Langsung ke konten utama

TP4 Kejaksaan dan Pencegahan Korupsi

TP4 Kejaksaan dan Pencegahan Korupsi
Muhammad Ahsan Thamrin
Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel

Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu sumber korupsi terbesar di Indonesia. 70 % kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK adalah terkait dengan pengadaan barang dan jasa. tidak sedikit para penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif (termasuk pihak swasta) terpaksa harus berurusan dengan hukum karena diduga atau terbukti telah melakukan penyimpangan atau menggunakan anggaran pemerintah tidak sebagaimana mestinya melalui proyek-proyek pemerintah khususnya dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah.
Konsekuensi dari banyaknya pejabat baik tingkat pusat maupun daerah yang tersangkut dan diproses hukum membuat para pejabat di daerah takut dalam menggunakan anggaran yang implikasinya penyerapan anggaran menjadi minim sehingga banyak program pemerintah yang kemudian tidak jalan, padahal apabila pengambil kebijakan memahami fungsinya dan berani bertanya kepada pihak-pihak terkait apabila ragu dalam mengambil kebijakan, persoalan  ketakutan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi.
Sebenarnya pemerintah telah menyusun perpres 54 tahun 2010 yang telah dirubah dengan perpres 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa sebagai pedoman dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa di Instansi pemerintah, yang kalau dipatuhi tidak perlu membuat gamang para pengambil kebijakan di lapangan, namun Ironinya keberadaan produk legislasi dan berbagai peraturan ini nampaknya belum mampu juga meredam praktek penyimpangan penggunaan anggaran dalam pengadaan barang/jasa. Hal ini terlihat dari berbagai modus dan indikasi terjadinya penyimpangan tersebut, seperti volume pekerjaan di markup, perhitungan HPS tidak jelas, persekongkolan untuk memenangkan pemenang lelang kepada rekanan tertentu, merekayasa kontrak dan addendum kontrak yang menguntungkan rekanan, rekanan mengalihkan pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa lain, adanya pembayaran fiktif, volume hasil pekerjaan fisik kurang, barang yang diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi (kualitas), padahal dana pembangunan yang digunakan seharusnya dapat dimanfaatkan betul-betul untuk kebutuhan dan kepentingan pemerintah maupun masyarakat.
Terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa salah satunya adalah karena sistem pengawasan selama ini tidak berjalan dengan baik, ataupun bisa terjadi karena kurangnya pemahaman pejabat dalam mengimplementasikan peraturan menyangkut pengadaan barang dan jasa pemerintah. Menyikapi hal tersebut Jaksa Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan keputusan Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 oktober 2015 tentang pembentukan tim pengawal dan pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) di masing-masing Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia.
Salah satu tugas TP4 adalah memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir berupa pendapat hukum dalam tahap perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dalam pengadaan barang dan jasa baik atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak-pihak yang memerlukan. Adapun susunan dan keanggotaan TP4 tingkat propinsi adalah Asisten Intelijen selaku ketua Tim, Asisten perdata dan tata usaha negara selaku wakil ketua dan masing-masing Jaksa yang ditunjuk pada bidang Intelijen, bidang Tindak pidana khusus dan Bidang perdata dan tata usaha negara sebagai anggota tim.
Pendampingan hukum dalam tahapan-tahapan proses pengadaan ini sangat penting karena tindakan penyimpangan keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa seringkali terjadi mulai pada saat persiapan, perencanaan, pembentukan maupun pada saat pelaksanaan yang biasanya permasalahan timbul ketika proyek pembangunan pemerintah akan diadakan dan pelaksanaannya harus dilakukan pemilihan rekanan yang akan mengerjakan proyek tersebut, baik itu melalui pelelangan tender ataupun melalui penunjukan langsung. Walaupun tata cara dan syarat-syarat dalam pengerjaan proyek pemerintah tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam perpres 54 tahun 2010 yang kemudian diubah dengan perpres 70 tahun 2012, kadangkala tetap saja ada golongan-golongan tertentu yang ingin mensiasati aturan tersebut sehingga akhirnya terjadi penyimpangan yang mengarah pada suatu perbuatan korupsi
Pembentukan TP4 ini adalah upaya Kejaksaan RI untuk meningkatkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Instansi Pemerintahan sekaligus menjaga kelancaran program pembangunan, ide Jaksa Agung ini sangat baik karena Pemberantasan korupsi melalui upaya pencegahan adalah sejalan dengan tujuan bernegara itu sendiri yaitu untuk mencapai pemerintahan yang efektif, efisien dan akuntabel (good governance).
Kita optimis apabila program TP4  ini berjalan dengan baik maka akan bisa menekan terjadinya penyimpangan dalam proyek-proyek pembangunan baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, namun demikian ini berpulang kepada sumber daya manusia Kejaksaan yang duduk di tim TP4 adalah orang-orang yang professional dan berintegritas yang memahami fungsi pencegahan itu sendiri.
Sejalan dengan hal diatas, yang tak kalah penting dilakukan untuk mengurangi ataupun mencegah korupsi di lingkungan pejabat pemerintahan daerah adalah dengan meningkatkan peran kepala daerah. Komitmen kepala daerah dalam pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa diwujudkan dengan mengangkat pengguna anggaran, Pejabat pembuat komitmen, unit layanan pengadaan dan pejabat penerima/pemeriksa barang/jasa adalah orang-orang yang professional dan berintegritas. Robert Klitgaard seorang pakar anti korupsi mengatakan apabila hanya kontraktor yang tidak jujur dan korup yang mendapatkan kontrak-kontrak pengadaan barang dan jasa dengan memberikan suap, maka kontraktor-kontraktor yang jujur pun akan menyusul untuk ikut serta berbuat korup, bukan karena mereka itu jahat, melainkan karena mereka ingin mempertahankan usahanya.
Kita berharap adanya sinergi antara TP4 Kejaksaan dan Pemerintah daerah dapat menciptakan kondisi yang tranparan dan fair bagi para pelaku di dunia usaha, khususnya yang berkaitan dengan proyek pengadaan barang/jasa sehingga nantinya dapat membuat suasana dan kondisi perekonomian menjadi kodusif sehingga mendukung jalannya roda pemerintahan yang baik dan lancar dan selanjutnya akan berimbas pada meningkatnya kewibawaan hukum dan pemerintahan serta suasana politik yang kondusif.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel Pemerintah Jokowi-JK untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sesuai dengan janjinya, berencana   membelanjakan 5000 triliun lebih selama lima tahun untuk infrastruktur. Dengan proyek-proyek infrastruktur, biaya logistik nasional dapat lebih rendah, lapangan kerja yang tersedia dapat mengurangi pengangguran, volume BBM bisa ditekan. Proyek infrastruktur ini tersebar di berbagai Kementerian dan di Pemerintah Daerah. masalah utama yang dihadapi ada dua yaitu pembebasan tanah dan masalah hukum. Pembebasan tanah akan diupayakan dengan mengundang partisipasi masyarakat. Namun masalah hukum, khususnya kekhawatiran Pimpinan Proyek (Pimpro) untuk mengambil keputusan, akan membuat seluruh proyek itu akan berjalan lambat. Keterlambatan proyek akan membuat konsekuensi besar ke eskalasi biaya, kualitas pekerjaan dan pelayanan publik. Presiden Jokowi dan JK i...

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD 1945). BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 6 ayat (2) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan ,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuang...