Langsung ke konten utama

HAPUSKAN PEMILIHAN LANGSUNG KEMBALI KE DEMOKRASI PANCASILA



HAPUSKAN PEMILIHAN LANGSUNG KEMBALI KE DEMOKRASI PANCASILA

Pada jaman Orde Baru Presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati dipilih oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di MPR, DPR, dan DPRD. Tapi setelah era reformasi datang, rakyat tidak percaya lagi dengan wakil-wakilnya untuk memilih Presiden, Gubernur, Bupati dan walikota. mereka ingin memilih langsung pemimpinya.
Rakyat dan Pemerintah kemudian sepakat mengadakan pemilihan langsung untuk memilih Presiden dan kepada Daerah. Sudah empat kali sejak era reformasi kita mengadakan pemilihan langsung Presiden dan Kepala daerah. Namun ternyata pemilihan langsung tidak seindah yang dibayangkan.

Sistem pemilihan langsung ternyata jauh lebih banyak membawa dampak negatif.
Pertama Pemilihan langsung berdampak buruk bagi moral masyarakat kecil yang masih rendah pendidikan dan ekonominya. Dengan adanya politik uang, masyarakat digoda dengan suap untuk mencoblos suara. Politik identitas yang membawa isu-isu agama menguat. Rakyat terbelah dan terpolarisasi mengikuti pilihan politik masing-masing dan rawan terjadinya konflik sosial. Dalam sistem pemilihan langsung ternyata uanglah yang paling banyak berperan untuk mengantar seseorang menjadi pemimpin. tanpa uang banyak, Integritas dan kecerdasan tidak cukup.
Untuk menjadi pemimpin seorang calon membutuhkan uang yang banyak untuk membayar partai politik,  membeli suara konstituen, membayar tim sukses, membayar konsultan dan biaya-biaya untuk media ruang publik, seperti baliho, iklan, dam spanduk. Untuk mendongkrak elektabiltas, seorang calon harus membuat berbagai macam program pencitraan agar menarik dimata masyarakat, lalu mungkin calon ini ingin menjatuhkan kompetitornya maka mereka harus mengeluarkan dana untuk  melakukan kampanye hitam  agar citra kompetitor buruk di mata masyarakat.
Dengan biaya yang sangat besar ini maka sangat sulit seorang calon pemimpin akan membiayai kampanyenya sendiri.
Lalu dari mana dana kampanye Presiden, Gubernur dan Walikota/Bupati yang bernilai triliunan, ratusan hingga puluhan milyar itu?
Kemungkinan paling besar adalah mereka mendapatkan gelontoran dana dari pengusaha.
Tentunya tidak ada makan siang gratis. Pengusaha tentu ingin investasinya dapat kembali dalam bentuk keuntungan.
Lalu apa keuntungan yang diinginkan pengusaha dari  Presiden dan  Kepala Daerah?
Mereka tentunya menginginkan penguasaan atas proyek-proyek pemerintah yang besar, ijin penguasaan atas sektor pertambangan, perkebunan dan kehutanan dan sebagainya. Dan yang berbahaya adalah apabila pengusaha bisa mengintervensi kebijakan pemerintah untuk mengutamakan kepentingan bisnis mereka daripada kepentingan rakyat banyak.

Kedua, sistem pemilihan langsung juga membuat pengeluaran pemerintah untuk membiayai pemilu  sangat besar.
Biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai pemilihan presiden dan pemilihan anggota Legislatif tahun 2019 adalah sebesar + 25 triliun. Bagaimana dengan pengeluaran pemerintah Daerah untuk membiayai pilkada Gubernur, walikota dan Bupati yang bisa mencapai puluhan hingga ratusan milyar rupiah. Jadi sudah berapa puluh triliun uang yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk menyelenggaran pesta demokrasi pasca reformasi ini.  Hanya untuk memilih pemimpin lima tahunan harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Bayangkan apabila uang puluhan triliun itu digunakan untuk pembangunan. Berapa jalan, jembatan, dan sekolah yang bisa dibangun dan diperbaiki.

