AWAL MULA MUNCULNYA PEMIKIRAN RASIONALITAS DAN SALAFI WAHABI DALAM ISLAM (2)
Dalam tulisan terdahulu telah dibahas bahwa pada masa sahabat dan tabiin dimana komunitas Islam masih terbatas pada bangsa arab di wilayah semenanjung arabia, pemahaman para sahabat dan tabiin terhadap agama semata-mata hanya merujuk menurut nash alquran dan sunnah dengan pemahaman secara tekstual tanpa takwil dan qiyas. Mereka mengimani apa yang disampaikan oleh alquran dan yang dijelaskan oleh sunnah secara global tanpa mempertanyakan dan mendiskusikannya lebih detail.
Dalam perkembangannya kemudian, oleh karena wilayah kekuasaan Islam semakin meluas karena banyaknya wilayah-wilayah diberbagai belahan dunia yang berhasil ditaklukkan yang mengakibatkan pertemuan dan percampuran berbagai kebudayaan yang telah memiliki kemajuan tertentu, maka pola pemahaman terhadap agama segera memasuki perkembangan baru, terutama sekali dengan masuknya pemikiran Yunani (hellenisme) ke dunia Islam lewat filsafat (Aristoteles dan Plato). Banyak buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa arab karena ketertarikan Sebagian tokoh Islam untuk mempelajari dan menggunakan mantik serta filsafat.
Banyak penyebar Islam (ulama) merasa perlu terhadap metode dan cara baru dalam memahami dan menjelaskan Islam untuk menyakinkan penduduk Islam dan non muslim yang telah terbiasa menggunakan argumen dan bukti rasional dalam perdebatan di sekitar persoalan agama. Ketika berhadapan dengan orang-orang yang bersenjatakan filsafat India dan Yunani, maka tentunya argumen nash (alquran dan hadis) tidak cukup disodorkan kepada mereka yang tidak mengimani wahyu dan kenabian, dan karena itu umat Islam mau tidak mau harus menggunakan senjata yang secara kodrati dapat diterima oleh semua manusia yaitu argumen rasional.
Dari sini ilmu mantiq (logika) dan filsafat Yunani berkembang di dunia Islam. Mereka giat mempelajari dan menggunakan filsafat dalam pengetahuan keagamaan. Bagi mereka landasan agama adalah wahyu dan salah satu pondasi memahami wahyu adalah akal manusia. Karena itu Kajian-kajian filsafat berguna untuk mempertajam anakisa akal.
Dalam perkembangan selanjutnya Kecenderungan mempelajari dan menggunakan mantiq serta filsafat tidak lagi sekedar kebutuhan untuk mengimbangi orang-orang di luar Islam dalam perdebatan teologi melainkan sudah menjadi kegiatan tetap. Salah satu kelompok Islam yang kemudian muncul dan sangat mengutamakan rasio dalam pemikiran keagamaan ini adalah muktazilah.
Bahwa karena aliran muktazilah yang bercorak rasional ini dianggap terlalu meremehkan nash (alquran dan hadis) serta mengeyampingkan pendapat para sahabat dalam pemahaman keagamaan, maka hal ini kemudian mendapat tantangan dari mayoritas umat Islam yang terbiasa menyandarkan pengetahuan keagamaan mereka kepada nash yang lazim dipahami secara zahir tanpa taqwil.
Salah satu tokoh yang muncul menentang pemikiran keagamaan muktazilah adalah Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H). Imam Ahmad mengumandangkan seruan Kembali kepada cara pemahaman yang pernah ada pada masa salaf. Istilah dan nama salaf disini menunjuk kepada arti generasi terdahulu yaitu generasi para sahabat dan tabiin.
Gerakan dan aliran salaf ini kemudian muncul dan memperlihatkan diri lebih jelas lagi dibawah pengaruh syaikh Ibnu Taimiyah dan muridnya yang bernama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Ibnu Taimiyah menyerang ilmu kalam dan tasawuf dan tidak segan mengafirkan ulama yang tidak sependapat dengan dirinya.
Ajaran-ajaran salafi Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah kemudian dikembangkan dan dipropagandakan Kembali di jazirah arab oleh Muhammad bin Abdul Wahab, yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan wahabiyah. Muhammad bin Abdul Wahab kemudian berkolaborasi dengan Dinasti Saud dan membentuk Kerajaan Arab Saudi dimana Paham wahabi kemudian menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
Saat ini paham wahabi salafi berkembang di banyak negara termasuk Indonesia berkat dukungan dana dari pemerintah arab Saudi yang mensponsori beasiswa belajar, pendirian perguruan tinggi, pendirian pesantren dan masjid yang mengajarkan paham Islam bercorak salafi-wahabi.
Ciri-ciri pengikutnya adalah condong kepada arabisasi, mengenakan jubah dan serban, memelihara jenggot, bercelana cingkrang, berdahi hitam, dan gemar dengan istilah-istilah arab. Rujukan hujjah mereka adalah fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan beberapa ulama salafi-wahabi lainnya seperti Bin Baz, Nashiruddin al Albani, Shalih Utsaimin, Shalih fauzan dan murid-muridnya.
Mereka selalu mengusung jargon Kembali kepada alquran dan sunnah, menyerang dengan tuduhan bid’ah dan khurafat setiap kegiatan Islam yang tidak sesuai dengan pemahaman agama mereka seperti maulid Nabi, perayaan ulang tahun, ziarah kubur, tawasul, dan lain sebagainya. Ustad-ustad mereka meramaikan dakwah Islam melalui media sosial seperti youtube. Banyak umat Islam yang tertarik dalam cara pandang mereka dalam memahami Islam yang dianggap membangkitkan ghirah keagamaan.
Di Indonesia paham wahabi salafi kerap berbenturan dengan paham keagamaan yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia terutama Nahdatul ulama yang mengusung paham Ahlusunnah wal Jama’ah yang membolehkan maulid Nabi, perayaan ulang tahun, ziarah kubur, tawasul, dan lain sebagainya.
Sebagaimana diketahui paham Ahlusunnah wal Jama’ah yang dianut oleh NU adalah mengikuti Abu Hasan al Asy’ari (873-935 M) dan Abu Mansur al Maturidi (853-944 M) dalam bidang akidah, dan mengikuti Junaid al Baghdadi (830-910), Abu Hamid al Ghazali (1058-1111 M), dan Abul Hasan asy-Syadzili (1196-1258 M) dalam bidang tasawuf. Sebagai reaksi atas paham salafi wahabi, NU memperkenalkan dirinya sebagai Islam pertengahan (wasathiyah Islam) yaitu yang tidak ekstremis dan tidak juga liberal.
Metode pemikiran salafi
Aliran salaf mencela metode pemikiran rasional. Bagi aliran salaf apa yang telah ditetapkan oleh alquran dan dijelaskan oleh sunnah harus diterima, tidak boleh diragukan apalagi ditolak. Akal tidak mempunyai otoritas untuk mentaqwil dan menafsirkan alquran kecuali sebatas yang diperlukan oleh teks ayat. Fungsi akal tidak lebih dari sekedar untuk membenarkan dan mematuhi serta menjelaskan kedekatan antara nash dan akal. Akal hanya berstatus sebagai penguat bukan hakim, menyetujui bukan menolak, dan hanya sebagai penjelas terhadap apa yang dikandung oleh dalil-dalil alquran. Akal harus tunduk kepada dan berjalan di belakang nash.
Aliran salaf sangat menentang muktazilah bukan karena penggunaan akal dan analisis rasional mereka tapi karena metode argumen yang mereka gunakan yaitu mantiq dan filsafat dipandang bertentangan dengan metode Nabi Saw dan para sahabat serta tabiin. Bagi mereka penggunaan metode mantiq dan filsafat Yunani adalah suatu tindakan bid’ah, sebagai penambahan dan penyimpangan dari apa yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Dalam perkembangannya karena corak pemikiran mereka yang sangat tekstual itu maka mereka sangat sensitif dengan segala sesuatu yang baru dalam tradisi Islam yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan Para sahabatnya. Mereka kemudian berkembang menjadi kelompok harakah (pergerakan Islam) dengan agenda purifikasi Islam (pemurnian akidah dan ibadah dari unsur luar Islam yang tidak memiliki dasar dalam alquran dan sunnah) dan oleh karena itu mereka mengusung jargon Kembali kepada alquran dan sunnah.
Paham salafi melahirkan kelompok pergerakan Islam seperti Ikhwanul muslimin (IM) di Mesir yang didirikan oleh Hasan al Banna dan Jamaat al Islami (JI) di Pakistan yang didirikan oleh Abu al’ A’la al Maududi. IM kemudian pecah Karena perbedaan pemikiran dan Gerakan, Sebagian tokoh dan kader Ikhwanul muslimin keluar dan mendirikan organisasi baru bernama Hizbut Tahrir (HT).
HT menolak negara bangsa dan mengusung konsep khilafah Transnasional sementara IM menerima nation state dan perjuangan parlementer.
Target IM adalah membebaskan Masyarakat dari praktek-praktek bid’ah agar terbentuk Masyarakat dan negara Islam. Negara nasional bisa diterima tetapi harus diislamkan melalui regulasi dan kebijakan. Target HT adalah purifikasi Islam secara total dalam agama dan politik dengan Kembali kepada praktek khilafah ala Minhaj an Nubuwwah. Nation state ditolak karena dianggap produk sekuler warisan Kristen eropa.
Dibanyak negara Hizbut Tahrir (HT) dilarang termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Ikhwanul muslimin masuk melalui kampus-kampus dan membentuk kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia (KAMMI) dan pasca reformasi 1998 mereka mendirikan partai politik yang bernama Partai Keadilan (PK) yang kemudian berubah menjadi PKS.
PENUTUP
Bahwa di dunia Islam saat ini berkembang ada banyak kelompok keagamaan akibat perbedaan pendekatan mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Ada salafi, ada muktazilah, ada Ahlusunnah wal Jama’ah yang populer dengan sunni, ada Syiah, ada kelompok tarekat yang orientasinya tasawuf, dan lain sebagainya.
Pada abad 20 ini muncul pemikir-pemikir Islam yang membawa corak pemikiran baru. Karena studi Islam mereka umumnya di barat maka mereka membawa dan memperkenalkan pemikiran barat dengan filsafatnya dalam pemahaman keislaman. Mereka membawa Isu-isu seperti pluralisme agama, toleransi, kesetaraan gender, Hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan di dalam agama Islam. Mereka ini kemudian disebut sebagai pemikir Islam liberal.
Oleh Sebagian tokoh-tokoh Islam, pengusung pemikiran Islam liberal ini ditolak dan bahkan dicurigai ingin meracuni pemikiran umat Islam agar sesuai dengan pemikiran barat yang liberal. Disinilah kemelut pemikiran islam timbul dimana ada yang berpikir ekstrim kanan (tekstualis dan berlebihan) maupun ekstrim kiri (kontekstualis liberalis yang mengabaikan teks).
Bahwa pada akhirnya perbedaan di dalam Islam sebenarnya adalah masalah perbedaan pemikiran. Benturan antara pemikiran lama (konservatif) dengan pembaharuan pemikiran adalah hal yang tidak bisa dihindari. Ketika muncul pemikir-pemikir Islam yang mengusung pembaharuan pemikiran keagamaan maka umumnya akan menimbulkan reaksi penentangan dari kelompok umat Islam yang bertahan dengan nilai-nilai pemikiran lama.
Padahal pemikir Islam yang melakukan pembaharuan pemikiran sebenarnya hanya berusaha mengkompromikan antara pemikiran Islam dan pemikiran barat. Mereka menganggap perlunya ijtihad untuk menafsirkan Islam dari sudut pandang kemodernan dan berusaha memberikan alasan bagi pembaharuan Pendidikan, hukum dan sosial guna membangkitkan Kembali umat islam dari kejumudan dan keterbelakangan. Muhammad Iqbal, intelektual Islam dari Pakistan pernah mengatakan bahwa umat Islam berhenti berpikir selama 500 tahun setelah masa al Ghazali.
Di Indonesia, tokoh-tokoh pemikir-pemikir Islam yang mengenyam Pendidikan Islam di barat seperti Harun Nasution, Nurcholis Madjid, Ahmad syaffi Marif, dan lain-lain sering dituduh membawa pemikiran liberal di dalam Islam. Sementara pendukung mereka dari kalangan akademisi Islam yang membawa ide-ide liberal juga menganggap pengkritik mereka sebagai mensucikan pemikiran keagamaan.
Bagi mereka harus dibedakan antara agama dan pemikiran keagamaan. Agama (alquran) adalah suci, mutlak namun pemikiran keagamaan adalah pemahaman manusia atas agama. Pemahaman manusia atas agama (ijtihad) bisa benar dan bisa salah.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar