Langsung ke konten utama

AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM

AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM

“Agama akan kuat jika didukung kekuasaan negara, negara akan baik jika dibimbing moral agama”

“Umat Islam bisa hidup di dalam sistem apa saja apakah itu Kerajaan, kesultanan, republik, demokrasi, parlementer, selama kekuasaan politik di dalam negara itu mendukung kebaikan, memberikan keamanan dan kesejahteraan, serta mewujudkan persamaan dan keadilan. Inilah negara yang dalam alquran disebut baldatun toyyibatun warrobbun ghofur. Negara yang Makmur dan dalam ampunan (QS. Saba ayat 15).

----------

Kehidupan bernegara bagi umat islam baru dimulai Ketika Nabi Muhammad saw hijrah dan menetap di Madinah dimana Nabi saw Menyusun piagam (konstitusi) Madinah. Madinah yang dipimpin oleh nabi saw adalah sebuah negara kalau mengacu kepada teori politik hukum internasional dimana negara sebagai kesatuan politik sekurang-kurangnya memiliki empat unsur yaitu ada penduduk, wilayah, pemerintah dan kedaulatan. 

Dalam konteks Masyarakat Madinah yang dipersatukan oleh Nabi saw, keempat unsur tersebut terlihat secara nyata, pertama Masyarakat tersebut memiliki wilayah yang tertentu yaitu Madinah, kedua semua golongan dalam Masyarakat (muslim, yahudi dan orang-orang musyrik) mengakui dan menerima Nabi saw sebagai pemimpin dan pemegang otoritas politik yang sah dalam kehidupan mereka. Ketiga golongan-golongan yang ada memiliki kesadaran dan keinginan bersama untuk hidup bersama dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bersama. Keinginan itu tertuang dalam perjanjian tertulis yaitu piagam Madinah. 

Posisi Nabi Muhammad saw di Madinah adalah sebagai pemimpin agama yang juga sekaligus kepala negara. Ini adalah negara islam pertama yang meletakkan dasar-dasar politik bagi perundang-undangan islam. Negara yang dibentuk Nabi saw di Madinah adalah negara teokrasi dalam arti negara yang kedaulatannya ada pada Tuhan. disebut demikian karena Nabi dalam menjalankan pemerintahannya senantiasa berdasarkan tuntunan wahyu.

Bahwa sebagai kepala negara di madinah, Nabi Muhammad saw dalam mengelola pemerintahaannya menggunakan prinsip-prinsip dalam alquran dalam mengatur landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara diantaranya :
Pertama, Prinsip persaudaraan (QS. Al hujurat ayat 10), dimana Ketika Nabi saw tiba di Madinah yang pertama kali beliau lakukan adalah mempersaudarakan kaum muhajirin (pendatang dari mekkah) dengan kaum anshar (penduduk Madinah). Ikatan persaudaraan ini diwujudkan dalam bentuk rasa saling mengasihi dan saling mencintai diantara mereka sebagai sesama umat beragama maupun sebagai satu bangsa. 

Imam Ali mengatakan “Ia yang bukan saudaramu seagama adalah saudaramu sebangsa. Ia yang bukan saudaramu seagama, bukan pula saudaramu sebangsa, adalah saudaramu dalam kemanusiaan”

Salah satu ajaran alquran untuk menanamkan rasa kasih sayang dan persaudaraan ini adalah dengan mewajibkan orang kaya untuk membayar  zakat. Ketika orang kaya ini peduli dan membantu orang miskin maka itu akan membersihkan hati keduanya dari penyakit hati. Orang kaya bersih hatinya dari sifat egois, kikir dan tamak sebaliknya orang miskin terhindar dari hasad dan iri hati terhadap orang kaya.

Kedua, Prinsip persamaan. Prinsip persamaan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw bersumber dari ajaran tauhid dimana manusia dari segi harkat dan martabatnya adalah sama dihadapan Tuhan (QS. Al hujurat ayat 13).

Konsep persamaan ini adalah identik dengan egalitarianisme dimana semua warga negara  memiliki hak yang sama apakah itu hak ekonomi, Pendidikan, politik, Kesehatan dan lain sebagainya. Jadi seorang pemimpin dilarang memperlakukan warga negaranya secara diskriminatif. konsep persamaan ini dalam perkembangannya di barat muncul dalam cita-cita revolusi prancis yang kemudian menghasilkan rumusan tentang perlunya ditegakkan Hak asasi manusia.

