PERDAMAIAN DALAM HUKUM PIDANA
Masyarakat
yang mencermati proses penanganan perkara yang selama ini dilakukan oleh aparat
penegak hukum mungkin banyak yang kurang mengerti melihat logika hukum atas
nama Undang-undang yang selama ini dipraktekkan di lapangan oleh aparat penegak
hukum kita. Kasus nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao
di Banyumas Jawa Tengah dan kasus-kasus kecil lainnya yang tetap diproses oleh
Penegak Hukum memberi gambaran kepada kita betapa penegak hukum begitu kaku
dalam menerjemahkan Undang-undang.
Belum lama
ini kita juga mendengar berita bahwa artis saiful Jamil telah dijadikan
tersangka karena kelalaianya dalam mengemudi kendaraan sehingga terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan istrinya sendiri meninggal dunia. Masyarakat awan
mungkin agak kaget mendengar berita ini. dalam perpektif masyarakat kecelakaan
adalah musibah, dan bagaimana mungkin seseorang yang mengalami kecelakaan dan
istrinya juga ikut meninggal dunia malah dijadikan tersangka.
Kasus ini sangat
menarik untuk kita kaji lebih jauh dalam perspektif keadilan. Keadilan adalah
sesuatu yang abstrak karena itu agak sulit di definisikan secara utuh.
mendefinisikan keadilan hanya membuat maknanya mengalami pendangkalan, karena
dia hanya bisa dirasakan oleh seseorang. Nah ketika Saiful Jamil dijadikan
tersangka karena kecelakaan yang mengakibatkan istrinya sendiri meninggal
dunia, siapa yang merasa diperlakukan tidak adil. apakah Pemerintah (melalui
penegak hukum) ataukah Saiful Jamil sendiri beserta keluarganya, tentunya yang
merasa diperlakukan tidak adil adalah Saiful Jamil dan keluarganya dan boleh
jadi keluarga istrinya yang telah mengikhlaskan kematiannya.
Penegakan
hukum seharusnya lebih mengedepankan keadilan, kemanfaatan baru kemudian
kepastian hukum. Namun dalam praktek penegakan hukum selama ini, aparat penegak
hukum kita lebih mengedepankan kepastian hukum. Hal ini terjadi karena penegak
hukum kita dalam membaca Undang-undang
lebih pada teks yang tertulis bukan pada ruh (filosofi) Undang-undang
itu sendiri yaitu menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Padahal Hukum
berfungsi mengatur agar masyarakat menjadi tertib, dan salah satu yang membuat masyarakat
menjadi tertib dan harmoni yaitu ketika konflik dapat diselesaikan dengan
cara-cara damai.
Memang di
dalam hukum Pidana kita tidak dikenal istilah proses perdamaian agar suatu
kasus tidak dilanjutkan sampai ke Pengadilan. dalam prakteknya adanya
perdamaian para pihak biasanya hanya dijadikan dasar oleh Penuntut Umum dan
Hakim untuk meringankan hukuman bagi pelaku kejahatan.
Istilah
perdamaian hanya di kenal di dalam hukum Perdata yang biasa dikenal dengan
isti-lah ADR ”Alternative Dispute
Reso-lution atau alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Namun walau pada umumnya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, penegak hukum dengan diskresinya
dapat juga menggunakan pendekatan ini dalam praktek perkara Pidana untuk
kejahatan tertentu.
Dalam
perkembangan wacana teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di
berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan perdamaian sebagai
salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Di Austria
misalnya disana Penuntut Umum dapat tidak melanjutkan perkara pidana sampai ke
Pengadilan apabila pelaku kejahatan mau mengakui perbuatannya, siap melakukan
ganti rugi khususnya kompensasi atau kerusakan yang timbul atau kontribusi
lainnya untuk memperbaiki akibat perbuatannya, dan apabila pelaku kejahatan
setuju melakukan kewajiban yang diperlukan dan menunjukkan kemauannya untuk
tidak mengulangi perbuatannya di masa yang akan datang.
Hukum
Indonesia memang belum mengatur hal demikian, namun dalam konteks praktek di
lapangan ini bisa dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut Umum dalam menangani perkara-perkara
tertentu seperti perkara kekerasan, dan perkara lalu lintas yang menimbulkan
korban, disini penyidik tidak perlu melanjutkan perkara apabila para pihak
yaitu pelaku dan korban sepakat berdamai dimana pelaku tindak pidana berjanji
untuk tidak mengulangi perbuatannya dan siap memberi ganti rugi atau kompensasi
kepada pihak korban. di sinilah dibutuhkan peranan penyidik untuk melakukan
mediasi dan memastikan konflik telah terselesaikan.
Proses
perdamaian melalui mediasi ini sebetulnya pernah diterapkan dalam kasus
Kejahatan pelanggaran HAM Tanjung priok. dan yang menarik dari proses
perdamaian ini para pihak yang selama ini merasa di zholimi dan dirugikan
akhirnya bisa memaafkan pelaku dan kasus kemudian ditutup.
Proses
perdamaian dapat diterapkan untuk kasus-kasus kekerasan seperti penganiayaan, pengrusakan,
kekerasan dalam rumah tangga, perkara lalu lintas, Kejahatan anak, dalam
kasus-kasus tersebut apabila pihak korban dan pelaku telah sepakat untuk
berdamai seyogyanya pihak penyidik menggunakan diskresinya untuk menghentikan
perkara tersebut dan tidak melanjutkannya
sampai ke Pengadilan, Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa perbuatan
pidana telah menimbulkan konflik interpersonal dan Konflik itulah yang hendak
diselesaikan oleh proses perdamaian. Memang
dalam praktek penyelesaian perkara pidana dengan cara damai tersebut tidak ada
landasan hukum formalnya. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya
mengenal alasan pemaaf, pembenar dan alasan penghapus pidana dengan kriteria
tertentu, sehingga dalam kasus-kasus pidana sering terjadi suatu kasus yang
secara informal telah diselesaikan secara damai namun tetap saja diproses ke
Pengadilan oleh Penyidik dan penuntut Umum dengan dalih bukan delik aduan,
perkara sudah tercatat dalam register perkara serta perdamaian bukan dasar
untuk meng SP3 kan perkara. Logika demikian dalam konteks kepastian hukum dapat
dibenarkan, namun penyidik dan Penuntut
Umum seyogyanya juga harus memahami bahwa menghentikan kasus ketika ada
perdamaian sama sekali tidak melanggar formalisme Undang-undang tetapi justru
membaca Undang-undang secara lebih bermakna. Meminjam istilah Prof. Satjipto
Rahardjo, Hukum adalah dokumen yang terbuka untuk atau mengandung penafsiran.
Undang-undang yang dirasakan tidak adil oleh masyarakat mungkin dapat
ditidurkan (statutory dormancy) atau dikesampingkan (desuetudo).
Hukum bukan
hanya yang tertulis dalam teks Undang-undang. Hukum justru lebih banyak yang
hidup dalam masyarakat dan menjadi nilai-nilai yang dipatuhi walaupun tidak
tertulis. mengakomodir hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) seperti
menyelesaikan konflik secara damai seharusnya menjadi alternatif dalam
penyelesaian perkara-perkara pidana tertentu, yaitu apabila dalam perkara
pidana pihak korban dan pelaku telah bersepakat untuk menyelesaikan masalah
dengan cara-cara yang telah disepakati bersama, maka hukum Negara (melalui
aparat Penegak hukum) tidak perlu lagi berperan didalamnya. apalagi
penyelesaian melalui Polisi, Jaksa, Pengadilan dan prosedur standar peradilan
yang kadang tidak dipahami oleh masyarakat.
Proses
peradilan seharusnya merupakan sarana terakhir untuk memperoleh keadilan
(ultimum remedium) sedangkan kesepakatan para pihak untuk berdamai menurut
cara-cara yang disetujuinya seharusnya merupakan sarana utama untuk memperoleh
keadilan (primum remedium) ini sesuai nilai-nilai pancasila sebagai nilai
kesusilaan pergaulan hidup bangsa Indonesia yang bersandar pada asas musyawarah
dan mufakat.
di beberapa
daerah misalnya banyak sengketa individu yang berujung kepada konflik komunal karena tidak ada penyelesaian secara damai
(penyelesaian cara adat) karena aparat hukum terlalu ikut campur di dalamnya. Justru
kecenderungan sekarang apabila ada konflik kekerasan yang melibatkan massa yang
banyak, baru pemerintah dan penegak hukum lebih mengedepankan proses perdamaian
daripada memproses secara hukum.
