WAHAI
ULAMA, TINGGALKAN POLITIK PERSATUKAN UMAT
Ulama adalah pewaris Nabi (HR.
At-Tirmidzi). Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham tapi mewariskan ilmu dan
akhlak. Ulama melanjutkan tugas para Nabi
untuk mendidik dan mengajar umat manusia dengan ilmu dan akhlaknya. Oleh
karena tugas itulah maka ulama adalah manusia yang paling tinggi kedudukannya
di sisi Allah swt setelah para Nabi. Dan karena kemuliaan seorang ulama adalah
pada ilmunya maka hidup mereka lebih banyak digunakan untuk menekuni dan
mempelajari ilmu-ilmu agama dan dunia serta mendakwahkannya kepada umat
manusia. Ulama adalah pelita ditengah kegelapan.
Salah satu ciri seorang ulama
adalah rasa takutnya kepada Allah swt (QS. Fathir ayat 28). maka dari itu
kehidupan seorang ulama diwarnai dengan kejujuran dan keikhlasan dalam
membimbing umat manusia. Ketika berfatwa mereka tidak mau melacurkan ilmunya
dengan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah atau mengharamkan apa yang sudah
dihalalkan oleh Allah swt. Mereka juga menjaga jarak dengan penguasa karena
mereka sadar ulama sering dimanfaatkan oleh penguasa atau politikus untuk kepentingan
politik. Oleh karena itu mereka sangat hati-hati ketika berinteraksi dengan
penguasa karena bisa menimbulkan fitnah ditengah-tengah masyarakat bahwa mereka
sudah dikoptasi oleh kekuasaan. Mereka enggan mendatangi penguasa apalagi untuk
menjilat, karena mereka paham bahwa ilmu di datangi bukan mendatangi. Di setiap
masa umat selalu membutuhkan bimbingan ulama. Tanpa bimbingan ulama, maka umat banyak
yang salah jalan dan kerusakan moral terjadi dimana-mana.
Namun ditengah perkembangan zaman
yang semakin modern, ulama yang takut kepada Allah dan yang mendalam ilmunya semakin
sedikit jumlahnya. Nabi saw pernah mengatakan “Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia
mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak
menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan
orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar
ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Akhir-akhir ini menjelang
pemilihan presiden 2019, kita menyaksikan fenomena banyaknya ulama yang terjun
ke politik untuk mendukung calon presiden. Ulama terbelah menjadi dua kubu.
satu kubu mendukung Prabowo-Sandi dan di kubu lain mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kita tidak tahu apa motif ulama itu
kemudian beramai-ramai terjun ke Politik. Imam Al Ghazali pernah membagi ulama
dalam dua kategori yakni ulama akhirat dan ulama dunia (ulama su’). Ulama
akhirat adalah ulama yang takut kepada Allah sementara ulama dunia adalah ulama
yang selalu mendekati penguasa. Beliau melontarkan itu karena melihat fenomena
semakin banyaknya ulama yang mencari kekayaan dan jabatan dengan mendekati dan
menjilat penguasa.
BOLEHKAH
ULAMA BERPOLITIK
Sebenarnya Islam tidak melarang
ulama berpolitik. Bahkan dulu banyak pemimpin Islam seperti empat khalifah
yaitu Abu Bakar As shidiq, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali Bin Abi
Thalib, adalah Ulama. Sultan Bani Umayah Umar Bin Abdul Azis adalah Ulama. Mantan perdana Menteri Indonesia
jaman Presiden Soekarno, Mohammad Natsir juga adalah Ulama. Mereka memiliki penguasaan
akan ilmu-ilmu agama disamping ilmu politik dan pemerintahan. Sejarah mencatat
Ketika kepemimpinan politik dipegang oleh orang-orang yang memiliki kapasitas ulama maka rakyat umumnya
hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan, keadilan berlaku disetiap tempat
karena nilai-nilai etika dan moral dijaga dan ditegakkan dengan baik. Dan ketika
Kepemimpinan tidak lagi dipegang oleh figur
Ulama, peran ulama masih tetap diperhitungkan
oleh penguasa dimana raja atau Sultan sering mendatangi ulama untuk meminta saran
dan nasehatnya.
Tetapi sekarang zaman sudah
berubah. Sekulerisme sangat kuat mencengkram kehidupan bernegara. Agama dan Pemerintahan dipisahkan. Agama
adalah urusan Ulama sementara pemerintahan adalah urusan politikus. Peran ulama
hanya mengurusi moral masyarakat. Jangan bicara moral dalam politik karena
politik adalah seni menghalalkan segala cara, di politik tidak ada teman abadi
yang abadi adalah kepentingan. Maka dari itu Penguasa atau Politisi biasanya mendatangi ulama hanya pada saat menjelang
kampanye politik. Bukan untuk meminta nasehat tapi untuk meminta dukungan
politik karena ulama memiliki banyak pengikut yang bisa dipakai untuk mendulang
suara.
Pada dasarnya penguasa atau
Politisi tidak memusuhi Ulama bahkan mereka masih sangat menghormati ulama, Namun
ketika ulama sudah melakukan suatu aktivitas politik yang bertentangan dengan
kepentingan penguasa atau politisi maka mereka akan berbalik memusuhi ulama. Dalam
sejarah banyak ulama yang dipenjara dan bahkan dibunuh karena aktivitas
politiknya yang menentang penguasa, bahkan belum lama ini seorang ulama terpaksa berurusan dengan hukum karena
pernyataan-pernyataannya dianggap membahayakan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Menurut saya seorang ulama boleh terjun
ke dalam Politik kalau dia mencalonkan diri sebagai pemimpin apakah sebagai
Bupati, Gubernur atau bahkan Presiden. itupun motifnya semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat secara
keseluruhan. Tapi sekarang yang kita saksikan banyak ulama terjun ke Politik untuk
memberikan dukungan kepada salah satu calon presiden untuk memperebutkan
kekuasaan melalui pemilu.
Di sinilah blundernya ulama. terbelahnya
ulama dalam dua kubu antara Prabowo-sandi dan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam
perebutan kekuasaan politik dapat menciptakan potensi perpecahan ditengah umat
Islam. Mengapa ? karena saat ini kondisi umat Islam sedang terkotak-kotak dalam
pilihan partai politik, organisasi agama
dan berbagai Kelompok keagamaan. Ulama yang mendukung Prabowo-Sandi berpotensi
untuk dibenci atau tidak disukai oleh umat Islam yang memiliki pilihan politik
yang berbeda. Apalagi kalau mereka gampang diprovokasi dengan sentiment
keagamaan. Adanya persekusi terhadap Ustadzah
Neno Warisman atau Ustad Abdul Shomad bisa menjelaskan hal ini.
Kita tidak menyalahkan ulama yang
memberikan dukungan politik kepada Prabowo-Sandi ataupun Jokowi-Ma’ruf Amin. Mereka
tentu telah berijtihad berdasarkan keilmuannya. Tapi perlu dipertanyakan apakah
ketika mereka memberikan dukungan politik kepada salah satu calon presiden
mereka sebenarnya hanya memperjuangkan kepentingan diri sendiri atau
kelompoknya saja atau partai politiknya saja. Apakah yang mereka perjuangkan
sebenarnya ? Islam kah, umat Islam kah ?
kalau faktor agama Islam, Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf Amin semuanya
beragama Islam, dan kalau umat Islam dikubu Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf
Amin juga banyak umat Islam.
Jadi alangkah baiknya kalau seluruh
ulama berdiri ditengah-tengah umat untuk mendinginkan suasana politik yang
panas, mengingatkan bahwa politik tidak bisa meninggalkan nilai moral dan
agama. Peran ulama seharusnya hanya sekedar memberikan pendidikan politik
kepada Umat Islam bahwa seorang pemimpin harus memiliki kriteria seperti Adil, berilmu,
dan memiliki moral yang baik dan setelah itu biarkan umat Islam dengan
pilihannya masing-masing. Ketika Presiden yang terpilih kemudian dianggap tidak
menjalankan tugasnya dengan baik seperti tidak melaksanakan janji-janjinya semasa
kampanye, Negara tidak diurus dengan baik dimana pembangunan hanya
menguntungkan segelintir orang, bersikap diskriminasi terhadap rakyat, maka datangilah istana temui Presiden, Jangan
sendiri-sendiri tapi datanglah dengan berombongan lalu berikanlah nasehat dan
kritik, sampaikanlah kebenaran walaupun pahit.
KEMBALI
KE KHITTAH
Tugas Ulama adalah kerja
kenabian. Mendidik dan mengajarkan moralitas kepada manusia. bukan menjadi politikus
atau bermain politik tapi menasehati politikus agar mereka memiliki etika dan
moral dalam berpolitik. oleh karena itu, saya menyeru kepada para Ulama,
tinggalkan segera politik, tinggalkan politik dukung mendukung, kembali kepada
khittah untuk menjadi pendidik dan penjaga moral bangsa. Budayawan Sujiwo Tedjo
dalam acara ILC di TV one baru-baru ini tidak salah kalau mengatakan bahwa
chaos akan terjadi kalau ulama sudah bergabung dengan istana, penguasa dan
politikus.
Bersatulah Ulama demi umat,
karena Alquran menyuruh kalian bersatu dan tidak berpecah belah (QS. Al Imran
ayat 103), Jangan bermusuhan karena Alquran mengatakan kalian bersaudara (QS. Al
Hujurat ayat 10). Leburlah perbedaan karena pilihan politik, organisasi dan
madzhab menuju persatuan atas dasar Islam.
Ketika ulama telah bersatu maka
umat juga akan bersatu. tapi ketika Ulama sudah terbelah dan terkotak-kotak
karena pilihan politik maka umat Islam juga akan demikian. ulama adalah figur
keteladanan.
Wallahu’alam bisshowab
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin,
SH. MH.
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc