BELAJAR FILSAFAT
(Mengenal dan memahami filsafat dan hubungannya dengan agama)
“Dengarkan baik-baik, kalau kamu ingin menjadi seorang intelektual yang tangguh, maka pelajarilah dua ilmu ini secara mendalam. Pertama ilmu kalam (tauhid). Kedua ilmu mantiq (logika)"
“Bahwa orang yang tidak mempelajari ilmu mantiq kredibilitas keilmuannya patut dipertanyakan karena tanpa ilmu ini orang akan berpikir seenaknya (Imam Al Ghazali)
------
Dulu filsafat dipahami oleh banyak orang sebagai sesuatu yang rumit dan membosankan. Namun Ketika Rocky Gerung, seorang dosen filsafat muncul dihadapan publik dengan komentar-komentarnya yang filosofis Ketika mengkritik pemerintah maupun partai politik maka filsafat kemudian menjadi sesuatu yang menarik perhatian apalagi disampaikan dengan kata-kata yang memikat, indah dan sarat makna.
Dulu banyak orang takut belajar filsafat, bahkan banyak tokoh agamawan yang mengharamkan filsafat karena dianggap dapat menjauhkan manusia dari Tuhan bahkan menjadi atheis.
Memang dalam sejarahnya antara filsafat dan agama sering terjadi benturan. Filsafat dianggap merusak akidah, membuat orang meragukan keimanannya sehingga banyak orang yang menjauhi belajar filsafat.
Karakter filsafat dan agama memang sering dianggap bertolak belakang. Agama berporos pada kepercayaan atau keimanan. Dalam agama, intinya adalah keyakinan tanpa seseorang dituntut untuk harus tahu atau paham secara mendalam apakah yang ia yakini itu benar secara rasional seperti Tuhan, surga, neraka, takdir dan sebagainya.
Sementara filsafat justru berangkat pada sikap ingin tahu dan penjelajahan intelektual. Seorang filosof akan selalu mempertanyakan dan membahas apapun yang ia belum ketahui. Dia tidak berhenti sebelum menemukan jawaban dan memuaskan intelektualnya.
Namun demikian Filsafat seharusnya tidak perlu dibenturkan dengan agama kalau Kita memahami bahwa ada perbedaan antara filsafat sebagi produk pemikiran dan filsafat sebagai alat (cara berpikir).
Filsafat sebagi produk adalah hasil pemikiran para filosof, mulai yang sangat etis religious sampai yang ateis dan destruktif. Terhadap filsafat jenis ini ada baiknya untuk kritis dan selektif. Namun di sisi lain filsafat sebagai alat maka filsafat sebenarnya sekedar pisau analisis dan kacamata perspektif.
Filsafat sebagai alat atau cara berpikir maka dengan filsafat kita bisa merumuskan konsep-konsep yang menggugat agama. Namun dengan alat yang sama juga, kita bisa mempergunakannya untuk meneguhkan keyakinan-keyakinan agama. Dengan filsafat yang sama orang bisa menjadi sangat religious dan namun bisa juga menjadi ateis dan agnostik.
Dalam sejarah pemikiran filosof, ada pemikiran yang sulit diterima masyarakat seperti Nietzsche dengan “Tuhan telah mati! Dan kita lah yang membunuhNya” atau Marl Marx dengan “agama adalah candu” dan atau Auguste Comte yang mengatakan bahwa “Agama hanya bahan pembicaraan abad pertengahan, atau dalam Islam ada Ar-Razi yang menyatakan “Nabi tidak perlu diturunkan”
Mengapa para filosof bisa berpikir nyeleneh demikian ?
Hal ini tidak lepas dari konteks zaman dan lingkungan sosio politik dimana saat dia hidup. Setiap filosof tentunya memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam memahami satu tema. Perspektif ini juga tidak terlepas dari cara bernalar dan kemampuan intelektual masing-masing filosof dan tempat lingkungan dimana dia hidup dan berinteraksi .
Namun tidak semua filosof itu pikirannya aneh, atau nyeleneh meskipun beberapa diantaranya demikian. Banyak dan bahkan jauh lebih banyak filosof yang pemikirannya memberikan banyak manfaat kepada masyarakat dan bahkan mengubah wajah dunia. misalnya ucapan-ucapan kebijaksaan Socrates seperti: Tuhan menciptakan dua telinga dan satu lidah, agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara, aku makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirkanlah dulu baru berkata, dengarkan dulu baru beri penilaian. Bekerjalah dulu baru berharap.
Atau Plato misalnya yang mengatakan, pengetahuan menjadi jahat jika tidak dimaksudkan untuk kebajikan. Filosof yang menyibukkan diri dengan aturan Tuhan, ia sendiri akan mendapatkan sifat keteraturan dan ketuhanan,
atau ucapan filosof Blaise pascal yang mengatakan “hanya ada dua orang yang bisa kita sebut rasional yaitu mereka yang mengabdi kepada Tuhan sepenuh hati karena mengenalNya dan mereka yang mencariNya sepenuh hati karena merasa tidak mengenalNya. Jadi disini filsafat justru memperkuat keyakinan agama
FILSAFAT DAN AGAMA MENUNTUN KEPADA KEBENARAN
Filsafat berusaha mencari kebenaran dengan mempertanyakan segala sesuatu. Maka sebenarnya antara filsafat dan agama memiliki misi yang sama yaitu menunjukkan kebenaran kepada manusia meskipun jalurnya berbeda. agama ingin menunjukkan kebenaran kepada manusia (ini yang dicari oleh filosof) melalui jalur otoritas yang dipandang lebih tinggi daripada (akal) manusia yaitu Tuhan dan Kitab suci. Sementara filsafat ingin menuntun manusia kedalam kebenaran dengan tuntunan pemakaian intelegensi yang ia miliki secara optimal.
Jadi filsafat dan agama yang sama-sama melakukan pencarian kebenaran akhirnya akan bertemu. Filsafat dengan segala eksplorasinya pada akhirnya akan membuktikan dan mendukung kebenaran-kebenaran yang dibawa oleh agama. Kajian teologi atau ilmu kalam dalam islam adalah salah satu contohnya. Dalam teologi atau ilmu kalam, segala muatan keimanan yang sejak awal diyakini sebagai yang pasti benar seperti Tuhan, Surga, Neraka dan sebagainya diupayakan untuk mendapatkan justifikasi dengan cara merumuskan rasionalitasnya. Dogma-dogma agama yang selama ini diyakini akan dibahas pembuktian rasionalnya
FILSAFAT INDUK SEGALA ILMU
Filsafat sering disebut sebagai induk segala ilmu karena berfilsafat adalah mendayagunakan kemampuan intelegensia. Ketika intelegensia digunakan untuk mencermati, mengkaji dan membahas hal yang berkenan dengan dunia fisikal, lahirlah fisika. Ketika intelegensi dipakai untuk membahas hubungan antar manusia lahirlah ilmu sosial, sosiologi.
Ketika intelegensi didayagunakan untuk mengelola urusan dunia hayati alam semesta, lahirlah biologi.
Ketika intelegensi dipakai untuk memahami perkembangan hidup manusia dari taraf yang sederhana sampai masa modern lahirlah bidang kajian sejarah dan sebagainya. Jadi karena filsafat mendayagunakan intelegensi manusia maka disebut juga sebagai induk segala ilmu.
Para filosof kemudian membagi filsafat yang sangat luas itu kedalam empat petak besar yaitu ontology, epistemology, logika dan aksiologi.
Ontology adalah membicarakan “ YANG ADA”. Apakah manusia itu ada, apakah Tuhan itu ada. Kalau ada mengapa disebut ada, apa ciri-cirinya. Atau mengapa dianggap tidak ada. Apakah yang ada itu harus selalu bisa disentuh oleh perangkat indrawi dan seterusnya.
Kajian yang ada dengan sifatnya tidak bisa disentuh oleh indra biasa disebut dengan METAFISIKA. Kajian tersebut merupakan kebalikan dari fisika yang menggarap wilayah ADA melalui perangkat indrawi.
Aksiologi menggarap tentang dimensi nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Secara spesifik bidang ini membahas tentang etika dan estetika. Etika menggarap nilai baik dan buruk atau nilai moral dalam kehidupan manusia. Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam bidang etika antara lain mengapa manusia harus mengikuti aturan moral tertentu, kriteria apakah yang dipakai untuk menentukan satu perbuatan itu baik atau buruk. Apakah prinsip-prinsip moral itu bersifat universal atau subyektif. Apakah nilai moral itu harus dirumuskan sendiri oleh manusia ataukah diserahkan kepada otoritas tertentu, seperti agama, apakah secara natural manusia itu bermoral?
Sementara estetika, menfocuskan pembahasannya pada wilayah nilai keindahan. Bidang ini melacak dari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti apakah keindahan itu, apakah ukuran keindahan itu, apakah keindahan itu terdapat dalam bendanya atau dirumuskan oleh orang yang menilainya. Apakah keindahan itu sifatnya universal atau subyektif.
Sementara epistemology membahas tentang seluk beluk pengetahuan manusia. Epistemology mempertanyakan apakah yang dimaksud pengetahuan itu? Apakah bedanya antara tahu dan tidak tahu, apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan. Apakah pegetahuan yang benar itu adalah pengetahuan yang berasal dari pengalaman ataukah akal. Apakah ukuran benar atau salahnya suatu pengetahuan. Bagaimana cara mencapai pengetahuan yang benar.
Logika adalah tata cara bernalar secara benar. Dalam logika dibahas antara lain tentang asas-asas, aturan-aturan formal, dan prosedur=prosedur normative , termasuk kriteria-kriteria untuk mengukur benar-salahnya sebuah penalaran dan penyimpulan
Epistemology dan logika bisa dikatakan merupakan nyawa dari filsafat. Penguasaan terhadap bagian epistemology dan logika sangat ditekankan bagi mereka yang ingin berfilsafat. Dengan menguasai kedua bidang tersebut, seorang filosof bisa menelurkan berbagai khazanah baru kefilsafatan. Bidang-bidang lain termasuk ontology dan aksiologi pada dasarnya merupakan buah dari penguasaan kedua bidang itu
PADA AKHIRNYA FILSAFAT HARUS MENERIMA AGAMA
Filsafat mengajarkan manusia untuk berpikir secara mendalam, radikal dan sistematis untuk memahami sesuatu sehingga dapat menemukan kebenaran. Filsafat menggunakan seluruh potensi akal budi manusia dalam aktivitasnya mencari jawaban-jawaban terhadap berbagai problem dasar kehidupan manusia. seorang filosof selalu tertanam rasa ingin tahu di dalam dirinya, dia meragukan segala sesuatu yang tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Socrates, pernah mengatakan satu jargon yang sangat terkenal dalam dunia filsafat yaitu : the unexamined life is not worth living” hidup yang tidak diuji adalah kehidupan yang tidak berharga.
Ujian yang harus dijalani adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “siapakah aku? Untuk apa aku hidup? Bagaimana aku harus hidup? Dari mana asalku? Kemana nantinya tujuanku? Apa yang harus dan tidak boleh aku lakukan? sudah tepatkah tindakan yang aku lakukan hari ini?
Banyak manusia menjalani hidupnya mengalir begitu saja tanpa berusaha memikirkan dan merenungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas
Filsafat menantang hidup kita untuk mempertanyakan dan menguji hidup yang kita jalani saat ini untuk menumbuhkan kesadaran serta kepedulian dan pemahaman manusia terhadap kehidupan mereka sendiri. Filsafat menggugah kesadaran manusia dari kesibukan duniawi yang membuat mereka tidak lagi peka terhadap baik buruk, benar-salah, serta layak tidaknya apa yang mereka lakukan saat ini.
Bukankah seseorang bisa disebut sebagai manusia atau bukan adalah terletak dalam bagaimana ia bisa memberi makna kepada hidupnya. Kenalilah dirimu” kata Socrates lagi.
Kenalilah dirimu melalui akalmu, itu kata filosof. Namun akal terbatas jangkauannya. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan mendasar tentang apa tujuan eksistensi manusia itu. Akal juga tidak bisa menjangkau hal-hal ghaib seperti surga, neraka, akhirat, dan oleh karena itu akal harus diimbangi oleh agama.
Agama melalui para Nabi utusan Tuhan mengajarkan ihwal tujuan hidup manusia dan hakikat kematian. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan hanya perpindahan dari satu dimensi ke dimensi lain setelah kita pensiun dari tugas kita di dunia ini.
Disinilah seharusnya Filsafat memberi ruang tersendiri pada keimanan, memberi tempat pada keyakinan untuk menggarap dimensi percaya-tidak percaya. Karena filsafat dengan akalnya tidak akan pernah sanggup menjangkau sesuatu yang diluar nalar manusia.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar