Langsung ke konten utama

PEMBAHASAN SEPUTAR MORALITAS DARI LAWRENCE KOHLBERG

PEMBAHASAN SEPUTAR MORALITAS DARI LAWRENCE KOHLBERG

Indonesia adalah negara yang hampir semua penduduknya beragama mulai dari Islam, Kristen, hindu, budha, dan konghucu. Tapi meskipun Indonesia adalah negara yang penduduknya beragama tapi anehnya kejahatan seperti korupsi, kekerasan kemanusiaan, kekerasan seksual dan lain-lain justru merebak dan berkembang, bahkan Pelakunya pun tak jarang adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Di Indonesia penjara bahkan sudah penuh dan mengalami over kapasitas sebesar 89 persen
(https://nasional.kompas.com/read/2024/06/13/07562511/lapas-di-indonesia-overcrowded-kapasitas-140000-penghuninya-265000-orang)

Tapi disisi lain ada beberapa negara-negara sekuler yang penduduknya bahkan banyak yang tidak beragama atau atheis seperti Islandia, selandia baru, irlandia, Denmark dan Austria tapi justru adalah negara-negara dengan tingkat kejahatan yang sangat rendah.
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6373471/10-negara-teraman-di-dunia)

Perbandingan ini bukan untuk menyatakan bahwa negara-negara sekuler tersebut penduduknya lebih taat hukum atau memiliki tingkat moralitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara Indonesia yang rakyatnya mayoritas beragama. Saya rasa setiap manusia adalah sama yang membedakannya adalah pengendalian dirinya karena seseorang yang tahu tentang baik dan buruk itu tidak dengan sendirinya bisa berkelakuan baik.

Secara normal tidak ada orang yang akan membantah pentingnya moralitas dalam kehidupan. Karena pentingnya moral ini maka agama mengukur kebaikan/keutamaan seseorang adalah ditentukan oleh moralnya. Nabi Muhammad saw mengatakan “sebaik-baik diantara kalian adalah yang paling baik moralnya (akhlaknya). Di dalam masyarakat moralitaslah yang menghalangi orang untuk melakukan kejahatan. Moralitas inilah yang memberikan panduan tentang perilaku yang benar dan baik.

Nah dalam tulisan ini kita akan belajar tentang moralitas dari perpektif barat yang diajarkan oleh Lawrence Kohlberg, seorang filsuf etika berdarah yahudi yang sangat terkenal dalam dunia psikologi atau filsafat etika. Bahwa sebagai umat Islam tidak ada salahnya kita bisa belajar dan membuka diri dari pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan maupun ide-ide yang baik dan bermanfaat dari siapapun dan dari mana pun datangnya termasuk dari ilmuwan barat. Ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan (wisdom) dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw sebagai “kekayaan kaum muslim yang hilang. Maka siapa saja yang menemukannya ia berhak mengambilnya. Ilmu yang bermanfaat adalah anugerah Allah yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendakiNya. Sebelum Nabi Muhammad saw dan Nabi Isa as lahir, anugerah Allah itu diberikan kepada Socrates, plato, Aristoteles, Budha Gautama dan sebagainya.
Mari kita mulai.

Bahwa Lawrence Kohlberg adalah professor di Chicago University dan Harvard University. Beliau kelahiran 1927 dan meninggal pada 1987. Menurut asumsi Kholberg bahwa kondisi jiwa kita mempengaruhi perilaku moral kita. Teorinya terkenal karena mempertemukan kajian filsafat dan kajian psikologi.

Kohlberg meneliti perkembangan moral manusia dengan menelitinya sejak usia anak-anak. Beliau meneliti 72 anak dengan usia 10, 13, dan 16 tahun. Anak-anak ini diteliti terus sepanjang 20 tahun dengan diikuti, diuji dan dicek proses-proses perkembangan moral mereka. Tiap-tiap anak tersebut dalam jangka waktu tertentu diberi sejumlah pertanyaan dan diwawancarai.  

Berdasarkan hasil penelitiannya Kohlberg membagi tahap-tahap perkembangan moral manusia menjadi 6 tingkat (stage). Tingkatan moral manusia ini adalah tumbuh dan berkembang secara berurutan.
Menurut penelitian Kohlberg
Pada tingkat pertama orang melakukan kebaikan atau kepatuhan adalah di dasari oleh motif supaya tidak mendapat hukuman sementara pada tingkat kedua seseorang melakukan perbuatan moral atau kebaikan karena mengharapkan keuntungan. Misalnya anda patuh tidak melanggar lampu lalu lintas adalah karena khawatir terhadap hukuman atau anda berbuat baik kepada orang lain adalah karena mengharapkan orang lain itu juga membalas kebaikan anda.
Menurut Kohlberg orang yang berada di level 1 dan 2 ini umumnya masih anak-anak.

Pada tingkat ketiga, disini anda melakukan perbuatan baik bukan lagi yang dilihat diri sendiri seperti takut dihukum atau mendapatkan untung tapi adalah orang lain. Disini anda menyesuaikan perbuatan anda dengan keinginan kelompok atau Masyarakat. Motivasi anda melakukan perbuatan moral adalah didasari karena ingin diakui, diterima, dipercaya dan dianggap baik oleh Masyarakat. Jadi dalam level ini kalau lingkaran pergaulan atau Masyarakat anda baik maka penyesuaian anda terhadap mereka akan melahirkan perilaku yang baik juga tapi kalau lingkungan pergaulan atau Masyarakat anda kacau, maka perilaku anda juga kacau. Misalnya kalau anda punya geng yang suka bolos maka anda juga terdorong untuk bolos supaya bisa diterima di kelompok itu. 

Pada tingkat keempat, yang levelnya lebih tinggi, disini orang sudah tidak egoistis lagi. Di level ini orang butuh aturan untuk dapat melakukan perbuatan baik. Kalau aturannya baik anda menjadi orang baik. Jadi baik atau buruknya orang bergantung pada kesesuaiannya dengan aturan yang berlaku. Nah inilah cara berpikir menurut hukum dan tertib sosial. Aturan dibuat demi kepentingan tertib sosial. Misalnya anda tidak mencuri karena ada aturan/UU yang melarang demikian. 
Menurut Kohlberg orang yang berada di level 3 dan 4 ini adalah usia remaja/mulai dewasa.

Pada Tingkat kelima, orang mulai focus pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral. Yang diperjuangkan dalam hal ini adalah hak-hak individu, kemanusiaan dan kontrak sosial. Jadi apabila ingin membuat kesepakatan, aturan/UU maka itu tidak bolah melanggar hak-hak individu. Maka bilamana ada aturan, hukum dan kesepakatan yang ternyata tidak menghargai hak-hak individu maka aturan/UU itu harus diprotes dan diperjuangkan untuk diganti. Pada level ini anda tidak hanya mengikuti atau pendapat umum tapi anda memiliki suara sendiri yang berlandaskan penghormatan terhadap hak-hak individu dan nilai-nilai kemanusiaan.

Keenam, ini adalah puncak moralitas. orang ditingkat ini memegang Keputusan moral yang berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan universal. Di level ini anda melakukan kebaikan tanpa pamrih bukan karena ingin mendapatkan nama baik, citra atau keuntungan apapun melainkan semata-mata demi kebaikan itu sendiri. Inilah yang  disebut dengan ketulusan dan keikhlasan. Untuk menuju level ini anda harus berlatih tahap demi tahap. Menurut Kohlberg jarang ada orang sampai ke tingkat ini. orang-orang yang bisa mencapai tingkat keenam ini diantaranya Mahatma Gandhi, Marthin Luther King dan Bunda Teresa dan lain-lainnya. Menurut Kohlberg orang yang berada di level 5 dan 6 ini sudah dewasa.

Lalu bagaimana cara kita mengukur level moral seseorang sesuai tingkatan moral yang dibuat oleh Kohlberg tersebut ?
Bahwa cara yang dilakukan oleh Kohlberg terhadap anak-anak yang ditelitinya adalah dengan menyodorkan yang disebut “dilema moral”.
Misalnya dalam kasus berikut ini:
Ada seorang Perempuan yang hampir meninggal karena kanker yang hampir mustahil disembuhkan. Cuma ada satu obat yang dipercaya bisa menyelamatkannya. Obat ini satu-satunya ada di satu apotek. Sayangnya obat ini dijual sangat mahal yakni 10 kali lipat dari harga biasa. Sebut saja 20 juta untuk satu dosis kecil. Suami pasien kanker tadi, bernama  Heinz, bertekad membeli obat itu tapi dia hanya punya uang 2 juta. Dia merayu apoteker agar bisa menjual obat itu seharga 2 juta tapi si apoteker tidak bergeming. Dalam keadaan terdesak, Heinz mencuri obat itu dari apotek. 

Menurut anda, tindakan Heinz mencuri obat itu baik atau tidak ? 
inilah dilema moral. Kalau dia tidak mencuri istrinya mati. Tapi kalau mencuri dia jelas melanggar hukum. Nah jawaban anda atas dilema ini akan menentukan di mana level/tingkatan moral anda.

Orang di Tingkat satu mungkin bilang boleh atau tidak boleh dengan alasan yang berbeda. Yang membolehkan mungkin beralasan,”Dia boleh mencuri karena harga obat itu kemahalan dan tidak terjangkau dengan uang milik Heinz. Kalau tidak mencuri maka istrinya bakal mati. Kalau istrinya mati, dia akan depresi. Kalau istrinya sembuh karena obat itu, dia bisa bertobat dan minta maaf. 
Adapun yang tidak membolehkan mungkin beralasan begini “kamu jangan mencuri, kalau ketahuan kamu akan ditangkap, lalu dipenjara, kamu bakal susah.  Jawaban seperti ini menunjukkan dia berada di Tingkat satu. Orientasi utamanya adalah menghindari rasa sakit dan kesulitan.

Nah bagaimana dengan Tingkat dua yaitu orang yang mencari keuntungan ? 
yang membolehkan begini argumennya “kamu boleh mencuri obat itu. Istrimu sangat membutuhkannya. Kamu bisa bayar belakangan kalau istrimu sudah sembuh. Akhirnya semuanya untung. Istrimu sembuh, apotekernya dapat uang pengganti. Orientasinya adalah mencari keuntungan belaka -  dalam hal ini kesembuhan sang istri.
Yang tidak membolehkan beralasan begini “jangan mencuri, kalau mencuri kamu bisa tertangkap dan dipenjara. Kalau kamu dipenjara, istrimu akan bertambah parah penyakitnya karena dia ikut stress. Kemungkinan istrimu keburu mati sebelum kamu keluar dari penjara.

Bagaimana dengan orang di tingkat tiga yaitu yang menyesuaikan diri dengan keinginan kelompok ?
Yang membolehkan beralasan begini “Masyarakat kita pasti mendukung suami yang rela berkorban demi istrinya. Kalau ada suami punya prinsip rela melakukan apa saja demi kebaikan istri, pasti Masyarakat membela sang suami. Apalagi kalau berita ini sampai viral, semua orang se-Indonesia akan membela dia. Disini pertimbangan perbuatannya itu mencocokkan dengan keinginan Masyarakat.

Yang tidak membolehkan mungkin beralasan begini “kalau kamu ketahuan mencuri, itu bakal jadi aib bagi keluargamu dan bahkan masyarakatmu. Kalau kamu tidak sanggup membeli obat itu karena harganya dipatok kelewat mahal oleh apotekernya, lalu istrimu mati, kamu tidak akan dipersalahkan. Itu bukan salahmu. Kamu toh sudah berusaha maksimal, tapi apoteker tidak kasih keringanan. Masyarakat akan memaklumi dan berpihak kepadamu. Tapi kalau mencuri nama baikmu akan jatuh. Kalau istrimu akhirnya mati, anggap saja itu sudah takdirnya. Kalau berita ini viral, apoteker ini akan habis dierang netizen se-Indonesia, mungkin juga dikenai sanksi oleh sejawat apotekernya.

Bagaimana dengan orang di Tingkat empat yang berpegang pada aturan dan hukum? 
Yang membolehkan mungkin beralasan begini “boleh saja mencuri obat itu. Sebab kalau tidak begitu, kamu akan dihantui rasa bersalah. Lalu kalau apoteker dibiarkan bertindak begitu ini akan menjadi preseden buruk. Lama-lama orang boleh mencari keuntungannya sendiri dengan membiarkan Masyarakat hancur. Bagaimana kalau semua orang bertindak begitu ? ini soal tertib sosial. Biar Masyarakat tertib, apoteker itu harus merasakan efek negative dari siakpnya. Curi saja.
Yang tidak membolehkan mungkin beralasan begini “jangan mencuri, sebab mencuri itu salah secara hukum. Kalau orang bertindak sesukanya tanpa peduli dengan hukum, seluruh tatanan akan rusak.

Selanjutnya ditingkat ke lima, yang membolehkan pencurian mungkin berargumen begini “ mencuri dalam situasi ini tidak layak disalahkan. Kalau ada aturan yang menyalahkan orang mencuri dalam situasi semacam ini, berarti aturan itu tidak adil dan harus diganti. 
Dipihak lain yang melarang pencurian mungkin beralasan “apapun yang terjadi, kamu jangan mencuri. Sebab obat itu hak milik apoteker. Dilarang melanggar haknya. Kalau dia mau memberikan kepadamu dia orang baik. Kalau dia tidak mau menurunkan harga, itu hak dia. Dia boleh-boleh saja jual mahal.

Terakhir di Tingkat enam yaitu prinsip etik universal. Yang membolehkan mungkin berargumen “dia boleh mencuri, sebab Ketika orang harus memilih satu diantara dua perbuatan yang dilematis, dia harus memilih nilai moral yang paling tinggi. Dia harus memilih antara nilai hak ekonomi (apoteker) dan nilai kehidupan (istrinya). Nilai kehidupan pasti lebih tinggi dari pada hak ekonomi.

Yang tidak membolehkan, mungkin berargumen “dengan mencuri kamu sudah melanggar prinsip moral yang kamu sendiri Yakini kebenarannya yaitu menghargai hak orang lain, artinya kamu Sudah menabrak hati nuranimu dan standar kejujuranmu sendiri. 
Itulah dilema. Setiap orang akan mengambil pilihan sesuai dengan argumennya sendiri. Nah pilihan dan alasan anda itu nanti menunjukkan anda ada di level/tingkatan moral yang mana.

Bahwa teori Kohlberg tentang tingkatan moral yang dikaitkan dengan dilema moral diatas tampaknya mengajarkan kepada kita bahwa sebelum menghakimi atau menilai orang lain, Anda mesti menilai diri sendiri lebih dulu, level anda ada dimana ? Ketika anda menganggap orang lain punya standar moral yang rendah, periksalah standar level anda sendiri ada di mana?
Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kew...

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA

KAPAN KEBIJAKAN DAPAT DIPIDANA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulsel Pemerintah Jokowi-JK untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sesuai dengan janjinya, berencana   membelanjakan 5000 triliun lebih selama lima tahun untuk infrastruktur. Dengan proyek-proyek infrastruktur, biaya logistik nasional dapat lebih rendah, lapangan kerja yang tersedia dapat mengurangi pengangguran, volume BBM bisa ditekan. Proyek infrastruktur ini tersebar di berbagai Kementerian dan di Pemerintah Daerah. masalah utama yang dihadapi ada dua yaitu pembebasan tanah dan masalah hukum. Pembebasan tanah akan diupayakan dengan mengundang partisipasi masyarakat. Namun masalah hukum, khususnya kekhawatiran Pimpinan Proyek (Pimpro) untuk mengambil keputusan, akan membuat seluruh proyek itu akan berjalan lambat. Keterlambatan proyek akan membuat konsekuensi besar ke eskalasi biaya, kualitas pekerjaan dan pelayanan publik. Presiden Jokowi dan JK i...

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana

Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK, antara administrasi atau pidana Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD 1945). BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 6 ayat (2) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK). Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan ,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuang...