Perlukan
Deponering kasus AS, BW dan NB ?
Oleh Muhammad Ahsan Thamrin
Praktisi Hukum
Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik akhir-akhir ini
adalah kasus yang terkait dengan mantan pimpinan dan Penyidik KPK yaitu AS, BW
dan NB. berkas perkara AS, BW dan NB sudah dinyatakan lengkap (P.21) oleh Jaksa
dan siap untuk disidangkan. AS disangka
melakukan tindak pidana memalsukan kartu keluarga, BW disangka melakukan tindak
pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu sementara NB disangka melakukan penganiayaan
hingga mengakibatkan matinya orang. Banyak pihak terutama aktivis anti korupsi
mendorong agar kasus ketiga orang tersebut tidak dilanjutkan ke Pengadilan
karena itu adalah upaya untuk melemahkan KPK. Mereka mendorong agar kasus hukum
AS, BW dan NB diselesaikan di luar mekanisme hukum melalui penggunaan hak yang
dimiliki Kejaksaan Agung yaitu melakukan deponeering atau SKP2 atau Surat
Ketetapan Penghentian Perkara.Adanya usulan deponering atau SKP2 tersebut
mendapat respon berbeda dari sebagian pakar dan praktisi hukum. ada yang mengatakan
bahwa penghentian proses hukum di luar pengadilan, apalagi dalam perkara yang
sudah dinyatakan P21, akan berimplikasi buruk pada penegakan hukum , untuk itu
mereka mendorong agar proses hukum terhadap AS, BW dan NB tetap harus ditegakkan
melalui proses pengadilan yang profesional, obyektif dan independen
Belum lama ini Jaksa Agung mengisyaratkan akan mengeluarkan
deponering, namun demikian Jaksa Agung masih mendengar masukan dari semua pihak.
rencana deponering Jaksa Agung terhadap AS, BW ataupun NB menimbulkan pro dan
kontra di masyarakat, bahkan komisi III DPR jelas-jelas telah menolak rencana
Jaksa Agung untuk melakukan Deponering terhadap kasus AS dan BW walaupun mereka
sepenuhnya menyatakan bahwa hal tersebut merupakan hak prerogratif Jaksa Agung.
saya lebih
cenderung melihat kasus per kasus yang dihadapi oleh masing-masing pendekar
anti korupsi dari KPK tersebut. Bahwa
berkas perkara AS, BW dan NB sudah dinyatakan lengkap (P.21) oleh Jaksa, konsekuensi
yuridis dari berkas perkara yang sudah lengkap maka sejak itu penyidikan sudah
selesai dan tanggung jawab secara yuridis beralih dari penyidik ke Penuntut
umum untuk segera dilimpahkan ke sidang Pengadilan.Kasus AS, BW dan NB, tidak
bisa lagi dihentikan penuntutannya karena kasusnya secara pembuktian sudah
dinyatakan lengkap. pasal 140 ayat 2 butir a KUHAP mengatur bahwa penghentian
penuntutan hanya dilakukan apabila tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum. Di
dalam KUHP, alasan yang dapat digunakan oleh Penuntut Umum untuk penghentian
penuntutan adalah tersangka tidak mampu bertanggung jawab (pasal 44 KUHP), adanya
daya paksa (pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa (pasal 49 ayat 1 KUHP),
pembelasaan melampaui batas (pasal 49 ayat 2 KUHP), melaksanakan ketentuan Undang-undang (pasal
50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan (pasal 51 KUHP), nebis in idem
(pasal 76 KUHP) dan kasusnya sudah daluarsa (pasal 78 KUHP).
Oleh karena itu maka satu-satunya cara untuk
menghentikan perkara AS, BW ataupun NB adalah dengan deponering. Deponering adalah penyampingan perkara untuk kepentingan umum. Jaksa Agung tidak menuntut seseorang
ke pengadilan dengan mengesampingkan perkaranya demi kepentingan umum. Apa yang
dimaksud dengan kepentingan umum.
ini tentunya harus hati-hati dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan
hukum dan undang-undang. Apakah pengertian kepentingan umum dalam kasus AS,BW
dan NB adalah pemberantasan korupsi dan
karena ketiga orang ini adalah pimpinan dan penyidik KPK yang getol memberantas
korupsi maka dengan memproses mereka secara hukum berarti melanggar kepentingan
masyarakat banyak yang ingin korupsi diberantas ?
Banyak pihak mempertanyakan apakah langkah
Jaksa Agung mengeluarkan deponering dianggap tidak mencerminkan persamaan
kedudukan di hadapan hukum (equal before the law) bagi seluruh warga
negara Indonesia. Seluruh warga negara harus diberlakukan sama kedudukannya
dalam hukum tanpa kecuali. Masyarakat tentu membandingkan penanganan perkara
antara AS, BW dan NB dengan penanganan perkara Mbok Minah yang mencuri buah
kakao. mengapa dalam perkara mbok Minah, Jaksa Agung tidak mengeluarkan
deponering atau menghentikan perkara tersebut padahal kasusnya sangatlah sepele
sedangkan dalam perkara yang melibatkan orang KPK, Kejaksaan menghentikan perkaranya.
Bahwa kebijakan mengeluarkan deponering haruslah
mempertimbangkan baik itu azas keadilan, azas kepastian hukum, azas manfaat
atau azas kepentingan umum. Tapi, yang harus diingat juga adalah, dalam proses
penegakan hukum azas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia juga perlu
diperhatikan. Dalam konteks kasus AS, BW dan NB adakah masyarakat yang
dirugikan atau menjadi korban dari tindak pidana yang mereka lakukan.
Menurut saya pemberian deponering dalam
konteks kepentingan umum untuk kasus AS, BW dan NB diberikan dengan
pertimbangan jasanya yang sangat besar kepada negara sedangkan kadar
kesalahannya sangatlah kecil. Kalau sekedar berjasa kepada negara saja, maka
Jaksa Urip Tri Gunawan, Polisi Joko Susilo, anggota DPR dan Menteri yang
dihukum KPK juga pernah berjasa kepada negara karena mereka berbuat untuk
kepentingan umum mewakili negara dalam bertugas. lalu bagaimana melihat kadar
kesalahannya, pertama tidak ada masyarakat yang dirugikan atau menjadi korban
dari perbuatannya, kedua tidak ada manfaat atau maslahat bagi negara atau
masyarakat kalau kasusnya tetap diproses hukum.
Dalam konteks Kasus Abraham Samad, pemberian
deponering adalah atas dasar jasa-jasanya yang sangat besar kepada negara dalam
pemberantasan korupsi. Dalam kasus AS
tidak ada masyarakat yang dirugikan, Pelanggaran yang dilakukan hanyalah
pelanggaran administratif , dan kasusnya sudah lama sehingga tidak ada lagi
manfaatnya untuk dilanjutkan. kesalahannya sangatlah kecil, sementara tenaga
dan pikirannya dalam pemberantasan korupsi masih dibutuhkan oleh negara dan
masyarakat. Di dalam fiqih Islam, Air dua qulla kena najis sedikit tetap suci.
Tamsil ini dapat dipakai untuk memaknai bahwa Kesalahan kecil yang dilakukan AS
tidak ada nilainya dibandingkan dengan jasa AS yang demikian besar kepada negara
dalam pemberantasan korupsi.
Komentar
Posting Komentar