benar dan kritis supaya kita dapat memahami segala sesuatu dengan perspektif yang benar. Ditengah kebebasan berpendapat dimana setiap orang dapat mengomentari setiap persoalan yang muncul maka, adu domba, berita hoax, informasi yang tidak utuh karena dipotong-potong tidak bisa dibedakan lagi sehingga orang akan cenderung terperosok dalam fitnah.
Oleh karena itu berpikir yang sistematis dan membangun argument yang kuat adalah sangat dibutuhkan dalam literasi berbangsa. Ilmu logika atau ilmu mantiq mengajarkan kita kaidah-kaidah berpikir yang benar itu, berpikir secara sistematik, terukur dan mendalam. Ilmu logika menuntut Kita untuk berpikir sebelum berucap, merenung sebelum bertindak dan menelaah sebelum menghakimi orang yang berbeda paham.
Misalnya kita sering menuduh orang yang berbeda agama dengan sebutan kafir padahal kita tidak tahu definisi dari kata kafir dan kepada siapa kata tersebut layak ditujukan. Kita juga sebut orang dengan sebutan syiah padahal kita tidak tahu definisi syiah dan apa dan oleh siapa saja kata tersebut layak disandang. Seperti ucapan Imam syafii, kalau Syiah adalah kelompok orang yang mencintai ahlul bait maka aku adalah termasuk dari ahlul bait itu. Padahal Imam syaffi bukanlah syiah.
Di dalam percakapan ataupun perdebatan kita sering menemukan orang-orang yang berpikir tidak logis dan melakukan falasi (kesalahan berpikir) Ketika melontarkan argumen. Penyebabnya tentu saja karena sejak dulu Pendidikan kita memang tidak diajarkan dengan basic ilmu logika. Kalau kita punya basic ilmu logika yang mantap maka kita tidak akan mudah terperangkap dalam kesalahan berpikir (falasi) itu.
Nah dalam tulisan ini kita akan membahas sedikit pelajaran yang sederhana mengenai ilmu logika ini. pelajaran ini diperoleh oleh penulis dari seorang guru yang kemudian penulis tulis ulang dengan beberapa tambahan dan penyesuaian di sana sini.
Mari kita mulai
Apa itu logika ?
Logika, secara singkat berarti cara berpikir yang benar yang dinyatakan dalam kata-kata.
Ada 4 hukum dasar logika yaitu :
1. Hukum kesamaan, sesuatu itu adalah sesuatu itu sendiri. Ahsan ya Ahsan. Ahsan jelas bukan irsan.
Setiap sesuatu memiliki hakikat dan ciri khas yang bersifat tetap sehingga tidak bisa dipersamakan. KITA tidak bisa mempersamakan islam, Kristen, hindu, budha karena masing-masing memiliki ciri khasnya, ajarannya dan sebagainya atau kita tidak bisa mempersamakan Tuhan dengan makhluk. Karena makhluk dan Tuhan jelas berbeda.
Hukum kesamaan menyatakan Tuhan dan makhluk berbeda. Tuhan tidak seperti manusia makan, menikah, dan sebagainya jadi kalau ada yang mengatakan yesus itu Tuhan maka menurut hukum akal kesimpulan itu tidak bisa diterima karena dua hal yang berbeda tidak bisa dianggap sama.
2. Hukum kontradiksi, misal anda tidak bisa mengatakan saya ada di kantor tetapi juga tidak ada didalam kantor karena keduanya saling bertentangan. Tetapi anda mungkin saja mengatakan bahwa saya tidak ada di dalam kampus tetapi saya ada di depan kampus karena tempatnya sudah berbeda. Anda tidak bisa mengatakan bahwa Tuhan itu Esa tetapi sekaligus juga mengatakan Tuhan ada tiga dan sebagainya.
Poin utamanya adalah dua hal yang bertentangan itu tidak mungkin terhimpun atau dua hal yang bertentangan tidak mungkin saling membenarkan
3. Hukum penyisihan jalan tengah, kalau Indonesia pasti bukan malaysia, pasti bukan juga setengah Indonesia, setengah malaysia (ngak bisa setengah-setengah)
4. Hukum cukup alasan, sesuatu itu berubah jika memiliki alasan yang cukup. Contohnya, “siang berubah jadi malam, setelah matahari tenggelam”. Tidak logis kita bikin kalimat: “Pada pukul 12.00 WIB, tiba-tiba saja siang berubah jadi malam.” Atau “Ahsan itu sebenarnya baik, mau menyumbang kalau dimintai sumbangan, mau membantu orang miskin yang meminta tolong, tapi sebenarnya aslinya itu pelit.
Dalam ilmu logika, ada 3 hal terpenting yang perlu dipelajari (ada banyak hal lainnya, tapi 3 ini yang paling penting), yaitu DEFINISI, ARGUMENTASI, dan FALASI.
Definisi adalah keterangan atau penjelasan atas sesuatu.
Pendefinisian ini penting sekali karena kalau definisi sudah salah, proses penyusunan argumentasi pun akan salah.
Misal ada yang berpendapat bahwa pacaran itu haram karena dapat mengantarkan orang pada dosa dan perzinahan. Yang halal itu adalah ta’aruf. Nah disini kita perlu yang disebut definisi yaitu apakah pacaran itu, apa itu ta’aruf?
Wikipedia mendefinisikan pacaran yaitu “proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.
Jika definisi ini diterima maka maka apa yang disebut pacaran tidak ada bedanya dengan ta’aruf. Artinya kalau anda menerima definisi ini maka pacaran tidak haram bahkan halal, dianjurkan. Dengan definisi yang berbeda, maka akan lahir pula hukum yang berbeda.
Contoh lain
Kita sering mendengar percakapan seperti ini
A: Syiah itu kafir, bukan Islam!
B: Buktinya apa?
A: Syiah itu suka menghina Ummul Mukminin dan para khalifah, kecuali Ali!
Di sini, perlu jelas dulu: apa definisi Islam? Apa definisi kafir? Apakah syarat masuk Islam adalah “tidak menghina Ummul Mukminin? Ataukah menghina Ummul Mukminin sebatas “perbuatan haram”? Lalu, apakah seorang muslim yang berbuat sesuatu yang dihukumi haram otomatis keluar dari Islam? Lalu apakah semua orang Syiah suka menghina Ummul Mukminin, atau segelintir oknum saja? dan sangat banyak pertanyaan lanjutan soal definisi ini).
Jadi, sekali lagi, definisi itu penting. Saat kita mendengar orang bicara (dan saat kita bicara/menulis), kritislah pada definisi ini. Jangan sampai kita terjebak dalam perdebatan konyol karena ternyata definisi yang dipakai berbeda. Jangan sampai kita buru-buru menghujat orang karena ternyata salah paham definisinya. Dan, jangan mau dibodohi orang yang bicara dengan mengaburkan definisi.
Setelah kita bahas DEFINISI. Kini kita masuk ke ARGUMENTASI.
ARGUMENTASI yaitu penalaran yang disampaikan dalam rangka meyakinkan pihak lain.
Ingat kata kuncinya adalah ‘penalaran’ atau proses berpikir.
PENALARAN, yaitu proses penarikan kesimpulan dari satu atau lebih proposisi (pernyataan).
Ada 2 jenis penalaran, yaitu langsung atau tidak langsung.
(1) Penalaran langsung, adalah menalar dengan berdasarkan 1 pernyataan saja, yaitu jika suatu pernyataan dianggap benar maka pernyataan yang kontradiktif menjadi salah.
Contoh: “semua warga RW 1 bisa membaca” --> artinya, kalimat “sebagian warga RW 1 buta huruf” adalah salah.
(2) Penalaran tidak langsung, yaitu menalar dengan berdasarkan 2 (atau lebih) pernyataan (proposisi).
Di sini ada 3 jenis yaitu : INDUKSI, DEDUKSI, ANALOGI
INDUKSI
Induksi adalah pengambilan kesimpulan umum (generalisasi) atas beberapa proposisi khusus (partikular).
Contoh:
(a) Naswa adalah warga Makassar, berjilbab.
(b) Anisa adalah warga Makassar, berjilbab.
(c) Chaca adalah warga Makassar, berjilbab.
KESIMPULAN: semua warga Makassar yang perempuan berjilbab
Kesimpulan ini SALAH karena faktanya ada banyak perempuan Makassar yang tidak berjilbab. Dengan demikian, generalisasi (induksi), tidak memberikan kepastian kebenaran (kadang benar, kadang salah).
Yang bisa disimpulkan dari penalaran induksi adalah ‘probabilitas’ (kemungkinan). Semakin banyak sampel (contoh) yang diambil dan semakin sedikit populasi sampel, semakin tinggi kemungkinan benarnya.
Misalnya, di sebuah kelas berisi 10 anak, 7 di antaranya sakit flu, kemungkinan besar seluruh anak di kelas itu sakit flu. Generalisasi menjadi BENAR ketika semua sampel diteliti (ke-10 anak di kelas itu diteliti dan semuanya memang sakit flu.
DEDUKSI
Deduksi adalah pengambilan kesimpulan dari sebuah proposisi umum (universal) dan sebuah proposisi khusus (partikular).
Contoh:
(a) Seluruh warga Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
(b) Naswa adalah warga Indonesia.
Kesimpulan: Naswa berhak mendapatkan layanan kesehatan gratis.
KESIMPULAN dipastikan benar, jika pernyataan umumnya (a) dan pernyataan khususnya (b) benar.
HATI-HATI, deduksi bisa salah kalau pernyataan (a) dan (b) sama-sama khusus (partikular) atau sama-sama negatif.
Contohnya,
(a) Liberalisme adalah paham yang menolak hukum agama.
(b) PKI adalah organisasi yang pahamnya menolak hukum agama.
Kesimpulan: PKI adalah paham yang sama dengan liberal.
ANALOGI
Analogi adalah mekanisme pembuktian atas sesuatu (misalnya A) dengan menunjukkan bukti yang ada pada sesuatu lain (B) yang memiliki kemiripan atau kedekatan dengan sesuatu itu (A).
Contoh:
(a) Pisang adalah buah yang rasanya manis.
(b) Kedondong adalah buah.
Kesimpulan: Kedondong pasti rasanya manis.
Kita tahu, umumnya kedondong rasanya asam. Artinya, analogi sering SALAH, jadi sebaiknya tidak beragumentasi dengan analogi.
Analogi bisa mencapai kebenaran ketika ada argumen lain yang terbukti benar.
Misalnya:
(a) Nasir mahasiswa HI Unpad, jago filsafat Barat.
(b) Budi mahasiswa HI Unpad
Kesimpulan: Budi jago filsafat Barat.
Kesimpulan ini bisa benar bila ada data lain yang mendukung (misalnya, bahwa seseorang harus lulus tes Filsafat Barat supaya bisa diterima jadi mahasiswa HI Unpad; artinya seluruh mahasiswa HI Unpad dipastikan jago Filsafat Barat).
Bahwa KEPASTIAN kebenaran hanya bisa didapatkan dari DEDUKSI (dengan sejumlah aturan, tentunya), sementara itu INDUKSI hanya memberikan KEMUNGKINAN. Karena itu, kita tidak boleh memastikan, menghakimi, apalagi mengambil tindakan hanya berdasarkan penalaran induktif. Apalagi, berdasarkan ANALOGI.
Sekarang kita akan membahas yang disebut dengan falasi (kesalahan berpikir)
FALASI (fallacy) adalah kesalahan berpikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan dalam menyusun argumen; bisa terjadi pada pendefinisian, penggunaan premis, penggunaan data, penarikan kesimpulan, dan semua aspek logika lainnya.
Falasi terkadang mengantarkan kepada kesimpulan yang benar. Akan tetapi, seandainya itu terjadi, hal tersebut hanyalah sebuah kebetulan.
Jenis-Jenis Falasi:
(1) Argumentum ad hominem, yaitu membantah argumen seseorang dengan menyerang personalitas orang tersebut, bukan menyerang argumennya.
Contoh:
Dialog yang terjadi antara orang yang mendukung Presiden soeharto dengan orde barunya (A) dengan orang yang mendukung reformasi (B).
A: presiden Soeharto itu bukan pemimpin sempurna, tapi dalam berbagai hal beliau berhasil menjaga harga-harga barang kebutuhan pokok murah serta biaya Pendidikan dan Kesehatan murah serta menjamin keamanan dan stabilitas negara.
B: Anda berkata demikian karena anda pendukung soeharto.
(2) Argumentum ad verecundiam, yaitu berargumen dengan berlindung di balik kredibilitas orang atau menganggap semua perkataan orang yang dianggap kredible pasti benar, padahal:
- kebenaran materialnya harus dibuktikan dulu
-kredibilitas seseorang harus relevan dengan pernyataannya
Contoh:
A: Bumi itu datar.
B: Apa argumennya?
A: yang bilang Bapak A! Dia itu profesor, lho! Masa kamu ga percaya?
Pertama, kita menyimpulkan bahwa bumi itu bulat atau datar harus berdasarkan argumen&bukti, bukan semata-mata ‘kata profesor’. Kedua, kalaupun mau ‘bertaklid’ pada profesor (karena tidak mungkin bagi kita untuk meneliti hingga detil seluruh fenomena di alam semesta), perlu dilihat, apakah Bapak A profesor di bidang astronomi (relevan dengan topik yang dibahas), atau bidang lain?
(3) Argumentum ad baculum, yaitu berargumentasi dengan didasarkan pada kemungkinan buruk/ancaman bila sesuatu itu terjadi (atau tidak terjadi).
Contoh:
“Khilafah yang diperjuangkan Hizbut Tahrir adalah sebuah solusi yang terbaik bagi Indonesia, karena jika khilafah tidak ditegakkan moral rakyat Indonesia akan semakin terpuruk dan kemaksiatan meraja lela. Lihat saja, penderita AIDS di Indonesia semakin hari semakin meningkat, itu karena kita tidak memakai sistem khilafah!”
(4) Argumentum ad Misericondiam, yaitu berargumentasi dengan membangkitkan belas kasihan/sentimental.
Contoh:
A: Kita harus membantu rakyat Suriah! Mereka ditindas oleh rezim Bashar Assad laknatulloh!
B: Apa buktinya mereka ditindas?
A: Lho kamu tidak lihat, mereka saat ini tinggal di pengungsian, kelaparan, kedinginan. Itu karena lari dari penindasan setan Assad! Kasian sekali mereka! Ini liat, ada fotonya, anak-anak kurus kering kelaparan. Ayo kita infakkan sebagian harta kita untuk membantu mereka!
(6) Argumentum ad Populum adalah beragumen dengan berdasarkan “banyak orang yang mengatakan hal itu.”
Contoh:
A: “Qaddafi itu pemimpin zalim! Memang layak ditumbangkan oleh mujahidin!”
B: Apa buktinya? Kalau dia zalim kok bisa Libya jadi negara dengan kualitas pembangunan manusianya terbaik se-Afrika? Kok bisa semua digratiskan, kesehatan, pendidikan, dll.
A: Semua ustadz dan ustadzah kita bilang demikian kok!
.
(7) Fallacy Ignoratio Elenchi: kesimpulan yang diambil dari premis tidak relevan.
Contoh:
“Dia itu ustadz besar lho! Hafal Quran! Tidak mungkin dia melakukan kejahatan tersebut!”
“Anda saksikan sendiri, para anggota HTI itu pintar-pintar, sholeh, rajin mengaji, ga suka pacaran... mana mungkin mereka merencanakan makar pada NKRI?”
Itu adalah sedikit contoh-contoh dari falasi. Ada banyak falasi lainnya yang bisa anda pelajari sendiri. Tapi semoga dari yang sedikit ini saja, setidaknya, kita semakin kritis dan berhati-hati dalam menerima informasi.
Komentar
Posting Komentar