Benahi Sistem Berantas Korupsi
Muhammad Ahsan Thamrin
Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi
selatan.
Dalam suatu
wawancara dengan salah satu stasiun televisi beberapa waktu yang lalu,
Mengkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa “kebijakan tidak bisa
dikriminalkan”. Boleh jadi pernyataan tersebut dikeluarkan sehubungan dengan
respon minimnya penyerapan anggaran karena pejabat tingkat pusat sampai daerah takut
mengambil kebijakan yang nantinya akan dikriminalisasi.Apa yang
disampaikan oleh Mengkopulhukam kiranya sekedar pendapat pribadinya sendiri.
Pernyataan menteri tersebut dalam konteks pemberantasan korupsi tidak
sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah.
Pemberantasan korupsi itu bukanlah tujuan bernegara tapi
cara untuk mencapai pemerintahan yang efektif, efisien dan akuntabel (good
governance). yang terjadi sekarang pemberantasan korupsi justru membuat
pemerintahan kurang efektif. Pejabat, misalnya takut membuat keputusan
strategis yang penting bagi masyarakat karena takut dikriminalisasi. Kasus
Dahlan Iskan baru-baru ini bisa menjadi contoh bagaimana terobosan yang
dilakukan kemudian berbuah menjadi tersangka.
Sementara Lembaga-lembaga penegak hukum yang ada seperti
Kepolisian, Kejaksaan dan KPK demi meraih simpati publik saling berlomba-lomba mengklaim keberhasilannya dalam
pemberantasan korupsi dengan indikator banyaknya perkara korupsi yang
ditangani. Pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah apakah keberhasilan Polri,
Kejaksaan dan KPK diukur dari banyaknya
kasus yang ditangani dan banyaknya koruptor yang dipenjara ?.
Memang Kepolisian, Kejaksaan dan KPK telah banyak
memenjarakan koruptor mulai dari pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, pengusaha hingga
pengacara, namun apakah korupsi di
negara ini berkurang dan menimbulkan efek jera?
yang kita khawatirkan adalah pemberantasan korupsi yang tidak terpola justru menimbulkan dampak berupa lemahnya kepercayaan rakyat kepada Institusi
negara. Rakyat kehilangan kepercayaan karena setiap hari dipertontonkan baik
melalui televisi maupun media cetak, pejabatnya dari tingkat pusat sampai
daerah ditangkapin karena korupsi, wakil rakyat yang mereka percayai untuk
membawa aspirasinya justru mengkhianati kepercayaan itu.
sebenarnya
sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi korupsi yang sudah bersifat sistematis, yang menurut
Bung Hatta “sudah menjadi budaya” diantaranya
pertama membentuk
lembaga-lembaga pengawas baru seperti adanya komisi kejaksaan, Komisi Yudisial,
komisi kepolisian dll. Namun pembentukan komisi pengawas ini pun tidak banyak
memberikan pengaruh signifikan dalam pembenahan institusi penegak hukum Kedua mendirikan lembaga anti korupsi
dengan kewenangan yang luar biasa. Prof. Dr. Romli Atmasasmita pernah berkata,
tidak ada satupun penegak hukum di dunia, yang memiliki kewenangan sebesar KPK,
sebagai penyelidik, penyidik maupun penuntut umum sekaligus memiliki mandat yang sangat besar. Ketiga membuat regulasi yang mendukung pemberantasan
korupsi, mulai dari Tap MPR, Undang-undang, kepres dan beberapa Inpres
Tentang Penanganan Kasus Korupsi. Namun meski regulai yang mendukung
pemberantasan korupsi sudah begitu melimpah dibuat, bermacam-macam lembaga
dibentuk bahkan sampai memiliki kewenangan yang begitu luar biasa, himbauan dan
intruksi sudah dilakukan, tapi korupsi bukannya berkurang , korupsi dan praktik
mafia justru kian tumbuh subur, lalu apakah cara pemberantasan korupsi yang
dilakukan selama ini salah.
Sebenarnya tidak ada yang salah, kita
hanya perlu merubah desain pemberantasan korupsi
dengan tidak terfocus semata-mata pada penindakan seperti selama ini dilakukan,
tapi lebih pada aspek pencegahan. Caranya adalah dengan memperbaiki sistem
bernegara. negara
harus diperintah oleh sistem, Jika sistem dibangun kuat, maka sulit orang untuk
melakukan KKN. dalam sebuah sistem yang baik, orang jahat itu akan dipaksa
menjadi orang baik. Tapi sebaliknya dalam sistem yang buruk, orang baik dipaksa
menjadi orang jahat. Kalau kita ke Singapura misalnya, kalau hobbi kita buang
sampah seenaknya maka disana kita tidak akan berani buang sampah sembarangan karena
sistemnya memaksa orang harus buang sampah pada tempatnya. disana kita
tiba-tiba menjadi patuh pada aturan. Tapi bukan berarti kita orang disiplin.
Sistem pemerintahan di Singapura lah yang memaksa kita menjadi orang yang taat pada
aturan.
Tapi bagaimana caranya memberantas korupsi
melalui aspek pencegahan? Caranya adalah dengan memperbaiki administrasi
pemerintahan dengan menutup ruang sekecil mungkin terjadinya penyimpangan itu,
karena sistem yang longgar membuka kesempatan adanya penyimpangan dan dari kesempatan
itu biasanya niat muncul. Robert Klitgaard mengatakan bahwa selama ada monopoli
plus wewenang minus akuntabilitas, selama itu pula korupsi akan selalu mewabah
di kalangan para pejabat, pusat dan daerah. Rumusan Robert Klitgaard tersebut
adalah : Korupsi = Monopoli + Wewenang – Akuntabilitas. Jika seseorang memegang
monopoli atas barang atau jasa dan memiliki wewenang untuk memutuskan siapa
yang berhak mendapatkan barang atau jasa itu dan berapa banyak, dan tidak ada
akuntabilitas – dalam arti orang lain dapat menyaksikan apa yang diputuskan
oleh orang yang memegang wewenang itu- maka kemungkinan besar akan bisa ditemui
korupsi disitu.
Namun mencegah
korupsi dengan menutup ruang
sekecil mungkin terjadinya penyimpangan juga harus diimbangi dengan aspek lain yaitu :
Pertama pemerintah harus memberikan kesejahteraan
kepada pegawainya. Lee Kuan Yee, mantan
PM Singapura mengatakan pemberantasan
korupsi tidak akan berhasil apabila pejabat dan pegawai pemerintah tidak
sejahtera, oleh karena itu beliau selalu mengatakan “jika menghendaki pejabat dan Pegawai jujur, mereka
harus digaji tinggi supaya bisa hidup sesuai kedudukan tanpa harus korupsi.
kedua harus
ada pemimpin yang mempunyai keinginan kuat untuk memberantas korupsi. Kalau
tidak ada pemimpin tingkat nasional, paling tidak pemimpin tingkat daerah atau
pimpinan suatu departemen pemerintah. Pemimpin yang memiliki komitmen anti
korupsi akan mengangkat orang-orang baik, cerdas dan berintegritas untuk
menduduki jabatan strategis.
Tulisan ini
dibuat bukan untuk melemahkan penindakan dalam pemberantasan korupsi tapi
sekedar mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi semata-mata dengan penindakan
tidak akan pernah berhasil. Tidak ada negara di dunia ini yang berhasil
memberantas korupsi tanpa membangun sistem yang kuat. Sistem yang kuat dibangun
dari aspek pencegahan terjadinya ruang yang memungkinkan penyimpangan terjadi. euforia
pemberantasan korupsi dengan penindakan yang selama ini dilakukan justru sering
dimanfaatkan oleh oposisi dan kekuatan politik - baik yang formal maupun
informal- dengan mengesploitasi isu korupsi yang menjatuhkan lawan politik. Banyaknya
aksi demonstrasi menjelang pilkada dengan melaporkan salah satu calon
terindikasi kasus korupsi bisa menjadi gambaran hal tersebut.
Angin segar
datang dari Mantan Jaksa Agung Muda Pidsus Kejaksaan Agung RI, Dr. Widyopramono
menyatakan :”pada akhirnya nanti akan lahir fase penting bahwa keberhasilan
pemberantasan korupsi bukan terletak dari banyaknya pelaku korupsi yang
diajukan ke Pengadilan dan dijatuhi pidana, namun terletak pada semakin
rendahnya tingkat korupsi yang terjadi di semua lini kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Komentar
Posting Komentar