Lalu apakah Pemimpin yang dihasilkan dari pemilihan langsung ini menjamin bahwa pemimpin yang terpilih adalah yang terbaik. Pemimpin yang bisa membawa rakyat semakin sejahtera?
Yang kita saksikan adalah justru manajemen pengelolaan negara semakin lemah dan tidak efektif, ini ditandai dengan seringnya penggantian kabinet,  banyak Menteri dan Kepala daerah yang terjerat kasus Korupsi,  konflik horizontal lebih sering terjadi dimana-mana akibat pemilihan langsung. Sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan makin tak terjangkau oleh rakyat,  Banyak Aparatur sipil Negara terpaksa korupsi demi kebutuhan karena gaji mereka tidak cukup, jumlah rakyat miskin juga semakin bertambah. Aset-aset strategis bangsa semakin banyak beralih ke asing, Untuk membiayai pembangunan pemerintah mengandalkan hutang. Akibatnya hutang semakin bertambah banyak dan membuat Negara semakin tersandera oleh kepentingan asing.

Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki semua persyaratan untuk menjadi bangsa yang besar. Dari kekayaan alam yang luar biasa besar hingga sumber daya manusia handal tersedia di Negara ini. Namun mengapa sampai hari ini gagal menjadi bangsa yang besar dan disegani dunia ?
Faktor terbesar yang menyebabkan Kegagalan bangsa ini untuk maju menjadi bangsa yang besar adalah karena gagal dalam memilih pemimpin. Nabi Muhammad saw mengatakan Kehancuran negara adalah karena salah dalam memilih pemimpin. Negara Singapura maju karena pernah dipimpin oleh Lee kuan yee, Malaysia oleh Dr. Mahatir Muhammad, Kuba oleh Fidel Castro. Mereka adalah pemimpin yang berkarakter yang punya visi memajukan bangsanya. Pemimpin yang merdeka,  memiliki prinsip dan tidak mudah dikendalikan.

KEMBALI KE DEMOKRASI PANCASILA
Tujuan Negara kita di dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, yang berarti Negara harus memberikan jaminan keamanan kepada rakyatnya, minoritas dilindungi, hukum berjalan dengan adil. Mewujudkan kesejahteraan umum dimana pembangunan harus memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, dan ikut serta mewujudkan ketertibaan dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Amanat ini hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang kuat dan berkarakter, punya keberanian mengambil tindakan, punya inisiatif dalam pembangunan serta memiliki visi jauh ke depan karena keluasan ilmu dan wawasannya. Memilih pemimpin seperti ini membutuhkan kematangan emosi dan kecerdasan dan tidak semua orang memilih kapasitas itu.
Plato dan Aristoteles pernah melontarkan kritiknya terhadap pemilihan langsung oleh rakyat. mereka mengatakan bahwa proses politik yang melibatkan seluruh rakyat tanpa kecuali untuk ikut memilih  potensial melahirkan anarki, dan oleh karena itu praktek demokrasi langsung harus dibatasi. Untuk menghindari anarki, hak politik (untuk menjadi pejabat negara) tidak boleh diberikan kepada siapa saja melainkan hanya untuk mereka yang terpilih, yakni para philosopher kings (orang-orang yang berpengetahuan).
Hal senada disampaikan oleh Francis fukuyama dalam bukunya the End of History and the last Man, beliau menulis  bahwa sangat sulit dibayangkan sebuah demokrasi bisa berfungsi dengan baik dalam masyarakat yang mayoritasnya buta aksara (kurang pendidikan dan pengetahuan), dimana rakyatnya tidak dapat memahami dan mencerna informasi yang tersedia untuk dapat melakukan pilihan yang benar.

Oleh karena itu kita harus mengembalikan sistem pemilihan dimana Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota dipilih kembali oleh DPR dan DPRD. Pendiri bangsa kita telah memilih demokrasi pancasila yang disesuaikan dengan keadaan bangsa Indonesia yang beraneka ragam bahasa, ras, suku dan agama. Demokrasi itu dituangkan dalam sila ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”
Memilih pemimpin sebenarnya cukup sederhana. Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di DPR dan DPRD dan wakil-wakil rakyat inilah yang akan bermusyawarah, berdebat, adu argumentasi untuk menentukan pilihan siapa yang layak menjadi Presiden, Gubernur, Bupati dan walikota. Mereka adalah representasi wakil-wakil rakyat yang memiliki hikmah dan kebijaksanaan dalam memilih pemimpin. inilah demokrasi kita yang sebenarnya diambil dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia selama ratusan tahun, tapi kemudian kita tinggalkan dan mengambil demokrasi liberal ala barat.

Bahwa kita sudah beberapa kali melaksanakan pemilihan langsung dan baik buruknya  sudah kita rasakan. Bahwa sudah saatnya Pemerintah dan Partai Politik menghapus pemilihan langsung dan mengembalikan kembali sistem pemilihan dimana Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota dipilih kembali oleh DPR dan DPRD. Menyerahkan pemilihan langsung kepada rakyat hanya akan menimbulkan madharat yang lebih besar dan memakan ongkos biaya yang juga sangat besar.

Pemilihan langsung dengan mengatasnamakan rakyat bahwa rakyatlah yang berdaulat untuk menentukan pemimpinnya adalah ilusi belaka. Yang menentukan pemimpin sebenarnya adalah partai Politik dan rakyat hanya dipaksa untuk menerima pilihan partai politik itu. Sistem Presidential Treshold 20 % memaksa rakyat untuk memilih antara Prabowo dan Jokowi saja. Padahal diluar sana banyak sekali pemimpin yang sebenarnya dikehendaki oleh rakyat.
Dan terakhir karena partai politik yang berhak menentukan siapa calon pemimpin maka Partai Politik sebaiknya cukup dua saja. Mengapa kita tidak meniru Amerika serikat yang hanya memiliki 2 partai Politik yaitu partai Pemerintah dan Oposisi, ini yang baik kenapa tidak kita tiru. dan anggaran partai politik sebaiknya dibiayai langsung oleh Negara.

Wallahu’alam bisshowab
(Muhammad Ahsan Thamrin)



Komentar

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.cc

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya. Atas sisa pekerjaa

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN Mari kita mulai dari Yeruselem. Yeruselem adalah kota suci. Dari sana Alquran  menceritakan banyak sekali kisah dari  Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan putranya Nabi Sulaiman as, Nabi  Zakaria as, Nabi Yahya as dan dan Nabi Isa as.  Bangsa Bani Israel mencapai puncak kejayaannya  pada jaman Nabi Daud as dan Nabi Sulaeman as yang pemerintahannya berpusat di Yeruselem. Pada pada tahun 586 SM, kota Jerussalem diserang dan dihancurkan pertama kali oleh Raja  Nebuchadnezzar  dari Babylonia. Semua orang yahudi di bawa ke babylonia untuk dijadikan budak. Namun pada saat babylonia ditaklukan oleh Raja Cyrus dari Persia, orang-orang Yahudi tersebut dikembalikan kembali ke Jerussalem. Bangsa Yahudi yakin berdasarkan kitab suci mereka bahwa kelak Allah swt akan mengembalikan kembali bangsa Yahudi  ke Yeruselem  dan akan menurunkan  Messiah atau Al Masih yang akan mengembalikan kejayaan mereka untuk memerintah dunia dari Yeruselem

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Salah satu perbedaan antara hukum Tuhan dengan Hukum buatan manusia adalah pada kepastian hukumnya. Hukum Tuhan tidak pernah berubah oleh zaman dan tidak ada kontradiksi atau pertentangan didalamnya , ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang sering terjadi konflik norma di dalamnya, sehingga membuka ruang manusia untuk menafsirkannya sesuka hati dan sesuai dengan kepentingan. Di dalam hukum Tuhan, kita tidak boleh menafsirkan ayat secara serampangan dan bebas, tapi ada petunjuk metodologi yang harus dipatuhi supaya kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan atas suatu makna. Di dalam alquran misalnya  kita tidak boleh mengambil satu ayat secara terpisah dan kemudian menyimpulkannya. Tapi ambillah semua ayat yang berkaitan dengan topik dan pelajari semua secara bersamaan  untuk mendapatkan makna yang menyeluruh. Makna yang harmonis, karena tidak ada sedikitpun kontradiksi dalam alquran. Misalnya di dalam Alquran