Langsung ke konten utama

PILKADA LANGSUNG, PARTAI POLITIK DAN KKN



PILKADA LANGSUNG, PARTAI POLITIK DAN KKN

Tidak lama lagi kita akan melaksanakan Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak. Ada 270 Kabupaten dan Kota yang tersebar di sembilan Propinsi wilayah Indonesia  yang akan menyelenggarakan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 ini.
Namun seperti pilkada-pilkada sebelumnya, memasuki tahapan pilkada serentak 2020 ini,
kita menyaksikan kembali politik dinasti marak. kebanyakan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah kembali didominasi keluarga dan sanak saudara.. Kepala daerah yang sementara menjabat atau telah menjabat dua periode akan memunculkan istri, anak, menantu, keponakan untuk mencalonkan diri menjadi Kepala daerah baik untuk Pemilihan Gubernur maupun Bupati atau walikota. Banyak kejadian dalam pilkada dimana setelah  sang Ayah menyelesaikan tugasnya sebagai walikota atau Bupati dan kembali maju sebagai calon Gubernur, maka sang Anak mengisi jabatan yang ditinggalkan anaknya. Kejadian seperti ini hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Apakah politik dinasti salah ? Tentu tidak, karena konstitusi menjamin hak setiap orang untuk berpolitik baik untuk memilih maupun dipilih termasuk untuk mencalonkan diri menjadi kepala dan wakil kepala daerah.

Namun ini adalah sebuah ironi. Ketika kita berusaha untuk menghilangkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sekarang justru Kolusi dan Nepotisme kita legalkan dalam Undang-undang dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Istri, anak, Keponakan untuk menggantikan Suami, Bapak dan Paman sebagai Kepala Daerah. Demokrasi dengan pilkada langsung yang kita harapkan memberikan kesempatan kepada semua orang untuk berkompetisi menjadi kepala daerah justru memberikan ruang untuk memonopoli kekuasaan hanya dari kalangan keluarga tertentu.

Politik dinasti rentan untuk terjadinya korupsi. lihat saja misalnya semua daerah yang mengidap politik dinasti, tidak bebas korupsi, seperti terjadi di Banten, kakak adik kena kasus korupsi.  Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari tersandung kasus korupsi mengikuti jejak sang ayah, mantan Bupati Kutai Kertanegara – Syaukani Hassan Rais. Di Klaten Jawa tengah Bupati Sri Hartini  yang memimpin Klaten berkat dinasti politik yang dibangun suaminya, mantan bupati Haryanto Wibowo. Tahu-tahu terkena operasi tangkap tangan KPK karena diduga melakukan jual beli jabatan.

Ini akhirnya akan terus menyuburkan terjadinya Korupsi, Kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan sistem seperti ini sulit kita mengharapkan pemimpin yang bisa memajukan daerahnya karena kekuasaan cenderung hanya akan diarahkan untuk menguntungkan  kroni dan keluarga pemilik dinasti politik..

Banyaknya kepala daerah yang tersandung kasus korupsi juga menunjukkan kegagalan kepala daerah dalam menjalankan amanahnya dan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih.Kegagalan tersebut juga menunjukkan bahwa sistem pilkada langsung yang menghasilkan kepala daerah tersebut perlu di koreksi kembali. Penyebab kepala daerah tersandung korupsi sebenarnya adalah imbas dari pilkada langsung yang menghabiskan biaya yang sangat besar sehingga memaksa kepala daerah untuk mengganti pengeluaran untuk biaya pilkada tersebut. Pilkada adalah perjudian besar-besaran. untuk kalah dalam pilkada anda harus mengeluarkan biaya yang besar apalagi untuk menang.

Biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh calon kepala daerah umumnya adalah kepada partai pendukung sebagai syarat untuk mendapat dukungan maju dalam pemilihan. Tentu tidak semua Partai Politik memungut mahar, tetapi tentunya juga tidak ada makan siang gratis.

Undang Undang sebenarnya melarang pemberian mahar ini. Di dalam Pasal 187 B UU Pilkada menyebutkan bahwa anggota partai politik atau anggota gabungan partai politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit tiga ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Namun dalam kenyataannya tidak pernah ada kasus seperti ini terungkap karena pembuktiannya sangat sulit dilakukan.

Perbuatan korupsi sebenarnya tidak hanya terkait dengan hukum dan administrasi tapi banyak terhubung dengan aspek politik yang salah satunya adalah menggunakan anggaran Negara untuk pembiayaan politik. Dalam level daerah misalnya, dana bansos atau hibah banyak digunakan untuk kampanye tim sukses kepala daerah atau dalam level nasional Kasus-kasus seperti buloggate, bank century, dan lain-lain tidak bisa dilepaskan dari tudingan ini. Namun korupsi  politik ini masih sulit disentuh karena penegakan hukum cenderung  masih sangat lemah apabila dihadapkan kepada partai politik. Mengapa ? Karena saat ini pengisian jabatan untuk pencalonan Kapolri, Jaksa Agung, anggota Komisi Yudisial, KPK, KPU dan sebagainya sangat ditentukan oleh apa maunya partai politik (yang berkuasa).

HAPUSKAN PILKADA LANGSUNG
Pilkada langsung yang telah beberapa periode kita laksanakan ternyata lebih banyak membawa madharat daripada manfaatnya karena beberapa hal :
Pertama Pilkada langsung memakan ongkos yang sangat mahal.. Untuk bisa maju menjadi kepala daerah seorang calon harus mempersiapkan uang yang banyak diantaranya mahar untuk mendapat dukungan politik dari partai, membeli suara konstituen, membayar tim sukses, membayar konsultan dan biaya-biaya untuk media ruang publik, seperti baliho, iklan, dam spanduk. Seseorang yang ingin mencalonkan diri walaupun memiliki integritas dan kecerdasan tidak bisa maju dalam pilkada kalau tidak memiliki uang banyak atau pemodal yang membiayai kampanyenya.

Pilkada langsung hanya menguntungkan orang yang punya uang banyak untuk berkuasa.  sehingga jangan heran apabila banyak  pengusaha yang kemudian menjadi kepala daerah atau pengusaha yang memodali calon kepala daerah untuk maju pilkada. Mengapa banyak pengusaha yang masuk Politik ? Apa tujuannya ? sulit melepaskan mereka dari kepentingan bisnis. pengusaha yang terjun ke politik akan sulit untuk memisahakan antara urusan bisnis dan jabatan publik. mana sektor bisnis privat dan mana sektor publik sebagai pelayan kepentingan masyarakat. Pengusaha yang tidak bisa membedakan urusan bisnis ini cenderung akan mengalihkan anggaran Negara untuk membiayai proyek-proyek pembangunan pada kepentingan perusahaan miliknya sendiri.

Kedua, Pilkada langsung yang kita terapkan saat ini hanya melahirkan Politik dinasti. Kepala daerah yang sudah berkuasa dapat terus menumpuk sumber daya dari kekayaan hingga mesin politiknya guna melanggengkan kekuasaan untuk penerusnya. Kepala daerah yang sudah dua kali menjabat menunjuk lagi dari keluarganya sendiri. padahal pada dasarnya dia ingin mempertahankan kekuasaan dengan menjadikan keluarga sendiri sebagai kepanjangantangannya. Di dalam sistem seperti ini kita sulit menemukan pemimpin yang memiliki kemampuan leadership yang matang dan betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyat. Nabi saw mengatakan bahwa apabila kepemimpinan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.

Ketiga, demokrasi langsung yang kita jalankan atas nama kedaulatan rakyat sebenarnya hanya kamuflase karena kedaulatan sesungguhnya bukan ditangan rakyat tapi di tangan pemodal. Lalu apakah sistem seperti ini akan terus kita pelihara dengan membiarkan demokrasi dibajak oleh pemodal ?

SUDAH SAATNYA KITA BERUBAH
Jadi saatnya Kita harus merubah sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini. Sistem pemilihan langsung yang sangat mengandalkan kekuatan uang, membuat sekelompok orang, sekelompok pemodal atau kepentingan asing dengan mudah dan murah membajak negeri ini melalui proses demokrasi.

Saya mengusulkan kedepan, kita harus mengembalikan sistem pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kembali kepada kepada DPR, DPRD sebagaimana yang diamanatkan oleh sila ke 4 pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dimana DPR dan DPRD sebagai representasi wakil rakyat yang akan bermusyawarah untuk memilih Presiden atau Kepala daerah.

Calon kepala daerah juga sebaiknya hanya dari kalangan birokrat pemerintahan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Prinsip Jabatan harus diserahkan kepada ahlinya maka tentunya Pejabat Pegawai Negeri Sipil lebih memiliki kompetensi kepemimpinan karena mereka sudah teruji selama puluhan tahun di pemerintahan sehingga tentunya lebih menguasai administrasi dan tekhnis pemerintahan. Mereka juga tidak akan tersandera oleh kepentingan politik karena mereka bukan kader partai sehingga lebih independent dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Persyaratan calon kepala daerah dari kalangan birokrat juga tidak akan menghambur-hamburkan uang seperti pilkada langsung. Untuk menjadi kepala daerah misalnya dipersyaratkan harus menduduki jabatan sekda atau Kepala Dinas pada SKPD. Pemilihannya pun akan sederhana yaitu cukup dengan pemaparan visi misi maupun debat antar kandidat. Jadi bagi anda yang ingin menjadi Kepala daerah maka anda harus meniti karir menjadi PNS.

Bahwa dengan demikian nantinya Partai politik tidak bisa lagi mengusulkan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah kecuali dari Pegawai Negeri Sipil. Partai Politik adalah representasi wakil rakyat maka tugas Partai Politik hanya berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan.

PARTAI POLITIK CUKUP 2 PARTAI DAN PENDANAANNYA DIBIAYAI PENUH OLEH NEGARA.
Pada pemilu 1955 jumlah parpol yang memperebutkan kekuasaan mencapai puluhan partai politik. Namun pada era orde baru jumlah parpol kemudian dibatasi hanya 3 partai politik saja yaitu Golkar, PDI dan PPP. Tapi sejak kita melakukan reformasi kita justru kembali mundur kebelakang dengan membolehkan kembali banyaknya partai politik berdiri.

Antropolog Amerika, Clifford Geertz pernah memperingatkan agar Indonesia yang sangat beragam suku dan budayanya serta sangat religius, hendaknya tidak memilih menjalankan demokrasi liberal, karena banyaknya partai politik yang memperebutkan kekuasaan justru akan menghancurkan Negara. Sinyalemen ini terbukti benar. Saat ini energi bangsa kita lebih banyak terkuras oleh masalah politik dan kekuasaan. Kita lihat banyaknya partai politik dengan dengan ideologi berbeda telah menimbulkan konflik-konflik di daerah, antar sesama kader partai karena perebutan jabatan saling menyerang hingga merusak asset partai sendiri, setiap pilkada selalu berujung sengketa di Mahkamah Konstitusi. Banyak kader partai ditangkap KPK karena korupsi, mereka terpaksa melakukan korupsi karena dituntut pendanaan.

Darimana Partai politik membiayai dirinya ? walaupun secara resmi menurut Undang undang sumber dana mereka peroleh dari iuran atau sumbangan dari anggota dan perseorangan, badan usaha maupun subsidi dari Negara namun itu jauh dari cukup untuk pembiayaan partai. Lalu dari mana tambahan dana yang lain ? Tentunya bantuan dari pemodal.

Partai Politik sulit menjadi pilar demokrasi yang baik selama mereka masih tergantung dengan pembiayaan dari luar. Selama mereka masih belum mandiri dalam keuangan maka sangat berbahaya Mengapa ?
Mari kita lihat apa yang dikatakan oleh Ketua MPR yang juga pernah menjadi calon ketua Umum Golkar, Bambang soesatyo. Dia membuka rahasia yang sangat besar, yang sebenarnya bukan rahasia karena baunya sudah lama di cium hanya tidak bisa dibuktikan.

Untuk menguasai partai politik, seorang pemodal cukup merogoh kantong tak lebih dari Rp 1 Triliun, artinya dengan jumlah parpol yang lolos ambang batas parlemen hanya berjumlah 9, maka untuk menguasai parlemen secara penuh hanya butuh modal Rp 9 Triliun.Jumlahnya jauh lebih sedikit, karena untuk menguasai parlemen tak perlu semua partai harus dibeli. Cukup dua pertiga suara saja. Pilih 3-4 parpol dengan suara tertinggi.Jadi modalnya kira-kira hanya Rp 5-6 Triliun mereka sudah bisa menguasai Indonesia. Dengan menguasai parpol, menguasai parlemen, maka para pemodal bisa menentukan siapa yang menjadi Presiden, Menteri, Panglima TNI, Ketua KPK, Kapolri, Gubernur, Bupati, Walikota dan berbagai jabatan publik lainnya. Tentu saja termasuk pimpinan MPR, DPR dan DPD.

Hanya dengan uang 6 sampai 9 Triliun mereka menguasai Indonesia. Sangat murah. Lalu siapa pemilik modal itu? Ya tidak jauh-jauh, mereka adalah orang-orang terkaya di Indonesia. Yang kita khawatirkan kalau mereka juga sebenarnya adalah kepanjangan tangan dari elit global yang merupakan pemilik kekayaan terbesar di dunia, maka apa jadinya Negara ini.

Bahwa oleh karena itu sudah saatnya kita melebur partai politik hanya menjadi dua yaitu partai pemerintah dan partai oposisi. Anggaran partai politik sepenuhnya dibiayai oleh Negara supaya bisa mandiri dan independent.

Saya  percaya ketika partai politik hanya dua dan sepenuhnya dibiayai oleh negara maka Indonesia yang makmur, bersih dari KKN, taat hukum dan demokratis akan bisa kita wujudkan daripada menggunakan sistem multipartai seperti saat ini yang hanya akan memproduksi politisi-politisi karbitan yang haus uang dan kekuasaan dan hanya akan melahirkan pemimpin yang tidak memiliki karakter dan visi yang kuat karena hanya bermodalkan popularitas.
Wallahu’alam.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya. Atas sisa pekerjaa

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN Mari kita mulai dari Yeruselem. Yeruselem adalah kota suci. Dari sana Alquran  menceritakan banyak sekali kisah dari  Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan putranya Nabi Sulaiman as, Nabi  Zakaria as, Nabi Yahya as dan dan Nabi Isa as.  Bangsa Bani Israel mencapai puncak kejayaannya  pada jaman Nabi Daud as dan Nabi Sulaeman as yang pemerintahannya berpusat di Yeruselem. Pada pada tahun 586 SM, kota Jerussalem diserang dan dihancurkan pertama kali oleh Raja  Nebuchadnezzar  dari Babylonia. Semua orang yahudi di bawa ke babylonia untuk dijadikan budak. Namun pada saat babylonia ditaklukan oleh Raja Cyrus dari Persia, orang-orang Yahudi tersebut dikembalikan kembali ke Jerussalem. Bangsa Yahudi yakin berdasarkan kitab suci mereka bahwa kelak Allah swt akan mengembalikan kembali bangsa Yahudi  ke Yeruselem  dan akan menurunkan  Messiah atau Al Masih yang akan mengembalikan kejayaan mereka untuk memerintah dunia dari Yeruselem

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Salah satu perbedaan antara hukum Tuhan dengan Hukum buatan manusia adalah pada kepastian hukumnya. Hukum Tuhan tidak pernah berubah oleh zaman dan tidak ada kontradiksi atau pertentangan didalamnya , ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang sering terjadi konflik norma di dalamnya, sehingga membuka ruang manusia untuk menafsirkannya sesuka hati dan sesuai dengan kepentingan. Di dalam hukum Tuhan, kita tidak boleh menafsirkan ayat secara serampangan dan bebas, tapi ada petunjuk metodologi yang harus dipatuhi supaya kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan atas suatu makna. Di dalam alquran misalnya  kita tidak boleh mengambil satu ayat secara terpisah dan kemudian menyimpulkannya. Tapi ambillah semua ayat yang berkaitan dengan topik dan pelajari semua secara bersamaan  untuk mendapatkan makna yang menyeluruh. Makna yang harmonis, karena tidak ada sedikitpun kontradiksi dalam alquran. Misalnya di dalam Alquran