Ketiga, Prinsip keadilan dimana seorang pemimpin hendaknya memperlakukan rakyatnya secara adil tanpa melihat jabatan, keturunan, agama dan kekayaan mereka. Nabi Muhammad saw mengatakan” Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya'” (HR. Bukhari dan Muslim). 
Inilah yang sekarang disebut equality before the law, persamaan di depan hukum.
Betapa pentingnya menerapkan nilai-nilai keadilan ini sehingga Allah swt berfirman “janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, membuat kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (QS. Al maidah ayat 8)

menyangkut pemanfaatan kekayaan negara, maka keadilan harus dibangun atas dasar bahwa semua hak milik yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak dikelola oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan bukan hanya dinikmati segelintir manusia (pasal 33 UUD 1945).

keempat, Prinsip kebebasan (QS. Al Baqarah ayat 256), dimana hak-hak individu dijamin dan dijunjung tinggi oleh negara dalam bentuk kebebasan berpikir, kebebasan beragama, bebas dari kelaparan dan bebas dari rasa takut sehingga mereka dapat hidup dalam kondisi yang sejahtera dan aman. 

Kelima, Prinsip musyawarah. ini adalah dasar bagi pelaksanaan pemerintahan negara (QS. As syura ayat 38, Al Imran ayat 159). 
Seorang penguasa Ketika akan mengambil suatu Keputusan/kebijakan yang penting maka hendaknya bermusyawarah dengan orang yang dipandang ahli dalam bidang tersebut. 

Prinsip musyawarah bisa mengambil bentuk yang berbeda-beda tergantung kepada sistem pemerintahan masing-masing negara. Misalnya dalam sistem monarki, musyawarah dilakukan melalui raja dengan meminta pendapat dari pembantu-pembantu dekatnya dan setelah mempertimbangkan pendapat-pendapat itu, Ia lalu mengambil Keputusan. 
Adapun di jaman demokrasi ini musyawarah di lakukan melalui Lembaga perwakilan rakyat (DPR).

Jadi konsep kehidupan bernegara dalam Islam pada dasarnya adalah mengambil prinsip-prinsip dasar etika dalam alquran seperti yang dilakukan oleh Muhammad saw diatas seperrti prinsip persaudaraan, prinsip persamaan, prinsip keadilan, prinsip kebebasan, prinsip musyawarah dan lain sebagainya. Adapun mengenai bentuk negara (federal, kesatuan, konfederasi, monarki, oligarki, demokrasi) ataupun sistem pemerintahan (Presidensial, parlementer, komunis), maka Islam tidak menunjuk kepada suatu model tertentu artinya tidak terdapat sistem ketatanegaraan yang baku. Oleh karena itu masalah bentuk negara dan pemerintahan lebih banyak diserahkan kepada  pemikiran (ijtihad) manusia (umat Islam), artinya bahwa soal hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara lebih banyak diserahkan Tuhan kepada akal manusia untuk mengaturnya. Hal ini karena Masyarakat bersifat dinamis, Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan berkembang mengikuti kemajuan zaman. Dan oleh karena itu Tuhan dalam alquran hanya memberikan dasar-dasar atau prinsip-prinsip hidup kemasyarakatan termasuk dalam kehidupan bernegara.

Itulah gambaran wujud negara di dalam Islam.
Bahwa dalam perkembangannya, meskipun wujud negara Islam sudah ada sejak masa Nabi Muhammad saw sampai dengan jatuhnya pemerintahan khilafah Islam di Turki tahun 1924, Namun perbincangan mengenai soal negara Islam baru muncul setelah adanya imprealisme dan kolonialisme yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap negara-negara yang penduduknya mayoritas umat Islam.

Bahwa sejak masa itu konsep perlunya negara islam mulai ramai dibicarakan oleh para pemikir politik Islam yang pada intinya tesisnya berkisar pada hubungan antara negara dan agama.

Dalam peta pemikiran politik islam kontemporer khususnya mengenai hubungan antara negara dan agama ditemukan tiga pola pemikiran yaitu :
Pertama, Kelompok sekuler, mereka menyatakan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dan didalamnya tidak ada aturan yang berkaitan dengan masalah kenegaraan. Menurut kelompok ini bahwa tidak ada satu dalil pun baik dari alquran maupun hadits yang mendukung pernyataan bahwa nabi di utus untuk membentuk negara atau Kerajaan. 

Kedua, kelompok tradisional (konservatif), mereka menyatakan bahwa islam adalah agama yang paripurna yang mengatur semua aspek kehidupan manusia termasuk aturan yang berkaitan dengan kenegaraan sehingga mendirikan negara Islam adalah wajib hukumnya.

Ketiga, kelompok moderat (reformis), mereka menyatakan bahwa islam bukanlah agama yang semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi bukan pula agama mengatur secara rinci masalah kenegaraan. Alquran dan sunnah hanya memberikan prinsip-prinsip dasar yang dapat dipedomani manusia dalam mengelola negara. Menurut kelompok moderat, bahwa tidak ditemukan satu ayatpun yang secara khusus menerangkan mengenai bentuk negara dalam islam karena dalam sejarahnya bentuk ngara dalam islam berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan tempat sampai zaman kita sekarang ini. Dengan demikian mengenai bentuk negara, umat islam bebas mengambil sistem pemerintahan yang bagaimanapun asalkan sistem tersebut menjamin menjamin adanya pelaksanaan prinsip-prinsip dalam alquran seperti prinsip persamaan, persaudaraan, musyawarah, keadilan dan kebebasan.

Fakta-fakta historis membuktikan bahwa kejayaan dan kemakmuran suatu negara dapat terwujud pada saat penguasa itu secara konsekuen merealisasikan prinsip-prinsip dasar tersebut dalam kehidupan kenegaraan mereka sebaliknya kemunduran dan kejatuhan suatu negara adalah Ketika diabaikannya prinsip-prinsip itu dalam kehidupan mereka. 

Misalnya Pada zaman Umar bin Abdul asiz memerintah kekhalifahan Islam dan menjalankan pemerintahaannya berdasarkan prinsip-prinsip islam tersebut, saat itu tidak ada lagi rakyat yang mau menerima zakat karena mereka semua sudah hidup Makmur. 

Bahwa Pada waktu kekhalifahan islam berhasil memperluas wilayah kekuasaannya di daerah-daerah baru maka para pemimpin muslim saat itu juga menanamkan nilai-nilai musyawarah, persamaan dan kebebasan kepada penduduk yang ditaklukkan. mereka tetap di beri kebebasan beragama, kebebasan berpikir dan kebebasan lain yang mereka belum pernah mereka temukan pada masa-masa sebelumnya, dan karena merasa diperlakukan dengan baik, mereka terkesan dan tertarik sehingga akhirnya memeluk agama Islam.

Bahwa salah satu penyebab dari jatuhnya kekhalifahan Islam pada tahun 1924 adalah karena mereka telah meninggalkan prinsip-prinsip etika Islam tersebut di dalam pemerintahannya.

Bahwa pada zaman modern ini yang kita saksikan adalah banyak negara-negara barat yang non muslin bahkan tidak sedikit yang atheis dan agnostik rakyatnya justru hidup Makmur dan Sejahtera. Tingkat kejahatan rendah dan mereka lebih bahagia sebagai warga negara. Sementara itu di sisi lain mayoritas negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam hidup dalam kemiskinan, Tingkat Pendidikan yang rendah dan kejahatan yang tinggi.

Mantan rektor al-Azhar Mesir, Syekh Muhammad Abduh pernah mengatakan “Di negara-negara barat, saya melihat Islam tetapi tidak menemukan muslim, Di negara-negara timur, saya melihat muslim tetapi tidak menemukan Islam.

Amir Syakib Arsalan, pernah ditanya oleh  Syaikh Muhammad Basuni Imran, “Mengapa umat Islam mundur sementara umat lain maju?” 

Ulama Mesir Syeikh Mutawali as-Sya’rawi ketika ia berkunjung ke San Fransisco ditanya seorang orientalis: “Dalam Q.S An-Nisa disebutkan bahwa: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk (menguasai) orang-orang yang beriman (mukminin), tapi buktinya sekarang umat Islam dikuasai oleh orang-orang kafir? 

Cendekiawan Hamid Fahmi Zarkasiy, beliau ditanya oleh wartawan di Melbourne, “bulan puasa di Indonesia sangat meriah, banyak juga yang naik haji dan umrah, namun mengapa tindak korupsi dan kriminal juga semakin hari semakin bertambah?” 

Inilah yang tidak disadari oleh banyak umat Islam. Bahwa majunya peradaban barat di satu sisi adalah karena mereka menerapkan Sebagian prinsip-prinsip islam di dalam alquran seperti prinsip persamaan, persaudaraan, musyawarah, keadilan dan kebebasan. Sementara banyak negara-negara muslim yang justru meninggalkan prinsip-prinsip alquran tersebut dalam bernegara. Dalam sejarahnya Prinsip-prinsip alquran tersebut juga diadopsi dalam revolusi prancis (1789) yaitu kebebasan (liberte), persamaan (egalite) dan persaudaraan (fraternity). 

Bahwa sebenarnya sistem negara barat modern sekuler hanya melihat, meniru dan memodifikasi konsep-konsep kenegaraan mereka itu dari kitab suci (alquran).

Bahwa dasar negara Indonesia sendiri, yaitu Pancasila yang memuat prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan adalah sejalan dengan prinsip-prinsip islam dalam mengelola negara. Artinya founding father kita Ketika merumuskan Pancasila adalah mengambil dari ajaran agama (alquran) dan itulah mengapa negara Indonesia bisa bertahan sampai saat ini.

Bahwa perlu menjadi catatan, walaupun negara islam dan negara barat modern memiliki prinsip-prinsip yang hampir sama dalam mengelola pemerintahan namun demikian ada perbedaan yang mendasar diantara keduanya yaitu prinsip dasar di dalam islam mengacu kepada prinsip ajaran tauhid yang dilandasi nilai-nilai spiritual sedangkan negara barat modern tidak dikaitkan atau terlepas dengan ajaran agama dan terlepas dari ikatan spiritual. Inilah akibat dari sekularisme yang mereka anut. Mereka menjauh dari Tuhan.
Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN

ARTIKEL  TP4D PEKERJAAN DI AKHIR TAHUN BELUM SELESAI, HARUSKAH PUTUS KONTRAK, SEBUAH SOLUSI AKHIR TAHUN ANGGARAN Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin. Salah satu permasalahan bagi Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi (K/L/D/I) yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan kontrak tahun tunggal adalah seluruh pekerjaan tersebut  harus sudah diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran. Namun disinilah permasalahan yang sering terjadi yaitu banyak pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang ternyata tidak atau belum selesai sedang kontrak pelaksanaan pekerjaan telah berakhir. Terhadap permasalahan tersebut banyak PPK yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK  terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu : 1.     PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya. Atas sisa pekerjaa

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN

BAGAIMANA MEMAHAMI FITNAH DAJJAL DAN NUBUAT AKHIR ZAMAN Mari kita mulai dari Yeruselem. Yeruselem adalah kota suci. Dari sana Alquran  menceritakan banyak sekali kisah dari  Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan putranya Nabi Sulaiman as, Nabi  Zakaria as, Nabi Yahya as dan dan Nabi Isa as.  Bangsa Bani Israel mencapai puncak kejayaannya  pada jaman Nabi Daud as dan Nabi Sulaeman as yang pemerintahannya berpusat di Yeruselem. Pada pada tahun 586 SM, kota Jerussalem diserang dan dihancurkan pertama kali oleh Raja  Nebuchadnezzar  dari Babylonia. Semua orang yahudi di bawa ke babylonia untuk dijadikan budak. Namun pada saat babylonia ditaklukan oleh Raja Cyrus dari Persia, orang-orang Yahudi tersebut dikembalikan kembali ke Jerussalem. Bangsa Yahudi yakin berdasarkan kitab suci mereka bahwa kelak Allah swt akan mengembalikan kembali bangsa Yahudi  ke Yeruselem  dan akan menurunkan  Messiah atau Al Masih yang akan mengembalikan kejayaan mereka untuk memerintah dunia dari Yeruselem

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA

HUKUM TUHAN DAN HUKUM MANUSIA Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin Salah satu perbedaan antara hukum Tuhan dengan Hukum buatan manusia adalah pada kepastian hukumnya. Hukum Tuhan tidak pernah berubah oleh zaman dan tidak ada kontradiksi atau pertentangan didalamnya , ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang sering terjadi konflik norma di dalamnya, sehingga membuka ruang manusia untuk menafsirkannya sesuka hati dan sesuai dengan kepentingan. Di dalam hukum Tuhan, kita tidak boleh menafsirkan ayat secara serampangan dan bebas, tapi ada petunjuk metodologi yang harus dipatuhi supaya kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan atas suatu makna. Di dalam alquran misalnya  kita tidak boleh mengambil satu ayat secara terpisah dan kemudian menyimpulkannya. Tapi ambillah semua ayat yang berkaitan dengan topik dan pelajari semua secara bersamaan  untuk mendapatkan makna yang menyeluruh. Makna yang harmonis, karena tidak ada sedikitpun kontradiksi dalam alquran. Misalnya di dalam Alquran