Yang harus dilakukan penyidik Ketika ada perdamaian dalam
perkara pidana.
Hukum
seharusnya dapat menyelesaikan konflik, menyadarkan pelaku tindak pidana atas
kesalahannya dan memperbaiki keadaan seperti semula. Tujuan hukum adalah
menciptakan kedamaian dan ketertiban bagi masyarakat, sehingga ketika ada warga
masyarakat dalam perkara pidana berinisiatif menyelesaikan masalah secara
damai, maka hukum tidak lagi dibutuhkan
untuk mengintervensi terlalu jauh. Di sinilah peranan Penyidik yang memproses
awal suatu kasus dapat lebih berperan sebagai mediasi pihak pelaku dan korban
untuk berdamai. Penyidik harus memastikan bahwa pelaku dan korban betul-betul
telah berdamai, dan apabila kesepakatan damai telah tercapai maka penyidik
dengan diskresinya dapat mengeyampingkan perkara tersebut. Dalam praktek di
lapangan hal ini memang belum banyak di lakukan kecuali dalam perkara-perkara
delik aduan yang memiliki landasan hukum untuk menghentikan perkara, namun demi
keadilan dan kemanfaatan, seharusnya untuk perkara-perkara tertentu seperti
disebutkan diatas pihak penyidik dapat menerapkan hal ini di lapangan karena apabila
suatu perkara tetap dipaksakan untuk di proses sampai Pengadilan dengan dalih
kepastian hukum sedangkan para pihak telah berdamai maka justru hukum telah
menimbulkan konflik baru, pihak pelaku yang telah mengganti kerugian menjadi
kecewa dan frustrasi sehingga perdamaian yang menjadi tujuan tidak tercapai.
Pernah ada seorang
sopir mengeluh kepada penulis, suatu ketika dia pernah menabrak pengendara
sepeda motor hingga kakinya patah, sebenarnya dia telah berdamai dengan pihak
keluarga korban dan menganggap kecelakaan tersebut sudah merupakan musibah, dan
si sopir inipun telah mengganti kerugian dan kompensasi kepada pihak keluarga
korban namun ternyata penyidik dan Penuntut Umum tetap memproses kasusnya
sampai ke Pengadilan dan dijatuhi hukuman, apa yang terjadi setelah dia berada
dalam penjara.istri dan anak-anaknya kebingungan karena tidak ada lagi yang
memberikan nafkah. Apa untungnya bagi masyarakat dan negara ketika orang ini
dipenjara, negara justru terbebani
karena harus menanggung biaya hidup orang ini selama dia dipenjara. Ketika
Petugas Rutan kebingungan karena ruang tahanan tidak lagi mampu memuat begitu
banyaknya tahanan, kita tidak pernah berpikir mencari solusi mengurai benang
kusut ini.
Saya mau tnya..saya sudah berdamai dengan si b didepan kepolisian.kasus saya dhentikan karena kasus penganiayaan ini sudah berdamai...tapi entah kenapa polisi memanggil saya lagi dengan argumen si b laporan lagi ttg penganiayaan yg tdk saya lakukan lagi.pdhl saya betul2 tidak melakukan appun...memukul enggak.mengancam tidak.apa yg bisa saya lakukan pak admin.trz apakah bisa saya djerat kasus yang sama pdhl kasus seblumnya sudah berdamai dan kasus yg skrg saya tidak melakukan aniaya lagi??..mohon pencerahannya...trimaksh
BalasHapusbagaimana dengan kasus saya, seseorang telah menyerobot tanah saya dan memalsukan dokumen. ketahuan dan telah mengakui poerbuatanya. kemudian minta damai dengan adanya kesepakatan dan membayar kerugian, namun dalam berjalanya waktu tidak menjalakan janjinya hanya memberi uang dp dan ada indikasi kabur. apakah kasus ini bisa menjadi pidana lagi ketika dilaporkan?
BalasHapusSebenarnya klu sudah berdamai haruskah tetap dihukum, katakan dia sebelumnya ditahan namun apakah dia tidak diwajibkan harus dihukum percobaan?
BalasHapus