ANTARA KRITIK DAN MENGHINA
(Tinjauan dari kasus Rocky Gerung)
Akademisi dan filosof Rocky Gerung dilaporkan kelompok relawan Jokowi karena dianggap telah menghina Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di depan massa buruh beberapa waktu lalu. Potongan rekaman video kata-kata Rocky yang dianggap menghina Jokowi itu pun beredar di media sosial.
Di dalam video yang beredar, salah satu ucapan Rocky gerung yang dianggap menghina Presiden Jokowi adalah “Dia masih pergi ke China buat nawarin IKN. Masih mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi lain, untuk mencari kejelasan nasibnya, Dia pikirin nasibnya sendiri, dia nggak pikirin nasib kita. Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat, tapi bajingan tolol itu sekaligus pengecut. Ajaib bajingan tapi pengecut.
menanggapi dirinya dilaporkan, Rocky gerung mengatakan bahwa ucapan itu ditujukan kepada Presiden dan bukan pribadi Jokowi. Saya tidak ada masalah pribadi dengan Jokowi tapi yang saya kritik adalah kebijakan Presiden yang bajingan dan tolol terkait proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pembangunan proyek infrastruktur lainnya. Disini Rocky gerung hendak mengatakan bahwa yang dia lakukan adalah kritik dan itu ditujukan kepada Presiden sebagai objek. Rocky paham bahwa kritik tidak bisa dipidana.
Nah dalam tulisan ini kita akan membahas mengenai apakah itu kritik dan apakah itu penghinaan. Apakah Rocky gerung bisa dipidana dengan pasal penghinaan terkait pernyataannya di depan publik tersebut ?
Di dalam hukum pidana, dikenal adanya delik aduan dan delik umum/biasa. Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Jadi delik aduan ini mensyaratkan harus ada laporan/pengaduan. pasal penghinaan termasuk delik aduan artinya orang yang merasa dirinya dihina, dicemarkan, martabatnya direndahkan itu yang harus mengadu. Sedangkan dalam delik biasa tindak pidana dapat langsung diproses tanpa adanya laporan/pengaduan dari seseorang atau Masyarakat.
Bahwa terkait dengan penghinaan terhadap Presiden dalam pasal 218 KUHP, Mahkamah konstitusi dalam putusannya No. 022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa Penghinaan terhadap Presiden adalah sama dengan penghinaan terhadap orang biasa artinya harus adanya pengaduan. Di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 atau KUHP baru yang akan berlaku tahun 2026, penghinaan terhadap presiden termasuk delik aduan.
Dalam konteks penghinaan yang dianggap dilakukan Rocky gerung, karena Presiden Jokowi yang dihina maka harus presiden Jokowi yang mengadu/melapor atau melalui kuasa hukumnya. Jadi apabila Presiden Jokowi tidak melaporkan sendiri kasus penghinaan itu kepada Polisi maka Rocky gerung tidak bisa diproses pidana. Jadi pihak lain yang merasa tersinggung dengan mengatasnamakan presiden tidak bisa melakukan laporan/pengaduan.
Tapi bagaimana apabila kemudian presiden Jokowi melaporkan Rocky gerung karena dianggap telah menghina dirinya selaku Presiden maupun pribadi, maka apakah Rocky gerung bisa dipidana ?
Nah disinilah akan terjadi perdebatan. Perdebatannya adalah apakah penghinaan terhadap Presiden adalah sama atau melekat dengan penghinaan terhadap pribadi (personal) Jokowi. Presiden adalah jabatan sementara Jokowi adalah personalitasnya. Hal ini penting karena untuk membedakan antara kritik dan penghinaan. Mengkritik itu melihat kepada suatu objek jabatan sementara menghina itu melihat pada suatu objek pribadi manusia.
Kemudian apakah ucapan yang disampaikan dimuka umum itu adalah masuk kategori penghinaan yang menyangkut pribadi harkat dan martabat seseorang ataukah kritikan terkait dengan kebijakan yang melekat dalam jabatan.
Lalu bagaimana membedakan antara kritik dan menghina ?
Pertama apa yang dimaksud penghinaan ?
tidak ada definisi yang jelas dan tegas apa itu penghinaan, dalam praktek sering diserahkan kepada tafsir masing-masing penegak hukum dengan mengacu kepada doktrin (pendapat para ahli hukum). Tapi secara umum penghinaan dalam rumusan Undang-undang diartikan sebagai menyerang kehormatan dan nama baik seseorang di muka umum sehingga orang tersebut biasanya merasa malu.
Penghinaan dan atau pencemaran nama baik adalah Perbuatan yang dilarang oleh UU oleh karena itu Hukum perlu ditegakkan supaya setiap orang tidak seenaknya melontarkan pernyataan yang merugikan harkat dan martabat orang lain. tujuan hukum adalah menjaga ketertiban di dalam Masyarakat.
Nah, Apakah ucapan Rocky gerung dengan diksi “Presiden bajingan dan tolol” itu masuk kategori penghinan dan atau pencemaran nama baik?
Inilah yang akan menimbulkan multitafsir.
Kelompok yang melaporkan Rocky Gerung tentu akan menganggap bahwa ucapan Rocky gerung yang menyebut presiden bajingan, tolol itu adalah penghinaan. Sementara yang mendukung Rocky gerung akan menganggap bahwa apa yang dilontarkan Rocky gerung adalah kritik kepada Presiden.
Bahwa pada akhirnya yang akan menentukan apakah itu penghinaan atau bukan adalah Jaksa yang membawa perkara itu ke pengadilan dan Hakim yang akan memutus apakah itu penghinaan atau bukan.
Kedua apa yang dimaksud kritik ?
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Kritik biasanya didasarkan pada suatu kajian, data dan fakta, ada parameter yang jelas artinya secara metotologi ilmu pengetahuan bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu ciri kritik adalah dilakukan demi kepentingan umum, isi yang disampaikan berdasarkan fakta, tidak boleh palsu/fitnah.
Di dalam negara demokrasi, kritik adalah hak warga negara sehingga menjadi pejabat publik itu siap untuk dikritik karena kritik merupakan jantung dalam berdemokrasi. Tanpanya, sistem demokrasi tidak akan berjalan karena kritik merupakan alat pengontrol dan penyeimbang kekuasaan pemerintah agar tercipta suatu pemerintahan yang demokratis. Di Konstitusi kita sendiri kritik adalah hak konstitusional yang diberikan kepada warga negara (pasal 27 UUD 1945). Dengan demikian orang menyampaikan kritik kepada pejabat pemerintah tidak bisa dipidana.
Bahwa terkait kritik dan penghinaan terhadap penguasa ini maka saya berpendapat bahwa Penegak hokum harus mempertimbangkan sifat jahat dari tersangka. Apa motivasi dan latar belakang pelaku melakukan perbuatan tersebut. Kalau motifnya adalah mengkritik dengan maksud untuk melurukan kebijakan penguasa yang bengkok ya jangan dipidana. Kalau dipidana berarti kekuasaan itu seperti firaun yang hendak membungkam Nabi Musa as. Tapi kalau motifnya adalah politik untuk menggiring opini supaya rakyat membenci pemerintah dengan tidak berlandaskan kepada basic ilmu pengetahuan tapi semata-mata didorong oleh kebencian dan fitnah maka boleh jadi itu adalah penghinaan.
Yang biasanya mengkritik penguasa adalah cendekiawan. Pekerjaan cendekiawan memang demikian. Cendekiawan yang melihat ketidakadilan, ketimpangan, dan dia diam maka dia bukanlah cendekiawan. Cendekiawan adalah mereka yang peduli dengan keadaan rakyat, bangsa dan negara. Itulah maka seseorang yang melakukan kritik untuk meluruskan keadaan yang salah tidak bisa dipidana. Oleh Kitab suci malah dianggap sebagai kebajikan yaitu melakukan amar maruf nahi mungkar.
Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar