PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA KORPORASI
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin
Di
dalam KUHP, Korporasi sebagai subjek
hukum pidana tidak dikenal . hal ini dikarenakan KUHP adalah warisan dari
Pemerintah kolonial Belanda. Diterimanya korporasi dalam pengertian badan hukum
atau konsep pelaku fungsional (functional daderschap) dalam hukum pidana
merupakan perkembangan yang sangat maju dengan menggeser doktrin yang mewarnai Wetboek van strafrecht
(KUHP) yakni “universitas delinguere non
potest” atau “societas delinguere non
potest” yaitu badan hukum tidak dapat melakukan tindak PIDANA. alasan yang menyatakan bahwa badan hukum
perusahaan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana didasari oleh
pemikiran bahwa :
•
Perusahaan tidak
memiliki “mens rea” (keinginan untuk berbuat jahat)
• Perusahaan tidak
memiliki kesadaran dan tidak punya badan
yang aktual (abstrak), no body to be kicked.
• Perusahaan bukan
seorang /individu /pribadi ,walaupun badan hukum dapat melakukan berbagai perbuatan hukum yang biasanya dilakukan oleh orang pribadi /pengurusnya .
•
DOKTRIN ULTRA
VIRES yaitu
- Jika ada
kejahatan yang dilakukan oleh direksi suatu perusahaan ‘hal mana dapat
dipastikan bahwa direksi telah melanggar anggaran dasar perusahaan.
- Oleh karena itu
menurut doktrin ultra vires ,yang bertanggung jawab adalah direksinya secara
pribadi atau secara bersama sama dengan direksi lain,dan perusahaan tidak ikut
bertanggung jawab.
Saat ini
dengan pengaruh perkembangan dunia
usaha nasional yang semakin berkembang pesat dimana orang-orang dapat bertindak
sebagai atau mewakili kepentingan korporasi dan menjadikan korporasi sebagai
kendaraan untuk melakukan kejahatan dan pencucian uang hasil kejahatan, maka dalam
aturan hukum dan peraturan perundang-undangan kita telah menempatkan korporasi
sebagai subjek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban pidananya. Pemikiran
menempatkan korporasi sebagai subjek
hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana adalah didasari oleh
beberapa pertimbangan diantaranya
- Walau korporasi
sendiri dalam melaksanakan kegiatannya tidak melakukan sendiri tetapi melalui
orang atau orang-orang yang merupakan pengurus dan pegawainya namun apabila
perbuatan itu dilakukan dengan maksud memberikan manfaat , terutama berupa
keuntungan finansial ataupun mengurangi kerugian finansial bagi korporasi yang
bersangkutan, maka tidak adil bagi masyarakat apabila korporasi tidak harus
ikut bertanggung jawab atas perbuatan pengurus dan pegawainya
-
Bahwa tidak cukup
hanya membebankan pertanggungjawaban pidana kepada pengurus korporasi atas
tindak pidana yang dilakukannya, karena pengurus jarang memiliki harta kekayaan
yang cukup untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya untuk biaya sosial
yang harus dipikul sebagai akibat perbuatannya itu.
- Mempertanggungjawabkan
kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tindakan korporasi akan mencegah
korporasi lain untuk melakukan korupsi.
Dengan diterimanya korporasi sebagai subjek
hukum pidana, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum pidana, yaitu
apakah badan hukum (korporasi) mempunyai kesalahan baik berupa kesengajaan maupun kelalaian ?
Bahwa perlu
diketahui, tidak setiap orang yang
melakukan tindak pidana dengan sendirinya harus dipidana, karena untuk dapat
dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana.
Moeljatno
dalam bukunya asas-asas hukum pidana menulis “ untuk adanya penjatuhan pidana
terhadap pelaku diperlukan lebih dahulu pembuktian adanya perbuatan pidana, lalu sesudah itu
diikuti dengan dibuktikannya adanya “schuld – kesalahan”. Schuld baru ada
sesudah ada “unrecht-sifat melawan hukum"
Unsur-unsur kesalahan adalah :
- Adanya
kemampuan bertanggung jawab pada si
pembuat artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal
- Hubungan batin
antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan/dolus atau
kealpaan/culpa
- Tidak adanya
kesalahan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf dan alasan
pembenar.
Kesimpulannya
adalah kesalahan (schuld) adalah unsur dan merupakan syarat mutlak bagi adanya
pertanggungjawaban untuk dapat dipidananya si pembuat.
Dalam bahasa lain
tapi memiliki esensi yang sama disampaikan oleh Chairul Huda (dalam bukunya
dari pidana tanpa kesalahan menuju kepada tiada pertanggungjawaban pidana tanpa
kesalahan) bahwa dasar adanya pidana adalah asas legalitas. Sedangkan dasar
dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Kapan seseorang dikatakan
mempunyai kesalahan masalah pertangungjawaban
pidana. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban
orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.
Bahwa terhadap pertanyaan
bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum pidana, ada beberapa
teori pertanggungjawaban pidana yang
dapat diterapkan pada korporasi yaitu :
1. Teori Strict Liability (tanggung jawab mutlak)
yaitu pertanggungjawaban pidana yang harus dilakukan tanpa harus dibuktikan
unsur kesalahannya
2. Teori vicarious liability (pertanggungjawaban
pengganti) yaitu suatu pertanggung jawaban pidana yang dibebankan kepada
seseorang atas perbuatan orang lain.
3. Teori doctrine of delegation yaitu teori yang
menjadi dasar pembenar untuk membebankan pertanggung jawaban pidana yang
dilakukan oleh pegawai korporasi, dengan adanya pendelegasian wewenang kepada
seseorang untuk mewakili kepentingan perusahaan
4. Teori identifikasi yaitu teori yang digunakan
untuk memberikan pembenaran pertanggung jawaban pidana korporasi, meskipun pada
kenyataannya korporasi bukanlah sesuatu yang bisa berbuat sendiri dan tidak
mungkin memiliki mens rea karena tidak memiliki kalbu, artinya korporasi dapat
melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang yang memiliki hubungan
erat dengan korporasi.
5. Teori corporate organs, yaitu teori menunjuk
pada orang-orang yang menjalankan kewenangan dan pengendalian dalam badan
hukum, dengan kata lain, orang yang mengarahkan dan bertanggung jawab atas
segala gerak gerik badan hukum, orang yang menetapkan kebijakan korporasi, dan
orang yang menjadi otak dan pusat syaraf dari korporasi tersebut.dengan
demikian otak dari korporasi merupakan organ penting dari korporasi sehingga
bisa dimintakan pertanggung jawaban pidana korporasi.
Dari semua teori mengenai pertanggungjawaban
pidana korporasi tersebut diatas, semuanya dapat digunakan untuk menjerat
korporasi dalam mempertanggungjawabkan pidana yang dilakukannya. Penegak hukum
bebas memilih teori dan doktrin berdasarkan kasus yang dihadapi.
Mari kita
bahas teori pertanggungjawaban pidana yang dapat
diterapkan pada korporasi
Teori Strict Liablity
Strict
liability adalah pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan, dimana si pembuat
sudah dapat dipidana apabila dia telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana
dirumuskan dalam undang-undang, tanpa melihat bagaimana sikap batinnya.
Dalam
perbuatan pidana yang bersifat strict liability yang dibutuhkan hanya dugaan
(foresight) atau pengetahuan (knowledge) dari pelaku, sehingga hal itu sudah
cukup untuk menuntut pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban ini sering
diartikan dengan pertanggungjawaban tanpa kesalahan.
Sebagai
contoh limbah pabrik yang mencemari sungai merupakan tindak pidana yang
bersifat strict liability . asal telah terjadi pencemaran yang berasal dari
limbah pabrik, langsung dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya tanpa
membuktikan adanya mens rea berupa kesengajaan atau kelalaian dari pelaku.
Teori Vicarious liability
Vicarious
liability adalah pertanggungjawaban menurut hukum seseorang atas perbuatan
salah yang dilakukan oleh orang lain. Kedua orang tersebut harus mempunyai hubungan
yaitu hubungan atasan dan bawahan, atau hubungan majikan dan buruh atau
hubungan pekerjaan, perbuatan yang dilakukan pekerja tersebut masih dalam ruang
lingkup pekerjaannya.
Di dalam
vicarious liability adanya pengalihan pertanggungjawaban pidana kepada orang
lain. Orang bertanggungjawab atas perbuatan orang lain. Dalam teori ini,
korporasi bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai atau
pengurus, kuasanya atau mandatarisnya atau siapapun yang mempunyai hubungan
kerja dengan korporasi. Doktrin ini sejalan dengan perintah berdasarkan garis
komando. Misalnya bawahan yang bertindak dan bersalah, komandan yang
mengambil atau turut bertanggungjawab.
Agar
perseroan tidak dijadikan kendaraan melakukan tindak pidana. Hukum pidana harus
mengadopsi doktrin vicarious liability (pertanggungjawaban pengganti) dengan
alasan dan kajian yaitu :
a. Pertanggungjawaban dan kesadaran orang mengontrol dan menjalankan kegiatan
korporasi menjelma dan menyatu menjadi perbuatan dan kesadaran perseroan.
b. Dewan direksi, manajer, dan pejabat tinggi
yang melaksanakan fungsi manajemen, berbicara dan berbuat seperti korporasi itu
sendiri.
c. Personalisasi perseroan adalah fiksi hukum,
kesadaran dan tindakannya identik dengan kesadaran dan perbuatan direksi atau
pejabat senior korporasi.
Jadi strict
liability dan vicarious liability adalah sama-sama tidak mensyaratkan mens rea
atau unsur kesalahan. Lalu pertanyaannya adalah kesalahan siapakah yang dapat
dianggap kesalahan korporasi ?
Berdasarkan strict liability dan vicarious
liability, Kesalahan yang dibebankan kepada korporasi merupakan kesalahan yang
dilakukan pengurus korporasi. Karena korporasi tidak dapat melakukan tindak
pidana tanpa melalui perantara pengurusnya baik berdasarkan teori pelaku
fungsional maupun teori identifikasi, (Teori tentang pertanggungjawaban
korporasi diantaranya teori identifikasi yaitu bahwa perbuatan/kesalahan
pejabat senior diidentifikasi sebagai perbuatan / kesalahan korporasi), maka
penentuan kesalahan korporasi adalah dengan melihat apakah pengurus, yang
bertindak untuk dan atas nama korporasi memiliki kesalahan. Jika jawabannya
adalah iya, maka korporasi dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang
dilakukannya, demikian juga sebaliknya. Kesalahan yang ada pada diri pengurus
korporasi dialihkan atau menjadi kesalahan korporasi itu sendiri.
Menurut Sutan
Remy Sjahdeini, Sistem pertanggungjawaban pidana korporasi ada empat :
1.
Pengurus
korporasi yang melakukan tindak pidana, pengurus yang bertanggungjawab
2.
Korporasi yang
melakukan tindak pidana , pengurus yang bertanggungjawab
3.
Korporasi yang
melakukan tindak pidana, korporasi yang bertanggungjawab.
4. Pengurus dan
korporasi yang melakukan tindak pidana, maka keduanya yang harus bertanggung
jawab.
Penentuan
kesalahan korporasi tersebut dapat dikaitkan dengan tahap kedua pengakuan
korporasi sebagai subjek hukum pidana
yaitu korporasi melakukan tindak pidana tapi tanggungjawab pidana dibebankan
kepada pengurus.
Hal yang dapat dipakai sebagai alasan bahwa
korporasi sebagai pembuat dan sekaligus yang bertanggung jawab adalah karena
dalam berbagai delik ekonomi dan fiscal, keuntungan yang diperoleh korporasi
atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besarnya. Korporasi juga
kerap dijadikan tempat penampungan hasil kejahatan yang belum tersentuh, padahal seharusnya bisa
disentuh.
Teori
identifikasi dan Teori corporate organs
Salah satu teori mengatakan perbuatan dan
kesadaran fungsionaris perseroan identik dengan perbuatan dan kesadaran
perseroan. Oleh karena itu semua fungsionaris adalah otak dan tangan perseroan.
Lalu timbul pertanyaan: pejabat fungsionaris mana yang dianggap identik menjadi
otak dan tangan korporasi ?
Menurut UU PT Nomor 40 tahun 2007, pasal 1
angka 2 anggaran dasar perseroan adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris.
Kemudian menurut pasal 2 angka 5 Jo. Pasal 98 ayat (1) UU PT 2007 , organ yang
berwenang mewakili perseroan kedalam dan keluar adalah Direksi, sehingga
Direksi berfungsi sebagai kuasa menurut Undang-undang untuk mewakili perseroan.
Menurut teori
organ, suatu perseroan terbatas diurus dan diwakili pengurusnya. Lalu pengurus
suatu PT bisa diidentikkan dengan PT nya sebagaimana teori identifikasi.
Direksi ditempatkan sebagai organ PT yang bisa diidentikkan sebagai PT sendiri.
Jadi jika
pengurus PT memiliki mens rea (kesalahan), mens reanya bisa dianggap sebagai
mens rea korporasinya. Dalam hal demikian, korporasinya bisa diminta
pertanggungjawaban pidana.
Ada 3 elemen
untuk bisa meminta pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu :
1. Pengurus atau wakil korporasi itu harus mempunyai
kewenangan dalam bertindak untuk kepentingan korporasinya dalam lingkup
kewenangannya.
2. Tindakan pengurus atau wakil itu adalah untuk
kepentingan korporasinya
3. Tindak pidana yang dilakukan tersebut
ditoleransi korporasinya.
Petunjuk JAKSA AGUNG sesuai surat
Nomor : B-036/A/Ft.1/06/2009 tanggal 29 Juni 2009, perihal korporasi sebagai
tersangka/terdakwa dalam tindak pidana korupsi.
Sesuai
pasal 20 ayat (7) UU No. 31 tahun 1999 ancaman pidana kepada korporasi hanya
pidana denda dengan ketentuan maksimun pidana ditambah 1/3.
Namun
ketentuan KUHAP belum mengatur kedudukan korporasi sebagai tersangka atau
terdakwa baik dalam tahap penyidikan menyangkut pembuatan berita acara
pemeriksaan (BAP) tersangka maupun dalam tahap penuntutan menyangkut identitas
terdakwa, mengingat pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP hanya mengakomodir
identitas orang sebagai subjek hukum dalam tindak pidana.
Terhadap
hal tersebut, maka korporasi yang didudukkan sebagai tersangka atau terdakwa
dalam tindak pidana korupsi tetap mengacu pada ketentuan hukum acara pidana
yang berlaku dengan kekhususan yaitu :
1. Kriteria korporasi yang dapat
dijadikan tersangka dalam tindak pidana korupsi adalah korporasi sebagaimana
ditentutkan dalam pasal 1 angka 1 Jo. Pasal 20 ayat (2) yaitu apabila tindak
pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja
maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
2. Mendudukan korporasi sebagai tersangka
dalam tindak pidana korupsi, bukan berarti meniadakan pertanggung jawaban
pidana yang dilakukan oleh pengurusnya, akan tetapi pertanggungjawaban pidana
terhadap korporasi tersebut harus dipandang sebagai perluasan
pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi (bandingkan pasal 20 ayat
(1).
Oleh karenanya dalam pemberkasan terhadap tersangka korporasi tidak dapat
digabung dengan tersangka orang sebagai subjek hukum terkait dengan ajaran
penyertaan, melainkan harus dipisah (split) dan tidak dalam kerangka ajaran
penyertaan.
3. Pasal 20 ayat (3) menentukan “dalam
hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi tersebut diwakili oleh
pengurus” dan ayat (4) menentukan “pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3 dapat diwakili oleh orang lain.
Dari
ketentuan pasal 20 ayat (3) dan (4) tersebut sedapat mungkin dalam proses
penyidikan berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dapat diterangkan oleh
pengurus yang memperoleh kuasa sesuai ketentuan anggaran dasar/anggaran rumah
tangga dari korporasi yang bersangkutan.
a.
Pasal
20 ayat (4) memungkinkan pengurus yang memperoleh kuasa dapat diwakili oleh
orang lain sehingga orang lain yang mewakili pengurus tersebut belum tentu
mengetahui materi perkara yang disangkakan terhadap korporasi tersebut.
b. Ada
kemungkinan baik pengurus maupun orang lain yang mewakili korporasi menolak
memberikan keterangan dalam BAP, karena pengurus tersebut atau orang lain yang
mewakili pengurus/korporasi tersebut bukan merupakan tersangka sesungguhnya
dalam hal korporasi berkedudukan sebagai tersangka.
c.
Kemungkinan
terjadi penggantian pengurus atau orang lain yang memperoleh kuasa untuk
mewakili korporasi selama proses perkara berlangsung.
d.
Pasal
184 ayat (1) huruf e KUHAP hanya mengenal alat bukti keterangan terdakwa
(tersangka dalam tahap penyidikan) dan tidak mengenal alat bukti keterangan
korporasi atau keterangan pengurus.
4. Dalam proses penyidikan mutlak dan
harus dilakukan penyitaan terhadap anggaran dasar/anggaran rumah tangga
korporasi yang menjadi tersangka guna memperoleh identitas korporasi yang
bersangkutan untuk dicantumkan secara lengkap baik di dalam resume maupun
sampul berkas perkara, dimana identitas tersebut yang akan diadopsi JPU dalam
pembuatan surat dakwaan yang sekurang-kurangnya memuat identitas :
a.
Nama
korporasi
b.
Nomor
dan tanggal akta korporasi
-
Nomor
dan tanggal akta pendirian perusahaan
-
Nomor
dan tanggal akta perusahaan pada saat peristiwa pidana
-
Nomor
dan tanggal akta perusahaan perubahan terakhir.
c.
Kedudukan/status
pendirian
d.
Bidang
usaha.
5. Tuntutan hukuman tambahan berupa
kewajiban membayar uang pengganti tidak dapat diterapkan terhadap korporasi
sebagai terdakwa, karena hukuman tambahan berupa kewajiban pembayaran uang
pengganti dapat diganti dengan pidana penjara berdasarkan ketentuan pasal 18
ayat (3), sedangkan pidana korupsi hanya pidana denda tanpa dapat diganti
(subsidair) dengan hukuman badan.
Dengan
demikian hukuman tambahan yang dapat diterapkan terhadap terpidana korporasi
selain yang telah diatur dalam KUHP adalah sebagaimana ditentukan dalam pasal
18 ayat (1) huruf a, c dan d yaitu :
-
Perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan,
begitu pula dari barang yang mengggantikan barang-barang tersebut (huruf a)
- Penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun (huruf
c)
- Pencabutan
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana (huruf d).
•
Tata cara pemanggilan korporasi dilakukan sesuai dengan pasal.20 ayat.6 UU Tipikor “dalam hal
tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi maka panggilan disampaikan kepada
pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
• Timbul masalah jika yg berkantor di Indonesia hanya kantor cabang
atau agen,sedangkan kantor pusatnya berada diluar negeri,maka kerja sama
internasional ,regional sangat diperlukan.Melalui MLA atau
•
Letter of rogatory atau melalui saluran
diplomatik
• Sejak tingkat penyidikan sudah didesign
agar setiap perkara Tipikor dengan pisau analisis “Follow the money “ maka perlu ditelusuri apakah Tipikor tersebut terkait dengan korporasi atau adakah
fakta yang
menjurus kearah unsur unsur sebagai bukti permulaan adanya TPPU? Maka untuk pemeriksaan
TPPU, perlu melakukan asset tracing setelah mewajibkan kepada terlapor
tersangka dan terdakwa memberikan keterangan tertulis tentang harta kekayaannya ,penyidik tidak berlaku tentang kerahasiaan
bank atau transaksi yang
mencurigakan
Selamat Malam Bpk. boleh saya minta no bapak yang bisa dihubungi dan alamat email bapak, mohon disampaikan ke alamat email saya : fahmiiqsan1989@gmail.com
BalasHapusAda yang ingin saya minta bantuan Bapak. Terima kasih
mr pedro dan perusahaan pinjamannya benar-benar hebat untuk diajak bekerja sama. dia sangat jelas, teliti dan sabar saat dia membimbing saya dan istri saya melalui proses pinjaman. dia juga sangat tepat waktu dan bekerja keras untuk memastikan semuanya siap sebelum menutup pinjaman. mr pedro adalah petugas pinjaman bekerja dengan sekelompok investor yang membantu kami mendapatkan dana untuk membeli rumah baru kami, Anda dapat menghubungi dia jika Anda ingin mendapatkan pinjaman dengan tingkat rendah yang terjangkau 2 rio email dia di . pedroloanss@gmail.com atau chat whatsapp: + 1-863-231-0632
BalasHapus