PILKADA, PILEG DAN PILPRES DATANG LAGI
(Jangan salah dalam memilih pemimpin)
Ketika Al Hajjaj bin bin Yusuf menjadi khalifah/kepala negara, dia di datangi seseorang yang mengkritik kepemimpinannya dan mengingatkannya akan keadilan pemimpin sebelumnya yaitu Umar bin Khattab. Maka Al Hajjaj berkata,”seandainya kalian semua seperti sahabat-sahabat Umar bin Khattab, pastilah aku juga menjadi seperti Umar bin Khattab.
Nabi saw bersabda,” Kalian akan dipimpin sebagaimana adanya kalian” artinya rakyatlah yang menentukan kualitas kepemimpinan itu. Kalau rakyatnya mayoritas tidak baik, maka akan lahir juga pemimpin yang sama tidak baiknya dengan mereka untuk memerintah mereka. Pemimpin adalah representasi dari rakyat itu sendiri.
-------------------------
Mayoritas Ulama Islam berpendapat bahwa Nabi saw tidak pernah menentukan dan memilih seorangpun untuk menjadi khalifah pengganti beliau setelah beliau wafat karena beliau hendak menyerahkan persoalan kepemimpinan tersebut kepada kesepakatan kaum muslimin sendiri. Dalil alquran yang menjadi sandaran adalah,”bermusyawaralah kalian dalam urusan kalian (QS. Al Imran ayat 159).
Namun dalam sejarahnya sistem syuro (musyawarah) dalam memilih pemimpin ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Abu Bakar, Khalifah pertama misalnya sebelum ia wafat berwasiat untuk menyerahkan kursi kekhalifahannya kepada Umar Bin Khattab. Lalu ketika Umar akan meninggal, Ia mengamanatkan kepada Abdurahman bin Auf untuk memilih satu dari 5 orang yang diajukannya untuk menjadi khalifah dan kemudian terpilihlah Usman Bin Affan menjadi Khalifah.
Ketika Muawiyah dari Bani Umayah menduduki kursi kekhalifahan ia kemudian menerapkan sistem putra mahkota dengan mengangkat anaknya Yazid untuk meneruskan kursi kekhalifahan. Dan mulai saat itulah kursi kekhalifahan berputar hanya pada keluarga atau kerabat dekat khalifah yang terus berlanjut ke masa Dinasti Abbasyiah, sampai Kekhalifahan ottoman dan Utsmani Turki.
Bahwa supaya rakyat tidak memberontak atau memprotes terhadap pemimpin yang diangkat secara turun temurun tersebut maka disusunlah suatu pandangan yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan persatuan umat yaitu menyatakan “bahwa penguasa yang zalim sekalipun harus dipatuhi meski tidak ada kepatuhan dalam melanggar perintah Allah. Dalilnya adalah “Taatlah kepada Allah, Rasul dan pemimpin diantara kalian (QS An Nisa ayat 59)
Di zaman modern ini sistem kekuasaan yang diwariskan itu terus berlanjut diterapkan oleh penguasa timur tengah. Lihatnya misalnya sistem pemerintahan kerajaan Saudi Arabia, Maroko, Yordania, dan sejumlah Negara arab lainnya yang mereka menerapkan secara konsisten sistem putra mahkota dalam suksesi kekuasaan.
Nah melihat dari sejarah tersebut, dalam pemilihan khalifah atau pemimpin di dalam Islam tampaknya tidak secara utuh menerapkan sistem syuro atau musyawarah sebagaimana petunjuk dalam alquran.
Di seluruh dunia juga hampir sama, semua pemerintahan adalah diwariskan melalui sistem putra mahkota hingga kemudian muncul sistem baru yang bernama demokrasi. Kepemimpinan raja kemudian berpindah ke tangan rakyat. Kerajaan berubah menjadi Negara. rakyatlah yang kemudian memilih pemimpin. Slogan,”suara rakyat adalah suara Tuhan” menjadi jargon yang menghipnotis seluruh masyarakat dunia sehingga kemudian mereka berlomba-lomba menerapkan sistem demokrasi ini di negaranya masing-masing.
Namun ternyata sistem demokrasi Pemilihan langsung dengan mengatasnamakan rakyat bahwa rakyatlah yang berdaulat untuk menentukan pemimpinnya sendiri adalah ilusi belaka. Dalam perkembangannya kemudian yang menentukan pemimpin sebenarnya adalah partai Politik dan rakyat hanya dipaksa untuk menerima pilihan partai politik itu.
Bagaimana dengan Indonesia
Sudah lama Indonesia menerapkan demokrasi dengan pemilihan langsung untuk memilih pemimpin. Banyak pemimpin yang muncul hanyalah pemimpin instan yang ujug-ujug muncul karena ditopang kekuatan uang dan popularitas, dibesarkan oleh media tapi tanpa kemampuan leadership yang memadai.
Demokrasi hanya akan berhasil di sebuah negara yang mayoritas rakyatnya sudah baik. Prinsip one man one vote yang kita terapkan dalam pemilihan langsung maka yang menentukan seorang menjadi pemimpin adalah suara mayoritas. Jadi Kalau mayoritas rakyatnya sudah baik dan cerdas maka mereka akan memilih pemimpin yang baik dan cerdas pula. Sebaliknya apabila ada 1 juta orang memilih pemimpin dan 600 ribu orang itu berpikiran salah dalam memilih pemimpin A, maka jadilah A seorang pemimpin. Itulah demokrasi. Kesalahan dalam memilih pemimpin adalah konsekuensi dari pilihan rakyat sendiri.
Nabi saw bersabda,“Kalian akan dipimpin sebagaimana adanya kalian artinya rakyatlah yang menentukan kualitas kepemimpinan itu. Kalau rakyatnya mayoritas tidak baik, maka akan lahir juga pemimpin yang sama tidak baiknya dengan mereka untuk memerintah mereka. Pemimpin adalah representasi dari rakyat itu sendiri.
Sebentar lagi bangsa Indonesia memasuki pemilu untuk memilih dalam pilkada, pileg dan pilpres. Sudah saatnya rakyat harus cerdas dalam memilih siapa yang akan mereka pilih untuk menjadi pemimpin apakah itu kepala daerah, anggota legislatif maupun Presiden. Pengalaman yang Panjang telah mengajarkan kepada kita bahwa salah dalam memilih pemimpin hanya membawa kita kepada kehancuran moral, spiritual dan hidup yang lebih baik.
Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan bahwa kepada kita semua bahwa “SALAH DALAM MEMILIH PEMIMPIN MAKA TUNGGULAH KEHANCURANNYA”
Komentar
Posting Komentar