MEWUJUDKAN
REVOLUSI MENTAL DI KEJAKSAAN
Oleh
: Muhammad Ahsan Thamrin
Salah
satu agenda reformasi adalah penegakan hukum yang berkeadilan dan pemberantasan
korupsi. lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan menjadi
tumpuan harapan untuk mewujudkan hal tersebut.
Namun
alih-alih mengambil peran demikian, Pemberantasan korupsi justru sebagian
dijadikan komoditi yang mendatangkan keuntungan pribadi. jujur harus diakui
bahwa beberapa penegak hukum yang
ditangkap karena memperdagangkan perkara
telah meruntuhkan kredibilitas lembaga penegak hukum ke titik nol.
Karena itu memang harus ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk memulihkan
wibawa dan kredibiltas lembaga penegak hukum termasuk kejaksaan yang kita
cintai ini. Itu tidak sekedar dengan pergantian pimpinan, reformasi kelembagaan
tapi yang lebih penting adalah perubahan pola pikir, sikap dan tindakan atau
istilah pemerintah Jokowi sekarang adalah revolusi mental. Inilah yang awalnya
dilakukan nabi Muhammad SAW yang mana selama 13 tahun beliau merevolusi mental
masyarakat di Mekkah melalui pola pikir (akidah) sebelum membangun sebuah
sistem kelembagaan di Madinah.
Gerakan
revolusi mental ini semakin relevan dengan kondisi Kejaksaan yang saat ini
menghadapi permasalahan pokok yaitu
merosotnya kepercayaan masyarakat kepada institusi penegak hukum yang ditandai
dengan lemahnya integritas penegak hukum.
Kalau
revolusi mental ini berhasil maka agenda prioritas pemerintah yang salah
satunya adalah reformasi sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat
dan terpercaya sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita bisa terwujud. Namun untuk
mewujudkan hal tersebut ada beberapa hal yang menurut saya perlu dilakukan
yaitu pertama gerakan revolusi mental di Kejaksaan hanya bisa terwujud
dengan menyentuh sisi spiritual pegawai Kejaksaan dalam bentuk tanggung jawab,
integritas dan pengabdian. Ini bisa dilakukan dengan penghayatan dan pengamalan
dalam beragama. Bentuk pelatihan yang selama ini hanya terfocus pada bimbingan
tekhnis, diklat dan sebagainya mungkin perlu diseimbangkan dengan bentuk
pelatihan spiritual. Kejaksaan boleh jadi sudah sering melakukan hal ini
misalnya dengan mengadakan training kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ)
ataupun rutin menghadirkan tokoh-tokoh agama untuk memberikan ceramah, namun
yang lebih penting adalah kesinambungan. Kedua
Revolusi mental hanya bisa terwujud jika Jaksa terus ditingkatkan mutu dan
kesejahteraannya. Untuk meningkatkan kualitas profesionalisme Jaksa diperlukan
program pendidikan dan pelatihan yang dapat terus menerus membina sikap mental,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknis Jaksa, termasuk berkenaan dengan
sistem kesejahteraan. Lee Kuan Yee,
mantan PM Singapura mengatakan
“jika menghendaki pejabat dan Pegawai
jujur, mereka harus digaji tinggi supaya bisa hidup sesuai kedudukan tanpa
harus korupsi. Gaji tinggi ini untuk menutupi pintu-pintu setan terhadap godaan
penyalahgunaan wewenang.
Ketiga Revolusi mental lokomotifnya
ada pada pemimpin. Organisasi yang
tumbuh dari baik menjadi hebat diawali dengan memilih orang-orang terbaik untuk
ditempatkan di posisi yang tepat. Kondisi demikian mungkin bisa diterapkan pada
organisasi swasta namun berbeda jika organisasi itu milik pemerintah. Seseorang
ditunjuk menjadi pemimpin tetapi tidak diberi kekuasaan untuk memilih
orang-orang yang menjadi anggota timnya. Anda memimpin kejaksaan dan harus
menerima semua orang di dalamnya dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka.
Anda sadar sepenuhnya, tidaklah mungkin mencapai visi organisasi dengan
orang-orang tersebut. Anda tidak bisa mengeluarkan mereka dan menggantikannya
dengan orang-orang yang lebih hebat. Satu-satunya cara adalah mengubah mereka
menjadi orang-orang hebat seperti yang anda butuhkan. Untuk itu anda harus membimbing
mereka.
Inti kepemimpinan
adalah memberikan teladan. Seorang pemimpin tidak bisa mengharapkan perubahan
perilaku orang-orang yang dipimpinnya tanpa keteladanan yang berjantungkan
integritas.
ada
nasihat bijak dari Confucius, “para ksatria sejati adalah mereka yang tidak
berkotbah mengenai apa yang mereka lakukan, sampai mereka melakukan apa yang
mereka khotbahkan”. Ketika anda
mengharapkan pegawai anda disiplin maka anda adalah orang pertama yang
mencontohkan kedisiplinan tersebut. Kedisiplinan bukan sekedar masuk kerja
tepat waktu tapi yang utama adalah menyelesaikan pekerjaan secara professional
dan bertanggung jawab. jadi “mulailah dari diri kita sendiri”. Keempat, Kita perlu meninjau kembali indikator
jumlah penanganan perkara korupsi yang ditangani dari tingkat kejati hingga
kejari. Jaksa di sebuah daerah yang minim penanganan perkara korupsi dianggap
tidak berprestasi padahal daerah tersebut boleh jadi memang praktek
governance-nya sudah baik. Jaksa akan memaksakan perkara karena takut dianggap
tidak berhasil. Seharusnya Kejaksaan Agung tidak melihat lagi kuantitas
perkara, tapi kualitas dari perkara korupsi itu. bahkan prestasi terbesar
Kejaksaan adalah ketika mampu melakukan pencegahan sehingga korupsi bisa
diminimalisir. Disinilah fungsi tim pengawal dan pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) Kejaksaan bukan sekedar memberikan pendampingan hukum berupa pendapat hukum
dalam tahap perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan
pekerjaan dalam pengadaan barang dan jasa namun yang lebih luas adalah mencegah
praktek korupsi yang mengganggu iklim usaha. Para pelaku bisnis akan lebih
senang jika proses bisnis berjalan secara wajar berdasarkan profesionalisme,
tidak perlu ada intervensi yang menguntungkan pihak tertentu sekaligus
merugikan pihak lain, yang selanjutnya merusak iklim usaha yang sehat. Biarlah
kompetisi bisnis berjalan secara alami berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.
Dengan demikian para pelaku bisnis terpacu untuk bekerja sebaik-baiknya
menghasilkan produk barang dan jasa berkualitas setinggi-tingginya, karena apa
artinya bisnis maju namun melanggar aturan, merugikan masyarakat, merusak
lingkungan dan merugikan Negara. Untuk itu Kejaksaan dalam hal ini tidak hanya
menjadi lembaga yang menangkap dan menghukum para koruptor saja tapi juga
menjadi tempat mengadu dan menjadi rujukan bagi pelaku bisnis yang terganggu
oleh praktek korupsi seperti mempersulit perizinan, dan ataupun adanya rekayasa
tender untuk menguntungkan
rekanan tertentu.
Dalam
beberapa tahun terakhir, Kejaksaan sebenarnya telah berupaya melakukan
reformasi kejaksaan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, Namun sekali
lagi jantungnya adalah integritas. Masyarakat baru percaya adanya perbaikan di
Kejaksaan apabila memperoleh pelayanan keadilan yang lebih baik. Salah satu hal
yang perlu dibenahi ke depan adalah system promosi dan data base kepegawaian. tidak
adanya standar yang jelas dalam promosi jabatan. Adanya promosi terhadap
seseorang yang tidak memiliki prestasi apa-apa,
integritasnya diragukan karena sering diperiksa di Pengawasan, serta
langsung melangkahi seniornya yang jauh diatas, membuat suasana kerja menjadi
tidak kondusif. orang menjadi malas dan kehilangan semangat. Timbul pesimisme
dan Orang lebih cenderung mengutamakan pendekatan dari Kinerja. Ini sangat
tidak sehat. Mutasi segala-galanya ditentukan dari pusat. Apakah pusat
memperhatikan jaksa-jaksa yang ditempatkan jauh dari perkotaan, dipulau-pulau
dan bahkan didaerah-daerah yang masyarakatnya terkenal keras, yang mana mereka
juga berharap suatu saat nanti bisa berkarir di kota-kota besar dan menduduki
jabatan penting ?.
Untuk
menumbuhkan trust ini memang tidaklah
mudah, tapi mungkin bisa diawali dimana penunjukkan Jaksa yang akan menduduki
jabatan tertentu harus benar-benar mempertimbangkan berbagai aspek seperti prestasi, kapabilitas, kompetensi,
integritas, dan senioritas. Banyak riset
menyebutkan bahwa untuk mencapai kinerja luar biasa dalam semua jenis pekerjaan
- bidang apapun - kompetensi dua kali lebih penting daripada kemampuan.
Kompetensi merupakan dua pertiga atau lebih dari unsur-unsur yang menentukan
kinerja prima dari diri pegawai untuk meningkatkan kinerja organisasi. Kinerja
yang optimal dapat dicapai apabila pegawai memiliki motivasi yang tinggi dan
merasa diperlakukan dengan adil. Kinerjanya dihargai dalam bentuk promosi.
Ketika
kompetensi ditarik kedalam organisasi maka ia adalah kemampuan dan keahlian
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Maka orang yang
memiliki minat dan kemampuan di Pidsus ditempatkan di Pidsus, begitu pula
pembinaan, pidum, intelijen maupun Datun. Jadi orang ditempatkan di setiap
bidang yang tepat. Jangan lagi terjadi Jaksa yang baru mengikuti pendidikan
teknis Pidsus selama 2 bulan dan setelah selesai malah mendapat SK. Mutasi menjadi
Kasi Datun.
Memang
revolusi mental ini tidak semudah membalik telapak tangan, ditengah
kesejahteraan masih kurang, anggaran penanganan perkara yang minim, serta rayuan
materi dari kanan kiri membuat lutut penegak hukum gampang goyah karena terpaan
godaan, untuk itu kita membutuhkan
keberanian dan tekad untuk berubah. Tanpa keberanian dan tekad
impian tidak pernah menjadi kenyataan.
(Makassar,
2014)
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.site
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
8 Pasaran Togel Terbaik Bosku
Joker Slot, Sabung Ayam Dan Masih Banyak Lagi Boskuu
BURUAN DAFTAR!
MENYEDIAKAN DEPOSIT VIA PULSA TELKOMSEL / XL
DOMPET DIGITAL OVO, DANA, LINK AJA DAN GOPAY
UNTUK KEMUDAHAN TRANSAKSI , ONLINE 24 JAM BOSKU
dewa-lotto.site