VIRUS COVID, SOCIAL DISTANCING, DAN IBADAH SHALAT
Salah satu protokol kesehatan yang
disarankan oleh WHO dalam rangka menghindari penularan virus covid adalah
social distancing atau menjaga jarak.
Masalah menjaga jarak ini perlu
dibahas khusus karena dampaknya yang luar biasa karena menyasar tempat-tempat
ibadah. Umat Islam yang diharuskan
shalat dengan rapat tapi karena mengikuti protokol kesehatan ini
terpaksa shalat dengan cara berjarak.
Lalu bagaimana penularan covid yang sebenarnya sehingga kita harus berjarak. Lalu berapa jarak yang aman itu? Apakah 1 meter, 1,5 meter atau 2 meter, tidak ada pembahasan ilmiah terkait hal ini.
Shalat berjamaah dengan berjarak ini secara hukum (fiqh) sebenarnya adalah menyalahi sunnah Rasulullah dimana kaum muslimin dianjurkan agar meluruskan dan merapatkan shaf. namun karena alasan situasi pendemi covid 19, Shalat dengan berjarak ini oleh Fatwa MUI adalah dibenarkan atau dibolehkan dengan alasan untuk keamanan dari penyebaran covid 19. (https://www.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/06/05/mui-keluarkan-fatwa-shalat-jumat-dan-shalat-berjamaah).
Banyak pendapat Ulama terkait shalat dengan cara berjarak ini, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Yang setuju dan melakukannya karena sangat percaya bahwa covid 19 berbahaya dan mematikan sehingga mereka berdalih bahwa keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang. Darurat itu adalah ketakutan kepada penularan virus covid 19, sementara yang tidak setuju shalat berjamaah dengan berjarak jelas berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah yang mewajibkan shalat dengan merapatkan saf yaitu bahu antar bahu jamaah saling menempel atau rapat.
Fatwa adalah ijtihad atau pendapat. ketika Muadz Bin Jabal diutus sebagai Gubernur di Yaman, Maka Nabi saw bertanya kepadanya bagaimana memutuskan hukum apabila di bawa kepada sesuatu permasalahan ? Muadz menjawab,”saya akan memutuskan hukum berdasarkan Alquran. Nabi bertanya lagi,”sekiranya kamu tidak mendapati di dalam alquran ? Jawab Muadz,”saya akan memutuskan berdasarkan sunnah? Nabi bertanya lagi,” sekiranya kamu tidak menemui di dalam sunnah ? Muadz menjawab,”saya akan berijtihad dengan pendapatku (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi).
jadi Ijtihad adalah pendapat. Ijtihad dibenarkan dalam situasi dimana tidak ada jawaban yang pasti dari alquran dan sunnah atau Ketika tidak ada contoh yang bisa diikuti dalam sunnah. Tapi ketika permasalahan yang dihadapkan ada jawabannya dalam alquran atau ada contohnya dalam sunnah maka Ijtihad tidak diperlukan.
Apakah shalat berjamaah ada panduannya
dalam sunnah ? Jelas ada. Hukum shalat berjamaah sudah jelas hukumnya yaitu
kaum muslimin dianjurkan agar meluruskan dan merapatkan shaf dengan di sertai
ancaman yang tidak melaksanakannya.
Rasulullah bersabda,” wahai hamba-hamba Allah, luruskan saf kalian, jika tidak maka Allah akan membuat hati kalian berselisih (HR. Muslim).
Ada ulama yang mengatakan bahwa karena redaksi hadis tersebut disertai ancaman yaitu jika tidak, Allah akan membuat hati kalian berselisih, maka hukum meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat adalah hukumnya wajib.
Lalu apa implikasi kalau kita merubah
tata cara ibadah shalat yang telah jelas hukumnya yaitu meluruskan dan
merapatkan shaf ?
Kita telah melakukan bidah. (https://www.republika.co.id/berita/qnbk6o169895073423000/apakah-bidah-itu-dan-apa-saja-macammacam-bidah)
Dari
Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا
فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى
إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ
أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di
al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian.
Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka
dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu
Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat
sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)
Dalam
riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ
مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا
سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah
berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti
ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku
sesudahku.” (HR. Bukhari, no. 7051)
Bagaimana penularan covid yang
sebenarnya sehingga kita harus shalat dengan berjarak. Lalu berapa jarak yang
aman itu?
Menurut
Ahli virus dr. Indro Cahyono, virus menular kepada manusia lewat sentuhan
dengan material-material yang sudah terjangkit virus, atau kontak langsung
melalui cairan (droplek) dari orang yang terinveksi virus. Jadi pada saat anda
bersin dan cairan dari hidung atau mulut anda kemudian mengenai orang lain dan
masuk kedalam tubuhnya maka anda bisa menularkan virus. Itulah makanya bagi yang
sakit dianjurkan memakai masker agar ketika bersin tidak menyebarkan droplek ke
orang lain. Jadi tidak ada hubungan antara menjaga jarak dengan penularan
virus.
Kalau
menjaga jarak tidak ada pengaruhnya secara signifikan dengan penularan infeksi
covid lalu mengapa tata cara ibadah harus dirubah.
Apakah
menjaga jarak efektif mencegah penularan virus
Sebuah
penelitian yang dirilis oleh The Lancet menyatakan, “Nggak ada
bukti ilmiah yang mendukung penetapan jarak sosial yang dapat menghalangi laju
infeksi virus.” (https://www.telegraph.co.uk/news/2020/06/15/no-scientific-evidence-support-disastrous-two-metre-rule/)
Bahkan penasihat pemerintah Inggris yang bernama Robert Dingwall mengamini hal tersebut, “Aturan jarak 2 meter itu, datangnya dari mana? Tidak ada dasar ilmiah untuk penetapan jarak 2 meter, karena tidak ada literatur ilmiah yang mendukungnya.” (https://metro.co.uk/2020/04/25/two-metre-social-distancing-rule-conjured-nowhere-professor-claims-12609448/).
Jadi kalau shalat dilakukan dengan rapat dimana seluruh
jamaah memakai masker, mereka sama-sama menghadap kebarat (kiblat) dan tidak
saling berhadapan, tidak bersalaman setelah selesai shalat, mencuci tangan
sebelum shalat, dan mereka sehat semua, apakah mereka semua masih berisiko
besar tertular virus covid ? Kalau jawabannya tidak mengapa sampai harus menutup
pintu masjid dan shalat berjarak.
MENYIKAPI
FATWA MUI TENTANG ANJURAN SHALAT BERJARAK DITENGAH COVID
Fatwa adalah pendapat tentang hukum. Fatwa bisa diikuti dan juga tidak diikuti. Ketika Mufti mengatakan bahwa dibenarkan shalat berjamaah dengan jarak 1 meter karena alasan darurat covid, maka kami memilih untuk tidak mengikuti karena berpegang pada pendapat ulama yang mengatakan bahwa shalat dengan berjarak satu meter bertentangan dengan sunnah. Dan yang menyalahi sunnah adalah bid’ah.
Di dunia ini sering terjadi wabah atau tha’un. Lalu apakah pernah terjadi sejak zaman Nabi Saw, sahabat dan dalam sejarah Islam, ada hadis atau riwayat atau fatwa ulama dimana pintu-pintu Masjid terpaksa ditutup dan shalat harus berjarak atau ibadah haji dan umroh ditunda atau ditiadakan hanya karena sebuah wabah, Padahal wabah (thaun) pada saat itu jauh lebih berbahaya daripada saat ini karena orang yang terkena wabah penyakit pada pagi hari maka biasanya sorenya atau beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Terkait wabah atau thaun, Nabi saw hanya bersabda,” Bahwa wabah (thaun) merupakan azab yang Allah timpakan terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah seseorang yang berada di wilayah (negeri) yang terjangkit wabah kemudian ia tetap tinggal dinegerinya dan selalu bersabar, Ia mengetahui bahwa penyakit tersebut tidak akan menjangkitinya kecuali apa yang Allah tetapkan kepadanya, maka baginya seperti pahalanya orang yang mati syahid (HR. Bukhari).
Para fukaha (ahli fiqih) bersepakat bahwa hifzhud din (menjaga agama) adalah yang paling utama baru sesudah itu hifzhun nafs (menjaga jiwa). Maka dari itu tidak pernah ada dalam sejarah kaum muslimin seorang ulama pun di masa lalu yang berani mengeluarkan fatwa untuk tidak shalat di masjid atau shalat berjarak hanya karena sebuah wabah atauh thaun.
Sudah hampir 2 (dua) tahun masalah
virus covid 19 ini belum selesai sampai saat ini. Dan kita telah beberapa kali menutup
pintu-pintu masjid dan terus menerus melakukan shalat dengan berjarak ini. lalu sampai kapan kita akan menunaikan shalat jumat dan berjamaah
tidak sesuai dengan sunnah ini ?
ANDA PUNYA MATA HATI
UNTUK MEMAHAMI FENOMENA INI
Mengapa mereka mengatakan dan menakut-nakuti bahwa masjid dimana banyak jamaah berkumpul sebagai tempat berisiko besar penularan virus sehingga banyak diantara kita lebih takut kepada virus daripada peringatan Tuhan akan hari akhirat. Mereka seperti keledai yang lari dari singa. Padahal virus ada dimana-mana. Kalau virus ada dimana-mana mengapa masjid lebih kita jauhi daripada Kantor, Pesawat terbang, Pasar dan Mal. Padahal tempat paling aman di dunia ini adalah masjid karena itu rumah Allah. Masjid adalah seperti perahu Nabi Nuh diakhir zaman ini, siapa yang memasukinya akan selamat.
Lalu mengapa hanya gara-gara covid yang tingkat
kematinya sangat rendah Mekkah dan Madinah harus ditutup dari
pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh (berdasarkan data di hampir seluruh Negara di dunia, tingkat
kematian karena covid hanya 2% dari yang terinveksi. Dan orang yang meninggal
tersebut memiliki penyakit penyerta/kormobid seperti jantung, diabetes, kanker,
gagal ginjal hingga paru-paru
(https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.06.11.20128926v1)
Padahal Nabi saw telah mengatakan
,”pada pintu gerbang kota Madinah ada para malaikat (yang menjaganya) sehingga
Tha’un (wabah) dan Al masihud Dajjal tidak akan dapat memasukinya (HR. Bukhari
No. 1880 dan Muslim No 1379).
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
عن أبي الحسن المدائني أن مكة والمدينة لم يقع بهما طاعون قط .
Dari Abul Hasan al Madaini bahwa Mekkah dan Madinah, tidak pernah
terjadi Tha'un sama sekali. (Al Adzkar, Hlm. 139)
Kita seharusnya punya mata untuk melihat dan hati untuk memahami
fenomena fitnah akhir zaman ini.
Di sebagian besar belahan dunia ini banyak masjid-masjid besar dan kecil yang tetap melaksanakan shalat dengan rapat dan sampai hari ini jamaahnya masih sehat-sehat saja. Tidak ada berita masjid-masjid yang melaksanakan shalat dengan rapat Jamaahnya mati bergelimpangan satu persatu.
lalu kalau begitu sampai kapan kita akan
menunaikan shalat jumat dan berjamaah tidak sesuai dengan sunnah ini ?
Sampai seluruh penduduk dunia ini divaksinasi dan itulah yang
mereka inginkan sebenarnya dari pandemik global covid ini.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar