Langsung ke konten utama

NABI MUHAMMAD SAW

NABI MUHAMMAD SAW
(Keutamaannya, tentang maulid Nabi Muhammad saw, keutamaan shalawat kepada Nabi Muhammad saw, menjawab tuduhan bahwa Nabi Muhammad saw menikahi aisyah Ketika berumur 6 tahun, Meluruskan pemahaman bahwa Nabi bermuka masam, terkait poligami Nabi Muhammad saw, kecintaannya kepada umatnya dan cara  dakwah nabi Muhammad saw.

Bahwa betapa besar keutamaan Nabi Muhammad saw maka shalat yang tidak disertai shalawat maka shalat itu batal dan tidak sah, 
Jika Allah berhak memberi maghfirah (ampunan) maka Nabi Muhammad saw juga diberi keutamaan oleh Allah untuk memberi syafa’at,  
jika Nabi Muhammad saw dan orang-orang beriman wajib shalat kepada Allah maka Allah beserta para malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dan karena itu Allah mewajibkan orang-orang beriman bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. 
Jika al-Hamid (yang terpuji) adalah asma Allah maka Ahmad (yang terpuji) adalah nama Nabi Muhammad saw. 
Jika Allah murka kepada siapapun yang mencintai sesuatu selain Dia, baik itu anak, istri, keluarga, harta benda atau kekuasaan, kenapa Allah tidak murka kepada orang-orang yang mencintai Muhammad saw?

-------------------------------------

Wajahnya tampan seperti cahaya purnama, kulitnya putih, matanya indah dengan bulu mata yang panjang, rambutnya berombak tidak keriting dan tidak lurus, tubuhnya semampai tidak tinggi dan tidak pendek, dadanya bidang, tidak kurus dan tidak gemuk, kedua kaki dan tangannya kokoh, telapak tangannya halus dan lembut serta aroma tubuhnya wangi.
Anas pelayannya, berkata “belum pernah kusentuh kain sutra lebih lembut dibanding telapak tangan Rasululullah. Dan belum pernah kucium aroma lebih wangi dibanding aromanya.

Dalam kehidupan sehari-hari beliau selalu diam, berbicara seperlunya. bicaranya fasih, ringkas tapi padat. hatinya selalu sedih dan berpikir terus menerus. Tidak pernah mencela makanan, bila suka di makan bila tidak suka ditinggalkan. Tidak marah menyangkut urusan dunia. Bila marah beliau memalingkan muka. Tidak pernah berkata kotor, mencaci maki dan berteriak-teriak. 

Beliau lapang dada, wataknya halus dan paling ramah pergaulannya. Tidak pernah membalas kejahatan dengan kejahatan, bahkan beliau memaafkan dan berlapang dada. Bila menghadapi pilihan, beliau memilih yang termudah selama tidak berpotensi maksiat. Dirumah beliau sendiri yang mengerjakan pekerjaannya. Di saat duduk ataupun berdiri beliau senantiasa berdzikir. Raut wajahnya cerah, lemah lembut dan ramah.

siapa yang meminta sesuatu pasti dipenuhi atau ditolak dengan tutur kata yang sejuk. Tangan beliau selalu terbuka bagi siapa saja tanpa pilih kasih, beliau adalah bapak bagi semua.
Berkata orang yang berusaha menggambarkan beliau “tak pernah kulihat orang seperti dia, dulu maupun sekarang”

Siapakah sosok yang diceritakan diatas ?
Dialah Nabi Muhammad saw yang hari ini kita rayakan kelahirannya. Kita rayakan kelahirannya untuk mengenang dan mengingatkan kembali keutamaan-keutamaan beliau untuk menjadi teladan bagi kita semua dalam menjalani kehidupan (QS. Al Ahzab ayat 21).

Namun di saat sebagian besar umat Islam bergembira di masjid-masjid merayakan maulid Nabi saw. ada sebagian kelompok di dalam Islam yang justru menganggap bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad saw adalah bid’ah dengan dalil hanya karena Nabi saw sendiri dan para sahabat tidak pernah melakukan peringatan itu. 

Benarkah peringatan maulid Rasulullah saw adalah bid’ah?

Peringatan maulid Rasulullah saw bukanlah bid’ah selama kita merayakannya dengan cara-cara yang diridhoi Rasulullah saw.,yaitu perayaan tersebut tentunya bersih dari hal-hal yang diharamkan (syariat) dan perayaan Maulid tersebut adalah momen untuk mengingat keutamaan-keutamaan dan  menghidupkan kecintaan kepada Rasulullah saw.

Apakah ada dalil yang mendasarinya?
Nabi saw merayakan peringatan keselamatan Nabi Musa as dari kejahatan firaun. ketika beliau saw mengetahui bahwa hari dimana Allah swt menyelamatkan Nabi Musa as dari firaun adalah hari ke-10 muharram maka beliau merayakannya dengan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa di hari tersebut dan memerintahkan mereka yang tidak berpuasa agar menahan diri selama waktu yang tersisa dari hari tersebut untuk tidak makan dan minum. kemudian ketika beliau mengetahui orang-orang yahudi merayakan hari tersebut, beliau saw bersabda,” kami lebih utama terhadap musa dari mereka” (HR. Bukhari).

jadi jika kita merayakan hari keselamatan Nabi Musa as dari firaun atas dasar tuntunan Rasulullah saw, lalu apakah tidak boleh bagi kita untuk merayakan peringatan kelahiran manusia yang telah Allah swt jadikan sebagai rahmat bagi alam semesta?

Diriwayatkan juga di dalam sahih Bukhari dan muslim bahwa hari senin Nabi saw berpuasa. Beliau saw pun ditanya tentang sebab puasanya itu, dan beliau bersabda,”itu (senin) adalah hari kelahiranku”, artinya, Nabi saw merayakan peringatan hari kelahirannya dengan cara berpuasa. 
Ketika Nabi saw mengekspresikan kebahagiaan dengan merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa lalu bagaimana kita selaku Umat Islam mengekspresikan kebahagiaan dengan kelahiran beliau saw?
kita mengekpresikan kebahagiaan ini dengan sarana apapun yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah swt. kita berkumpul bersama untuk mendengarkan penceramah yang membicarakan keutamaan-keutamaan Rasulullah saw, memuji Rasulullah saw dan menjelaskan tentang sifat-sifatnya yang banyak. itu semua adalah zikir yang mendekatkan diri kepada Allah swt.

Tapi mereka yang menganggap ini bid’ah berkata “tapi Nabi saw tidak pernah melakukan ini? yakni Nabi saw tidak pernah mengumpulkan sahabatnya di hari kelahirannya setiap tahun baik itu di suatu majelis, di masjid atau disuatu tempat untuk merayakan hari kelahiran beliau? 

Bagaimana jawabannya? 
Ada kaidah ushul fikih yang disepakati “tidak mempraktekkannya Nabi saw suatu perbuatan bukan dalil atas ketidakbolehan perbuatan tersebut” dalam arti Nabi tidak mempraktekkan suatu perbuatan tidak bisa menjadi dalil atas keharaman (ketidakbolehan) perbuatan tersebut. contoh Nabi saw tidak makan menggunakan sendok, beliau makan menggunakan tangannya. lalu apakah kita akan mengatakan bahwa karena Nabi saw tidak makan dengan menggunakan sendok lalu kita pun tidak boleh melakukannya?
Nabi saw tidak pernah makan diatas meja makan yang tinggi lalu apakah kita akan mengatakan perbuatan itu haram? tentu tidak
Nabi saw untuk berdakwah tidak menggunakan alat perekam, video atau media televisi lalu apakah kita akan mengatakan semua itu diharamkan karena Nabi saw tidak menggunakannya? 

Nabi saw selalu berzikir kepada Allah swt tapi tidak pernah terbersit di benak beliau saw sebuah ide untuk mengajak para sahabatnya agar membentuk lingkaran, lalu menugaskan salah seorang dari mereka supaya berdoa, sementara yang lainnya mengucapkan “Aamiin”. 

sampai suatu ketika Nabi saw masuk ke dalam masjid dan beliau melihat Abu Hurairah, zaid bin tsabit dan satu orang lain (perawi hadis hanya menyebut fulan dan tidak menyebut namanya) . mereka bertiga sedang duduk dan melakukan perbuatan yang mana Nabi saw tidak pernah melakukannya. Mereka membentuk sebuah lingkaran, salah seorang dari mereka berdoa, sementara yang lainnya mengaminkannya, setelahnya yang kedua dari mereka berdoa dengan suara tinggi dan yang lain mengaminkannya dan seperti itu seterusnya. menyaksikan itu Nabi saw tertarik. maka beliau pun duduk bersama mereka dan membiarkan perbuatan ini .

Beliau saw tidak berkata kepada mereka, “kenapa kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah aku lakukan seumur hidupku, seharusnya sebelum kalian melakukan perbuatan ini, kalian mengetahui bahwa aku tidak pernah melakukannya. Beliau tidak berkata seperti itu, kenapa? karena perbuatan yang tidak dilakukan oleh Nabi saw itu termasuk dalam rumpun ibadah, termasuk dalam rumpun dzikir. 

Ketika kita membicarakan rumpun ibadah… ibadah memiliki banyak sekali kondisi, keadaan dan cara. misalnya, jika kita asumsikan bahwa nabi saw ketika melakukan shalat malam , beliau tidak pernah melebihkan rakaat dari jumlah tertentu lalu apakah kita tidak boleh melakukan shalat malam dengan jumlah rakaat lebih banyak dari shalat malam Rasulullah. tentu kita tidak berpendapat demikian, karena shalat malam termasuk kedalam rumpun ibadah, maka boleh diperbanyak atau dikurangi. misalnya shalat tahajjud, dalam sebuah Hadist Nabi selalu mengerjakannya 11 atau 13 rakaat tapi kita kaum muslimin boleh mengerjakannya lebih dari itu yaitu bisa 23 rakaat atau lebih (shalat tarawih adalah shalat tahajjud yang dikerjakan di awal malam).  

Jadi berkumpul di dalam peringatan maulid Nabi saw adalah bagian dari zikir kepada Allah swt. zikir mengandung makna yang umum “berzikirlah kepada Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya (QS. Al Ahzab : 41) dan “orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (Al Imran 191). Jadi terserah anda mau zikir sendiri atau anda mau berkumpul dengan orang lain, seperti yang telah dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dan Abu Hurairah, tidak masalah karena itu juga zikir kepada Allah swt.
Nabi saw telah menceritakan di dalam sebuah hadis panjang tentang para malaikat yang mencari majelis-majelis zikir. jika salah seorang dari mereka melihat satu majelis zikir, Ia memanggil yang lainnya seraya berkata, kemarilah inilah yang kalian cari. jika anda membuat majelis zikir, maka para malaikat bergabung di majelis zikir itu . 

Jadi jika ada yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nabi saw dan sahabat adalah bid’ah atau haram maka sama saja dengan mengatakan bahwa hampir semua perbuatan kita hukumnya haram karena banyak yang kita lakukan saat ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw.

Rasulullah  menganjurkan kita untuk melakukan shalat malam. Ada orang yang pada malam hari tidak mampu terbangun saat sudah terlelap maka dia pun mempersiapkan jam alarm dan meletakkannya diatas kepalanya. lalu apakah Nabi saw berbuat seperti itu? Nabi saw terbangun dan melakukan shalat malam tanpa bantuan jam alarm. atas dasar pandangan kelompok yang suka membid’ahkan, semestinya penggunaan jam alarm hukumnya haram. 

Dan terakhir kepada saudara kita yang selalu mengungkit masalah ini setiap tahun dan menuduh umat Islam yang merayakan peringatan maulid Rasulullah saw sebagai bid’ah, sesat dan sebagainya hendaknya berhenti membahas masalah ini lagi. Biarkan saudara kita yang lain merayakannya dengan bahagia. Perayaan Maulid Nabi saw adalah sarana mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan menambah kecintaan kepada Rasulullah saw. 

Anda jangan pernah menuntut orang lain untuk selalu sama dengan pemahaman anda. Kita tidak bisa memaksakan pikiran dan pendapat kita sama dengan orang lain, banyak faktor yang membuat kita berbeda. Boleh jadi kita tidak mengetahui sesuatu karena kita belum membacanya atau melakukan penelitian lebih jauh sedangkan orang lain sudah mengetahuinya terlebih dahulu. 

KEUTAMAAN SHALAWAT KEPADA NABI SAW.
Allah swt memerintahkan kepada umat Islam untuk sering membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. al-Ahzab ayat 56).

Bahwa betapa pentingnya shalawat ini, Nabi saw menganjurkan agar ketika kita berdoa salah satunya mengawali dengan membaca sholawat. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tiadalah sebuah doa, kecuali antara doa dan langit terdapat sebuah hijab (penghalang) hingga ia bersholawat kepadaku. Jika bershowalat kepadaku, terkoyaklah hijab tersebut dan terangkat doanya.

Kapan kita mengucapkan shalawat ini ?
Kita bershalawat setiap hari dimana dan kapan saja sesuai kemampuan kita terutama ketika mendengar nama Nabi Muhammad saw disebut. Nabi Muhammad bersabda, "Sungguh hina orang yang mendengar namaku disebut, kemudian ia tidak membacakan sholawat untukku. 

Namun demikian kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca shalawat pada hari jumat karena itu adalah hari yang paling utama dan ucapan shalawat saat itu dihadapkan atau sampai kepada Rasulullah.
Nabi saw bersabda,” banyak-banyaklah kalian bershalawat untukku pada hari Jumat dan malam harinya. Barangsiapa yang mengerjakan hal tersebut maka aku akan menjadi saksi dan pemberi syafaat baginya di hari kiamat  (HR. Baihaqi).

"Sesungguhnya harimu yang paling utama ialah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di hari itu, karena ucapan sholawatmu akan dihadapkan (sampai) kepadaku!"

Mengapa kita perlu memperbanyak shalawat ?
Karena banyak membaca shalawat memiliki banyak keutamaan untuk diri kita sendiri dimana Allah swt mengatakan kepada Nabi Muhammad,”Barang siapa di antara umatmu yang  bershalawat  kepadamu sekali, maka Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, menghapuskan dari dirinya sepuluh keburukan, meninggikannya sebanyak sepuluh derajat, dan mengembalikan kepadanya sepuluh derajat pula (HR Ahmad).

Lalu bagaimana bacaan shalawat itu ?
Bacaan shalawat bisa diperpanjang sebagaimana yang dibaca dalam shalat namun bisa juga dibaca pendek yaitu cukup dengan mengucapkan “Allahumma shalli ala muhammad wa ala ali Muhammad (Ya Allah,  berikanlah sholawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad).

NABI SAW TIDAK MENIKAHI AISYAH UMUR 6 TAHUN
Selama ini sebagian besar umat Islam mempercayai  riwayat yang disebutkan dalam kitab hadis Sahih Bukhari dan Muslim yang mengatakan bahwa Rasulullah saw menikahi Aisyah ra ketika berumur 6 tahun, dan mencampurinya ketika Aisyah ra. berumur 9 tahun. 

Benarkan Rasulullah saw menikahi Aisyah ketika Aisyah ra. baru saja melewati masa balita-nya dimana dalam hadis dan sejarah diceritakan bahwa saat Aisyah ra. menikah dengan rasulullah saw, dia masih bermain-main dengan boneka dan ayunannya ?
Para ulama dan umat Islam yang membenarkan pendapat ini akan mencari-cari pembenaran pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah ra ini  dengan mengatakan bahwa pernikahan seperti itu adalah wajar pada masa itu dan di sisi lain ada yang mengatakan bahwa Nabi saw menikahi Aisyah yang masih anak-anak adalah dengan tujuan kemaslahatan agama dimana bahwa kelak Aisyah akan meriwayatkan hadis-hadis dari nabi karena dia seorang anak yang cerdas dan memiliki daya ingat yang kuat.

Mereka yang terus percaya dengan pendapat ini maka tanpa mereka tidak sadari sebenarnya justru telah mempropagandakan sebuah fitnah terhadap nabi mereka.
Kalau anda menganggap bahwa semua perilaku rasulullah adalah merupakan sunnah maka sama saja anda membenarkan dibolehkannya menikah dengan anak perempuan yang masih berusia 6 tahun atau yang belum baligh. Apa jawaban anda ketika Seorang laki-laki berusia 55 tahun yang mengaku muslim yang beredar di stasiun televisi seluruh dunia menikahi seorang anak perempuan berumur 6 tahun ?

Kita harus meluruskan riwayat pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ra. yang telah berabad-abad lamanya diyakini secara tidak rasional. Dan efeknya, orientalis Barat pun memanfaatkan celah argumen data pernikahan ini untuk menyerang  kehormatan diri Rasulullah yang suci, pribadi yang maksum, teladan umat Islam dengan menganggapnya sebagai fedofilia. (Pedofilia: kondisi orang yang mempunya ketertarikan atau hasrat seksual kepada anak-anak yang belum memasuki usia remaja. Definisi dari Wikipedia Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia).

Perlu diingat bahwa Rasulullah adalah membawa ajaran alquran maka tentunya segala tindak tanduknya, perilakunya harus sejalan dengan alquran. Aisyah mengatakan bahwa akhlak rasulullah adalah alquran (HR. Muslim).
Lalu apakah mungkin rasulullah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan alquran?  Benarkah Rasulullah menikahi Aisyah saat berumur 6 tahun ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka pertama-tama harus kita lakukan adalah mencari jawabannya di dalam alquran. Alquran adalah sumber rujukan pertama. Ketika akan mempelajari suatu topik tertentu maka yang pertama dilakukan adalah mencari topik itu di dalam alquran baru sesudah itu kita menengok hadis.  Kenapa ?
Karena pengetahuan yang berasal dari alquran merupakan kebenaran yang mutlak. Pengetahuan dari alquran tersebut harus dipakai sebagai al furqan yaitu menjadi penentu atas pengetahuan dari sumber lainnya. Alquran adalah sumber utama dan dia terjaga keotentikannya oleh Allah sedangkan hadis tidak dijamin terjaga keasliannya (QS. Al hijr ayat 9).

Jadi suatu hadis yang bertentangan dengan alquran maka hadis itu tidak memiliki nilai. Suatu hadis hanya dapat diterima dan dianggap sahih apabila hadis itu sejalan dengan alquran.
Ketika kita menggunakan metodologi yang salah dengan memulai mempelajari hadis dan bukan dimulai dengan alquran maka kita bisa salah dalam mengambil kesimpulan. Misalnya ketika membahas mengenai lepasnya yakjuj dan makjuj. 

Pemahaman umat Islam selama ini menganggap bahwa yakjuj dan makjuj baru akan dilepas nanti pada saat Nabi Isa as turun kembali ke dunia dan setelah membunuh dajjal. Hal ini karena mereka mengacu kepada satu hadis riwayat muslim yang menyebutkan demikian. 
Benarkah kesimpulan itu ?
Kalau kita menengok kepada alquran maka alquran tidak menghubungkan pelepasan yakjuj dan makjuj dengan turunnya Nabi Isa as ke dunia dan setelah membunuh dajjal. Alquran  menjelaskan bahwa dilepaskannya Yakjuj dan Makjuj ke dunia ini dihubungkan dengan kembalinya suatu kaum ke kota kecil dimana mereka sebelumnya diusir dari kota tersebut oleh Allah. Sesudah mereka diusir dari kota itu  maka Allah melarang mereka kembali kesana sampai suatu saat dimana yakjuj dan makjuj dilepaskan dan sudah menyebar ke berbagai penjuru (QS. Al Anbiya ayat 95 dan 96). Jadi alquran mengatakan bahwa pelepasan yakjuj dan makjuj bukanlah pada saat Nabi Isa turun kembali ke dunia tapi ketika suatu penduduk yang telah diusir dari kotanya dan telah kembali lagi ke kota itu lagi. Itulah ketika kita hanya merujuk kepada satu hadis dengan mengabaikan alquran.

Kita kembali ke topik.
Karena di dalam alquran tidak menyebutkan mengenai pernikahaan Nabi saw dengan Aisyah maka kita harus melihat mengenai pernikahan di dalam alquran.
Pertanyaannya, kapan wanita boleh di nikahi ? Apakah alquran memperbolehkan pernikahan dengan seorang anak perempuan walaupun dia belum mencapai umur pubertas (mengalami menstruasi).

Di dalam alquran, ketika merujuk kepada perkawinan atau hubungan intim maka alquran selalu menggunakan istilah Nisa (QS. An Nisa ayat 3, QS. Al baqarah ayat 223)
Secara khusus alquran merujuk “nisa” sebagai hars yaitu ladang yang dibajak agar biji-bijian dapat ditanam dengan harapan biji-bijian tersebut subur dan tumbuh dan menghasilkan tanaman.
Állah swt berfirman,”wanitamu adalah ladangmu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai (QS. Al baqarah ayat ayat 223)
Jadi perkawinan hanya bisa dilakukan ketika seorang anak perempuan sudah melewati masa pubertas atau telah mengalami menstruasi. Perempuan yang sudah menstruasi maka di usia inilah rahim mereka dapat dikualifikasikan sebagai hars atau ladang yang dapat ditanami dan bertumbuh dalam arti sudah bisa dinikahi untuk melakukan hubungan seks dengan laki-laki.

Lalu bagaimana dengan riwayat yang mengatakan bahwa Aisyah dinikahi rasulullah saat usianya 6 tahun ?
Jawabannya adalah tidak benar bahwa Rasulullah menikahi Aisyah ketika berumur 6 tahun !. 
Aisyah saat berumur 6 tahun dia masih anak perempuan yang tentunya belum mengalami pubertas (menstruasi) sehingga Nabi saw tidak mungkin melanggar alquran dengan menikahi seorang anak kecil yang belum menjadi nisa.  
Dengan demikian hadis yang meriwayatkan bahwa Nabi saw menikahi Aisyah saat berumur 6 tahun adalah tidak sejalan dengan alquran sehingga merupakan hadis yang harus dikesampingkan.

Rasulullah dalam riwayat tidak pernah mengatakan bahwa dia menikahi Aisyah ketika berumur 6 tahun. Suatu hadis hanya bisa dikonfirmasi kalau itu didengar langsung dari mulut Nabi saw atau di riwayatkan oleh mayoritas atau banyak sahabat Nabi dan faktanya tidak ada sahabat-sahabat nabi lainnya yang menceritakan umur Aisyah ra. saat menikah. Lebih aneh lagi ketika kita mengetahui bahwa tidak ada penduduk Madinah atau Mekkah yang meriwayatkan hadist bahwa Nabi saw menikahi Aisyah saat umur 6 tahun. Bukankah Madinah adalah tempat dimana Aisyah ra. dan Rasulullah s.a.w pernah tinggal, serta tempat dimana penduduk Madinah menyaksikan waktu dimana Aisyah ra. mulai berumah tangga dengan Rasulullah s.a.w. 

Bahwa kalau kita lihat hadis-hadis yang meriwayatkan bahwa rasulullah menikahi Aisyah saat dia berumur 6 tahun ternyata hanya diriwayatkan oleh satu orang yaitu Hisyam bin ‘Urwah yang didengarnya sendiri dari ayahnya. Dalam catatan sejarah Hisyam bin Urwah mengucapkan hadis tersebut tatkala telah bermukim di Iraq sedangkan usianya saaat itu 71 tahun.

Banyak Ulama yang menolak hadis yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah tersebut. bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Iraq. (Ibn Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib. Dar Ihya al-Turats al-Islami, Jilid II, hal. 50) Termaktub pula dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi Hadits, bahwa tatkala Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun (Al-Maktabah Al-Athriyah, Jilid 4, hal. 301). 
Alhasil, riwayat umur pernikahan Aisyah yang bersumber dari Hisyam ibn ‘Urwah, tertolak.

BERAPA SEBENARNYA UMUR AISYAH SAAT MENIKAH DENGAN RASULULLAH
Bahwa kalau tidak benar bahwa Rasulullah menikahi Aisyah pada umur 6 tahun lalu  berapa sebenarnya umur Aisyah ra. saat menikah dengan Rasulullah s.a.w?
Secara sederhana data yang dapat digunakan untuk menganalisa umur Aisyah ra. adalah kita harus lihat berapa umur kakaknya yaitu Asma binti Abu Bakar  (Aisyah dan Asma adalah dua anak perempuan Abu Bakar)

Menurut catatan sejarah, Asma 10 tahun lebih tua dari Aisyah ra.  
Para Ulama salaf sepakat Asma meninggal pada umur 100 tahun di tahun 73 atau 74 Hijriyah  Artinya, apabila Asma meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal pada tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah ke Madinah, sehingga Aisyah berumur (27 atau 28) – 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijriyah. 
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun karena pernikahan Nabi saw dengan Aisyah dilangsungkan di Madinah pada tahun kedua Hijriyah.

NABI MUHAMMAD SAW TIDAK BERMUKA MASAM

Ada beberapa ustadz yang karena ketidaktahuannya atau kecerobohannya tanpa melakukan verifikasi dan penelitian lebih jauh sering mengisahkan bahwa Allah pernah menegur Nabi Muhammad saw karena bermuka masam dan berpaling ketika seorang buta yang bernama Abdullah bin ummu maktum meminta penjelasan tentang Islam. 
Teguran Allah Swt. tersebut dimuat dalam QS. Abasa ayat pertama, Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Disini redaksi "Dia" ditafsirkan sebagai Muhammad dalam tanda kurung.

Benarkah Nabi Muhammad saw yang bermuka masam dan berpaling Ketika seorang buta yang bernama Abdullah bin ummu maktum meminta penjelasan tentang Islam kepadanya ?

Perlu diketahui Kata “Dia” bermuka masam dan berpaling yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw adalah TAFSIR.  Tafsir adalah pemahaman manusia tentang alquran, jadi bisa benar dan bisa salah. tafsir dan hadis yang bertentangan dengan alquran harus dikesampingkan karena alquran adalah kebenaran mutlak. 

Ahli tafsir sekelas ibnu Katsir dan ibnu Abbas menuliskan dalam kitab tafsirnya bahwa hadits Nabi bermuka masam ini janggal dan aneh, selain karena semua perawinya hidup dimasa yang kurang lebih sama, hadits tafsir ini juga bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur'an yang memuji akhlak nabi saw (QS. Al Qalam ayat 4).

Mayoritas ahli hadits mengatakan asbabbun nuzul ayat 1 sd 10 QS. abasa tersebut terjadi ketika rasul sedang berkunjung ke rumah al Walid al Mughirah, seorang pembesar kafir Quraisy yang paling disegani di kota Mekkah karena kekayaannya dan memiliki banyak anak. Pada saat itu dirumah al Walid ada 6 orang pembesar kafir Quraisy lainnya, yaitu : Umayyah bin Khalaf, Abu Jahal, Abbas bin Abdul Muthalib, Utbah dan Syaibah. Kemudian ketika Rasul saw sedang menjelaskan tentang Islam kepada para pembesar Quraisy ini, datanglah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang muslim buta yang miskin, meminta dijelaskan tentang Islam.

Nah kedatangan Abdullah bin Ummi Maktum di kediamannya inilah yang  kemudian membuat al Walid al Mughirah yang sedang bersama tamu-tamu pembesar Quraisy lainya merasa terganggu. Al Walid al Mughirah yang merasa terganggu dengan kedatangan ummi Maktum ini kemudian bermuka masam dan berpaling. Jadi yang mendapat teguran dari Allah adalah al Walid al Mughirah ini. 

Untuk menguatkan bahwa yang ditegur karena bermuka masam dan berpaling adalah  al Walid al Mughirah, maka juga bisa dibuka di dalam Al Qur'an surat al Mudatsir ayat 22. Kata-kata bermuka masam dan cemberut (abbasa wabashar) ditafsirkan untuk AL WALID AL MUGHIRAH. Berdasarkan urutan turunnya ayat, Qs Abasa turun SETELAH Qs al Mudatsir, keduanya surat-surat dalam Al Qur'an yang diturunkan di Mekkah.

Berdasarkan penjelasan singkat ini, maka tafsir yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw bermuka masam dan berpaling Ketika seorang buta dan miskin datang kepadanya untuk meminta penjelasan tentang Islam dalam QS. Abasa hendaknya kita tinggalkan karena tidak sesuai dengan akhlak beliau yang dipuji oleh Allah swt sebagai manusia yang benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS. Al Qalam ayat 4). 

Nabi Muhammad saw adalah maksum, dijaga Allah dari segala dosa, dipilih dari makhluknya yang terbaik, sempurna lahir dan batinnya, jadi mustahil melakukan kesalahan sederhana yang manusia berakhlak standar saja tidak mungkin melakukan hal tersebut.  

Bahwa terkait perkawinan
Allah swt berfirman,”Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka nikahilah seorang saja (QS. An Nisa ayat 3).
Namun demikian alquran menyatakan bahwa walaupun kamu berusaha untuk berlaku adil tetap saja kamu tidak akan mampu berlaku adil terhadap istri-istrimu betapapun engkau menghendakinya (QS. An Nisa ayat 129).

Konsekuensi logis dari pernyataan alquran tersebut adalah dalam situasi normal perkawinan dalam Islam pada dasarnya adalah Monogami dengan cukup 1 (satu) orang istri. Tetapi karena kondisi di Arab pada masa itu kondisi masyaraknya sedemikian rupa sehingga monogami tidak dapat diterapkan seketika. Kondisi di arab ketika itu adalah jumlah laki-laki menurun drastis akibat perang suku yang terus menerus terjadi sehingga tidak seimbang dengan jumlah wanita.
Oleh karena itu walaupun alquran menetapkan monogami sebagai ketentuan moral, tetapi tetap membolehkan poligami sebagai solusi atas situasi mendesak. 

Mengapa poligami sebagai solusi atas situasi mendesak ?
Bahwa kita tidak bisa menafikan fakta bahwa ada banyak orang yang tidak cukup puas dengan hanya 1 (satu) orang istri akibat dorongan seks yang sangat tinggi, sebagaimana kita tidak bisa menafikan fakta bahwa menjamurnya hubungan seks yang tidak sah alias perzinahan di seluruh dunia baik di kota besar maupun kecil, baik ditempat tersembunyi maupun terang-terangan merupakan dalil terbaik bahwa poligami adalah jalan keluar dari orang-orang yang tidak bisa mengendalikan hasrat dorongan seksualnya. Bahwa jika dorongan seksual yang demikian besar itu tidak disalurkan secara halal maka mereka bisa melampiaskannya dengan cara-cara melanggar moral agama. 

Itulah makanya Monogami dan poligami tidak pernah diwajibkan hukumnya kepada masyarakat artinya keduanya bisa berlaku sesuai kondisi masyarakat. 

Bahwa Nabi Muhammad saw sendiri menikah pada usia 25 tahun dengan Siti Khadijah yang berusia 40 tahun. Selama 25 tahun Nabi monogami dengan Khadijah hingga Khadijah meninggal dunia. Bahwa setelah Khadijah wafat barulah Nabi saw menikah dengan Saudah binti Zam'ah seorang wanita berusia 50 tahun yang merupakan janda Sakran bin Amr bin Abd Syams, seorang sahabat yang syahid pada saat hijrah ke Habasyah. Saudah memiliki lima atau enam orang anaknya hasil perkawinannya dengan Sakran. 
Bahwa setelah menikah dengan Saudah maka Nabi saw kemudian berturut-turut menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar As-Shiddiq, Hafshah Binti Umar bin Khattab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah binti Abu Umayyah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti al-Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Shafiyyah binti Huyay, Mariyah al-Qibthiyah, dan Maimunah binti al-Harits.

Siti Aisyah merupakan satu-satunya istri Nabi saw yang berstatus gadis pada saat dinikahinya sedangkan 12 Istri Nabi lainnya adalah janda yang rata-rata memiliki anak-anak yatim.
Bahwa poligami yang dilakukan Nabi saw adalah dengan tujuan untuk kemaslahatan dakwah dan untuk menyantuni anak-anak yatim. Itulah makanya ayat tentang poligami dikaitkan dengan pembahasan mengenai anak-anak yatim (QS. An Nisa ayat 3).

Jadi poligami dalam Islam tujuannya adalah untuk menyantuni anak  yatim atau sebagai jalan keluar bagi orang-orang yang memiliki dorongan seks yang tinggi yang mereka itu  tidak cukup hanya dengan satu orang istri.

Bahwa kalau ada orang yang poligami dengan alasan mengikuti sunnah Nabi sementara yang dinikahinya seorang wanita cantik, percayalah bahwa itu cuma akal-akalan dia aja untuk menutupi hasrat hawa nafsunya. Janganlah membungkus syahwat anda dengan membawa-bawa kemuliaan sunnah Nabi saw. Poligami bukan sunnah Nabi kalau tujuannya untuk menyalurkan hawa nafsu. Kalau memang ingin mengikuti sunnah nabi maka harusnya dia sadar bahwa kesetiaan kepada Istri juga merupakan bagian dari sunnah Nabi saw. Bukankah Nabi saw tidak pernah menikah dengan perempuan lain selama 25 tahun rumah tangganya dengan Ibunda Khadijah.

Ketika isteri Anda sudah mampu melayani Anda dengan baik, taat kepada Anda sebagaimana mestinya, tidak selingkuh dengan pria lain, dan dia mampu melayani Anda dengan baik, kemudian Anda memilih untuk berpoligami, harusnya Anda malu, kalau memandang perbuatan itu sebagai sunnah nabi. Nabi mengajarkan kesetiaan, rasa empati dan kasih sayang.

DIMANA CINTA ENGKAU LETAKKAN

Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah swt. Beliau adalah Nabi terakhir yang diutus kepada umat manusia. Salah satu hal yang menonjol dari diri beliau adalah rasa kasih sayangnya yang mendalam kepada keluarga dan umatnya. Itulah mengapa Allah swt kemudian memujinya karena budi pekertinya yang sangat luhur (QS. Al qalam ayat 4).

Allah swt. pernah mengutus malaikat Jibril untuk menawarkan kepada Nabi saw sebuah pilihan hidup apakah akan menjadi seorang raja sekaligus nabi ataukah menjadi seorang hamba sekaligus nabi. lalu apa jawab beliau ? Nabi saw  berkata “aku ingin menjadi seorang Nabi dan Hamba (HR. Ahmad). Nabi saw juga pernah ditawari harta, tahta dan wanita oleh para pembesar quraisy namun beliau menolak semua kemewahan yang ditawarkan kepadanya. Beliau makan hanya ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Beda dengan kita yang terus lapar dalam kekenyangan.

Beliau sangat mencintai umatnya. Siang malam beliau menyeru manusia agar beriman kepada Allah swt demi keselamatan diri mereka sendiri. Tapi apa balasan yang beliau terima? Mereka malah mengusir Nabi saw dari kampung halamannya di Mekkah, melemparinya dengan kotoran ketika beliau sedang menunaikan shalat,  memboikot beliau hingga membuatnya kelaparan, dan melemparinya dengan batu hingga mengalir darah dari kening dan kedua tumitnya. Lalu apa yang beliau lakukan dengan perlakuan buruk itu ?
Beliau menangis menghadap kepada Allah swt seraya mengangkat kedua tanggannya dan berdoa “Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui, seandainya dia tahu, niscaya dia tidak akan bersikap demikian kepadaku. Beliau sangat kasihan kepada mereka sehingga Allah swt berkata “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini-Alquran (QS. Al Kahfi ayat 6).

Apa yang selalu merisaukan  hati Nabi saw?  beliau memikiran masa depan umat manusia, bukan mengkhawatirkan bahwa mereka besok  bisa makan atau tidak, dapat pekerjaan dan sebagainya tapi bagaimana mereka semuanya bisa mendapatkan hidayah-Nya.
Beliau saw pernah melihat pamannya Hamzah dalam keadaan bersimbah darah, terluka matanya, terpotong hidungnya, terpotong kedua telinganya, telah sobek perutnya, dan hilang jantungnya. Hingga berlalu beberapa tahun kemudian, beliau rela menjulurkan tangannya memaafkan orang yang telah mengambil jantung pamannya itu.

Wahai manusia !
Apa yang membuatnya memaafkan orang yang telah menyakitinya, apa yang menggerakkannya untuk bersabar ketika disakiti di Jalan Allah swt, apa yang menggerakkannya untuk bersikap tenang ketika diboikot ?
Apakah dia meminta imbalan duniawi atas apa yang dikerjakannya berupa rumah, villa diatas bukit dan istana, tidak ! Dia berkata, “ aku tidak meminta upah dari engkau atas seruanku kepadamu tapi upahku adalah dari Allah swt. (surat Hud ayat 29).

Lalu apa yang membuatnya melakukan itu semua ?
Jawabannya adalah Cinta.  Beliau saw adalah teladan cinta untuk seluruh manusia. Beliau berkata, Demi Allah, bila Allah memberi petunjuk (hidayah) lewat dirimu  kepada satu orang saja, maka itu lebih baik bagimu daripada unta-unta yang merah (HR. Bukhari Muslim).

Cinta adalah pondasi awal dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Anda tidak bisa memperbaiki kerusakan moral masyarakat tanpa cinta di dalam hati anda.
orang yang mengemban kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar maka yang harus dimiliki adalah sifat rahmah (belas kasih) kepada hamba-hamba Allah, disamping tentunya adalah keluasan ilmu dan amal.

Hal inilah yang tidak banyak dipahami atau kurang dipahami oleh sebagian umat Islam yang mengaku menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka menganggap bahwa yang menjadi ukuran komitmen terhadap agama adalah ketika hati dipenuhi dengan kebencian dan kemarahan kepada pelaku kemaksiatan dan penyimpangan di Jalan Allah. mereka diantaranya melakukan sweeping dengan disertai pengrusakan terhadap tempat-tempat yang dianggap maksiat, rumah-rumah makan yang berjualan pada saat bulan ramadhan.  Mereka tidak sadar mungkin ada muslimah yang tidak berpuasa karena halangan, orang tua yang sakit, pekerja berat yang tidak bisa berpuasa dan hanya bisa membayar fidyah atau umat non muslim yang semuanya membutuhkan rumah makan karena tidak sempat memasak.

Dalam ranah politik, hanya karena tidak suka dengan seorang pemimpin, atau perilaku sebagian politisi yang berseberangan dengan pandangan politiknya atau kepada sebagian kelompok agama tertentu yang dianggap telah menyimpang, Para penganjur amar ma’ruf nahi mungkar ini rela mencaci maki dan menghujat.  lalu dimana teladan Nabi saw itu? kenapa anda melakukan amar ma’ruf nahi mungkar tapi dengan hati yang dipenuhi penyakit, dengan hati yang penuh kebencian dan prasangka buruk. Kalau anda merasa berada dalam kebenaran, kasihanilah mereka yang berada dalam kesesatan, karena  mereka tidak mengetahui, seandainya dia tahu, niscaya dia tidak akan bersikap demikian.
Kepada Firaun saja yang sudah melampaui batas dengan mengaku sebagai tuhan, Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Musa untuk berbicara kepadanya dengan lemah lembut tanpa sikap kasar (QS. Thaha ayat 44).

Bukankah pemimpin anda adalah orang Islam, orang yang berbeda pandangan politik dengan anda itu adalah muslim, kelompok agama itu juga adalah Muslim? mereka semua shalat, berpuasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan naik haji, Lalu kenapa anda mencaci maki mereka, menulis keburukan tentang mereka lalu tulisan itu anda share kemana-mana melalui media sosial.
Apakah anda yakin bahwa orang yang anda tuduh sebagai fasik, pembuat kesesatan, bid’ah dan kekufuran itu bahwa esok tidak lebih baik nasibnya daripada anda diakhirat nanti.

Oke, boleh jadi mereka berdalih bahwa ini adalah perintah amar ma’ruf nahi mungkar, tapi mari kita ukur persoalan ini dengan akal dan hati nurani. Apakah mungkin anda bisa menasehati mereka jika di dalam hati anda penuh dengan kebencian dan kedengkian, Apakah mereka mau mendengarkan ceramah anda sementara mereka mencium dan menyaksikan aroma kebencian dari hati anda.
Dimana cinta di dalam hati anda. dimana teladan yang selalu dicontohkan Nabi itu, Apa maknanya dakwah jika kosong dari makna cinta?
Dakwah adalah keinginan menyampaikan hidayah. hidayah untuk pendosa, hidayah agar orang kafir  masuk islam. Agama islam mengajarkan agar anda membenci kebatilan yang ada pada diri seseorang bukan membenci sosoknya.

Umar Bin Khattab  berkata “kami pernah bersama Rasulullah saw, ketika itu para tawanan dihadapkan kehadapan beliau. diantara tawanan itu terlihat seorang wanita sedang mencari sesuatu dengan penuh kecemasan, pandangannya pun terjatuh pada seorang bayi lalu menggendong dan menyusuinya. kami pun menjadi tahu bahwa bayi itu adalah anaknya, lalu Rasullullah saw bersabda “tidakkah kalian melihat wanita ini, apakah mungkin dia akan mencampakkan bayinya itu ke kobaran api ? kami menjawab, tidak  mungkin ya Rasulullah, lalu Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-hambanya melebihi sayangnya ibu ini kepada anaknya (HR. Bukhari muslim)
Rasulullah juga pernah bersabda, “Jibril pernah datang kepadaku,  kemudian dia berkata, beri kabar gembira umatmu bahwa sesiapa yang menjumpai Allah tanpa menyekutukan sesuatu apapun denganNya, maka ia akan masuk surga (Bukhari Muslim).
Jadi mudahkanlah urusan dan jangan dipersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari (tidak tertarik) dan bekerja samalah kalian berdua dan jangan berselisih (HR. Bukhari).

CARA DAKWAH NABI SAW
” Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS. Al Anbiya ayat 107).”

Agama Islam diturunkan Tuhan adalah sebagai tuntunan agar manusia menyembah Allah. Dan Nabi-nabi yang diutus Tuhan kepada manusia adalah sebagai perantara untuk memperkenalkan Tuhan kepada manusia dan mengajarkan bagaimana cara menyembah-Nya.

Tugas Nabi hanyalah menyampaikan Islam dan bukan memaksakan Islam (QS. Al Baqarah ayat 256). Masalah orang mau beriman atau tidak kepada Tuhan itu bukan urusannya tapi urusannya diserahkan kepada Allah (QS. Al-Kahf Ayat 29). Allah lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. An Nahl ayat 125)

Allah swt mengutus Nabi terakhir Muhammad saw kepada umat manusia adalah dengan tugas yaitu pertama membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya yaitu mengajarkan alquran, kedua mengajarkan kepada mereka cara untuk mensucikan diri, mensucikan jiwa, hati, atau ruhnya (tazkiyatun nafs) sehingga mereka menjadi manusia yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan, ketiga mengajarkan kepada mereka hukum-hukum Allah, ajaran-ajaran agama dan ilmu pengetahuan (QS. Al Jumu’ah ayat 2).

Selama 23 tahun yaitu 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah, Nabi melaksanakan tugasnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada manusia yang ada pada saat itu. Dan hanya dalam waktu 23 tahun tersebut hampir seluruh penduduk  jazirah Arabia telah beriman dan menerima Islam.
Apa yang menyebabkan ajaran Islam ini begitu mudah diterima oleh masyarakat pada saat itu ?
Alquran menjawabnya,” Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Dan “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah  mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (Qs. Ali Imran ayat 159)

Masyarakat Arab begitu mudah menerima Islam adalah karena pribadi Nabi Muhammad saw yang penuh dengan kelembutan, pemaaf dan lapang dada. Bahkan Allah Swt.sampai memuji Akhlak Nabi tersebut (QS. Al Qalam ayat 4). 

Pada saat Nabi saw dan kaum muslimin menaklukkan Mekkah pada tahun 8 Hijriyah, hampir sebagian besar pembesar dan penduduk Mekkah yang selama ini memusuhi dan bahkan ingin membunuh beliau oleh Nabi saw semuanya di maafkan dan diampuni.
Beliau  bertanya kepada penduduk Mekkah yang saat itu tertunduk karena ketakutan, "Wahai, orang-orang Quraisy, menurut pendapatmu, apa yang akan kuperbuat terhadapmu sekarang?''
Mereka menjawab, ''Yang baik-baik! Wahai, saudara kami yang pemurah, sepupu kami yang pemurah!''
Nabi SAW kemudian bersabda, ''Pergilah kamu sekalian. Kalian semuanya sudah bebas.''
Sikap pemaaf dan lapang dada Nabi saw tersebut membuat seluruh penduduk mekkah kemudian berbondong-bondong masuk Islam. 

Setelah Nabi Muhammad saw wafat maka tugasnya untuk menyampaikan dan mengajarkan manusia akan agama Allah  tersebut kemudian dilanjutkan oleh Keluarganya, sahabat-sahabat beliau dan ulama-ulama sepanjang masa dan bahkan setiap muslim dianjurkan oleh Nabi saw untuk menyampaikan agama Allah walaupun hanya dengan satu ayat alquran  (HR. Bukhari).

Seorang penulis barat bernama Thomas W. Lippman mengatakan, Islam merupakan salah satu agama yang paling cepat tumbuh dan paling berkembang di Amerika serikat dan Eropa.  Perkembangan Islam yang begitu luas dan cepat tidak akan mungkin terjadi bila disampaikan dengan kekerasan dan pemaksaan kehendak. Bahkan masuknya agama Islam ke Indonesia yang begitu cepat menyebar dan kemudian menjadi agama mayoritas yang dianut bangsa Indonesia adalah karena rakyat Indonesia saat itu terutama raja-rajanya tertarik dengan akhlak yang ditampilkan oleh pedagang-pedagang muslim terutama dari Arab, India dan Cina.

Akhlak adalah pondasi dalam dakwah. Seorang Dai atau penceramah harus mencontoh Nabi saw dalam menyampaikan dakwahnya (QS. Al-Ahzab ayat 21). 
Nabi dalam berdakwah tidak menyakiti perasaan orang lain. Tidak ada kata-kata kotor, umpatan atau kemarahan yang keluar dari mulutnya sehingga orang yang mendengar dakwah beliau tidak tersinggung karenanya. Nabi juga tidak pernah merendahkan orang atau kelompok lain. 

Namun apa yang terjadi dengan dakwah saat ini ?
Tidak sedikit penceramah atau pendakwah yang menyampaikan pesan-pesan agama tidak dengan bijak. Mereka tidak bisa membedakan mana ajaran agama yang cocok disampaikan di muka umum dan mana yang hanya cukup diutarakan dalam bentuk diskusi dan dialog.  Sebagian penceramah di muka umum (media sosial) bahkan sering mengkritik dan membid’ahkan sebagian pengamalan agama yang dilakukan oleh bahkan mayoritas umat Islam. 
Bahkan ada penceramah Islam yang terang-terangan mengkafirkan kelompok Islam lain sebagai bukan Islam, kafir hanya karena ketidakmampuannya dalam memahami ajaran agama Islam itu sendiri. Bukannya pesan agama diterima dengan baik justru menimbulkan ketersinggungan dan pertengkaran.

Di Media sosial kita juga menyaksikan ada ustad-ustad yang ceramahnya berisi dengan caci maki kepada orang lain bahkan kepada Pemerintah. Mereka melupakan larangan alquran yang mengatakan,” kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela (QS. Al humazah ayat 1)

Apakah mereka tidak sadar bahwa Islam yang disampaikan dengan memaki orang lain, mengolok-olok orang lain, menuding orang lain sebagai sesat atau kafir hanya akan membuat orang lain tidak simpati bahkan justru bisa menciptakan bibit permusuhan. Ada banyak ayat Al Qur’an yang melarang untuk bersu’uzhon (buruk sangka), dan mengolok-olok sesama manusia (QS. Al hujurat ayat 11).

Rasulullah Muhammad saw  pernah mengatakan,”memaki seorang muslim adalah dosa, dan membunuhnya adalah kafir. Bahkan terhadap orang kafir yang menolak Islam sekalipun, Nabi Muhammad tidak pernah memaki. Nabi saw mengatakan,”saya bukan diutus untuk memaki, tetapi saya diutus sebagai pembawa kasih sayang.

Nabi saw bersabda,” Aku tidak diutus Tuhan untuk mengutuk orang. Aku diutus hanya untuk menyebarkan kasih sayang. (HR. Muslim).

Nabi saw bersabda,” “Janganlah sekali-kali engkau memaki orang lain“.[HR Abu Dawud]
Orang yang suka mencela, yang suka mengutuk, yang suka berkata-kata jelek dan bodoh, bukanlah orang mukmin (yang baik).

Alquran bahkan juga melarang agar dalam menyampaikan ceramah agama tidak mengejek atau menyinggung ajaran agama atau konsep ketuhanan yang disembah oleh penganut agama lain karena hal itu dapat menimbulkan reaksi balasan yang sama bahkan melampaui batas akibat tidak  adanya pengetahuan (QS. An-An’am ayat 108)

Ketika terjadi perang di Irak dan Suriah kita menyaksikan ada sebagian ulama yang terafiliasi dengan kelompok Islam tertentu yang mengeluarkan fatwa kafir terhadap ulama/muslim yang lain sehingga membuat sekelompok Islam takfiri yang mengatasnamakan Jihad tanpa ragu memerangi dan membunuh saudaranya sendiri sesama muslim hanya karena dianggap sesat atau kafir. Itulah ketika agama telah dijadikan alat politik untuk kepentingan dunia maka bisa membuat  manusia menjadi buta mata hatinya.

Hal ini juga pernah terjadi sepeninggal Nabi saw, sebagian kelompok kaum muslimin mulai bertikai karena faktor perebutan kekuasaan. Mimbar-mimbar masjid menjadi ajang untuk menyerang kelompok yang berseberangan dalam politik. Agama telah dikoptasi oleh kekuasaan. Sebagian yang lain bahkan menjadikan agama sebagai tameng untuk menyesatkan dan mengkafirkan lawan politiknya. 
Mereka telah melupakan pesan Nabi saw yang mengatakan,”janganlah kalian kembali kafir sesudah (kematian) ku, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain.(HR. Muslim).
Mereka juga telah melupakan pesan Nabi saw yang mengatakan,”Janganlah kalian saling membenci, saling dengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba Allah yang besaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim memboikot saudaranya lebih dari tiga hari," (HR Bukhari [6065] dan Muslim [2559]).

Nabi saw telah banyak mengingatkan kepada orang-orang Islam yang suka menuduh orang lain sesat dan kafir ini:
1. Bahwa mencela orang muslim adalah kefasikan, dan memeranginya  adalah kekufuran (HR.Bukhari),  
2. Melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya (HR Bukhari),
3. Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada orang yang mengucapkannya (HR Bukari dan Muslim).
4. Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian (HR Bukhari).

Maksud baik mereka mungkin berdakwah atau berjihad tapi mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka itu justru bisa memperburuk citra Islam dan bahkan menjadi penghalang antara Allah dan para hamba-Nya. Banyak orang yang awalnya tertarik dengan Islam kemudian menjauhi Islam, bukan karena mereka belajar dari ajaran Islam tapi dari perilaku dan ceramah-ceramah yang memberikan pemahaman yang keliru kepada masyarakat tentang Islam. Hanya karena salah dalam menyampaikan pesan-pesan agama, dakwah yang seharusnya bisa diresapi dan menyentuh hati manusia justru sebaliknya membuat orang lari dari agama. Kepada firaun saja yang kafirnya sudah melampaui batas, Tuhan masih menyuruh Musa untuk mendakwahinya dengan lemah lembut (QS. Thaha ayat 43-44).

Dakwah hanya menyampaikan kebenaran. Kita tidak bisa memaksa orang lain mengikuti agama kita, kelompok kita atau cara pemahaman kita dalam beragama. 
Allah Swt telah menegaskan bahwa perbedaan agama dan keyakinan itu sudah menjadi kehendak-Nya sehingga siapa pun selain-Nya tidak berhak memaksa orang lain dengan cara apapun untuk menganut dan meyakini agama atau keyakinannya.
Allah Swt berfirman; “Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (QS. Yunus ayat 99)

Agama pada hakekatnya diturunkan Tuhan kepada manusia adalah untuk mengingatkan akan adanya hari akhirat dimana semua manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala apa yang dilakukan selama di dunia. (QS. An-Nahl ayat 93). 
Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan (QS. Al-Maidah ayat 48).

Bahwa menjadi dai, penceramah agama adalah pekerjaan yang mulia karena mereka melanjutkan tugas para Nabi. Alquran bahkan mengatakan bahwa profesi terbaik di dunia ini adalah dai (pendakwah) karena mereka adalah kaum yang mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran (QS. Al imran ayat 110). 
Allah menjanjikan pahala yang sangat besar kepada manusia yang memilih jalan ini. Hati anda rusak kalau anda mengejar dunia dari profesi ini. Profesi ini hanyak layak untuk mereka yang memiliki hati yang bersih yaitu hati yang ikhlas dimana mereka hanya mengharapkan pahala dari Allah “aku tidak meminta upah dari engkau atas seruanku kepadamu tapi upahku adalah dari Allah swt. (surat Hud ayat 29).

“Muhammad memiliki kemulian pribadi yang sangat tinggi, berakhlak mulia, pemalu, sensitif, memiliki kesadaran yang sangat kuat, kecerdasan yang brilian,berperasaan lembut, beliau memiliki akhlak yang sangat mulia dan perilaku yang disenangi (Abdullah Quilliam, pemikir asal inggris)”

Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya. Atas sisa pekerjaa

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN Mari kita mulai dari Yeruselem. Yeruselem adalah kota suci. Dari sana Alquran  menceritakan banyak sekali kisah dari  Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan putranya Nabi Sulaiman as, Nabi  Zakaria as, Nabi Yahya as dan dan Nabi Isa as.  Bangsa Bani Israel mencapai puncak kejayaannya  pada jaman Nabi Daud as dan Nabi Sulaeman as yang pemerintahannya berpusat di Yeruselem. Pada pada tahun 586 SM, kota Jerussalem diserang dan dihancurkan pertama kali oleh Raja  Nebuchadnezzar  dari Babylonia. Semua orang yahudi di bawa ke babylonia untuk dijadikan budak. Namun pada saat babylonia ditaklukan oleh Raja Cyrus dari Persia, orang-orang Yahudi tersebut dikembalikan kembali ke Jerussalem. Bangsa Yahudi yakin berdasarkan kitab suci mereka bahwa kelak Allah swt akan mengembalikan kembali bangsa Yahudi  ke Yeruselem  dan akan menurunkan  Messiah atau Al Masih yang akan mengembalikan kejayaan mereka untuk memerintah dunia dari Yeruselem

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Salah satu perbedaan antara hukum Tuhan dengan Hukum buatan manusia adalah pada kepastian hukumnya. Hukum Tuhan tidak pernah berubah oleh zaman dan tidak ada kontradiksi atau pertentangan didalamnya , ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang sering terjadi konflik norma di dalamnya, sehingga membuka ruang manusia untuk menafsirkannya sesuka hati dan sesuai dengan kepentingan. Di dalam hukum Tuhan, kita tidak boleh menafsirkan ayat secara serampangan dan bebas, tapi ada petunjuk metodologi yang harus dipatuhi supaya kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan atas suatu makna. Di dalam alquran misalnya  kita tidak boleh mengambil satu ayat secara terpisah dan kemudian menyimpulkannya. Tapi ambillah semua ayat yang berkaitan dengan topik dan pelajari semua secara bersamaan  untuk mendapatkan makna yang menyeluruh. Makna yang harmonis, karena tidak ada sedikitpun kontradiksi dalam alquran. Misalnya di dalam Alquran